Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menjaga Sikap, Menghindari Disintegrasi Bangsa
Oleh : Redaksi
Senin | 09-03-2015 | 13:57 WIB

Oleh: Tri Yuwono
 
DALAM konteks pembicaraan Indonesia yang dimaklumi sebagai negara yang amat plural penduduknya, persatuan dan kesatuan menjadi keniscayaan. Segala bentuk ikhtiar untuk mempersatukan semua elemen bangsa di tengah segala bentuk keragamaman mestinya diapresiasi. Persatuan meniscayakan kebersamaan dan perlakuan setara tanpa diskriminasi terhadap siapapun.
 

Pada saat yang bersamaan, pemikiran, sikap dan tindakan kelompok yang radikal, seperti diuraikan sebelumnya, tentu memiliki andil dalam ancaman integrasi bangsa, apabila tidak ditemukan cara-cara persuasif, sekaligus perbaikan pelbagai sisi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Radikalisme sekelompok prang dalam masyarakat akan menjadi pemantik yang efektif bagi munculnya radikalisme serupa dari kelompok yang lain. Kontastasi radikalisme akan memunculkan situasi chaos.
 
Apabila negara tidak mampu mengambil peran secara proporsional tentunya menjadi ancaman bagi kebersamaan di tengah masyarakat Indonesia yang plural. Indonesia sebagai negara yang sudah berpengalaman mengelola keragaman sejak merdeka tahun 1945 perlu pula belajar dari negara lain yang "gagal". Meski harus pula diakui, bahwa Indonesia cukup berhasil dalam mempertahankan keragaman tersebut di tengah-tengah riak dan kegaduhan kekerasan yang mengatasnamakan SARA.
 
Di sisi lain peran negara dalam menciptakan saluran aspirasi, keadilan, kesejahteraan dan keamanan serta penegakan hukum dirasakan masih belum mantap. Tidak harmonisnya hubungan kemitraan dan kurang lancarnya komunikasi politik antara pihak eksekutif dengan lembaga legislatif, antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antara Pemerintah dengan Rakyat, dan antara Lembaga Legislatif dengan Rakyat, dapat berakibat negatif bagi tumbuhnya radikalisme.
 
Kondisi ini dapat membahayakan stabilitas nasional, bila kita tidak waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan dan penangkalan. Implementasi kewaspadaan nasional, yang membuat kita menjadi peka, siaga dan sigap terhadap ancaman, untuk kemudian mengambil langkah-langkah perbaikan pengelolaan aspirasi, kesejahteraan dan keamanan dapat menangkal tumbuhnya radikalisme di Indonesia.
 
Bangsa ini pernah dikenal sebagai bangsa yang ramah tamah. Bangsa yang santun. Bangsa yang menghargai perbedaan. Bangsa yang menjunjung tinggi nilai gotong royong sebagai nilai kebersamaan. Karakter ini telah berurat dan berakar dalam sistem sosial masyarakat Indonesia sejak lama. Keberadaan sistem nilai tersebut kemudian diformulasikan ke dalam suatu sistem nilai yang kemudian disebut Pancasila.
 
Ada banyak usaha untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa, baik dari luar maupun dari dalam serta gabungan usaha dari keduanya, tetapi sampai saat ini nilai ini masih kuat sebagai landasan dan pegangan bersama mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Secara konstitusional kita pernah dipaksa dengan Konstitusi RIS yang amat bertentangan dengan nilai kebangsaan dalam Pancasila, tetapi konstitusi ini tidak bertahan lama dan kita kembali ke Konstitusi Sementara 1950.
 
Tidak terhitung rongrongan imperialisme sepanjang sejarah RI serta rongrongan dari paham agama dan komunis, tetapi bisa diatasi oleh perjuangan rakyat bersama aparat keamanan. Dari pengalaman sejarah khususnya di Indonesia, perkembangan ideologi tidak terlepas dari perkembangan politik. Demikian sebaliknya, antara ideologi dan politik ada hubungan kuat yang timbal balik. Ideologi politik merupakan salah satu pengertian dari sekian banyak pengertian tentang ideologi.
 
Agar masyarakat dapat hidup bebas sesuai dengan jati dirinya, maka sepatutnya bangsa Indonesia harus bangkit dari keterpurukannya. Ini berarti harus menumbuhkan semangat baru yang menjadi andalan masyarakat produktif. Melalui proses itu bangsa Indonesia akan menghargai hasil karyanya sendiri, mempunyai semangat percaya diri yang mencerminkan perkembangan dan peningkatan harkat bangsa sebagai manusia.
 
Dengan meninggalkan bentuk kehidupan yang semu itu, Bangsa Indonesia harus kembali sadar akan harkatnya sendiri untuk mampu berdaya saing yang tangguh. Untuk itu ada tantangan berat yang harus diatasi terlebih dahulu yaitu menghadapi ancaman faham oportunisme, karena secara kultural merupakan akar keterpurukan bangsa dewasa ini yang selalu bertentangan dengan Pancasila.
 
Upaya penting untuk menurunkan tensi gerakan radikal di Indonesia adalah demokratisasi dan keterlibatan Insan politik di parlemen. Skenario tersebut sebenarnya adalah menciptakan saluran aspirasi dari gerakan jalanan menuju ruang-ruang parlemen yang lebih terkontrol.
 
Negara ini dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, di mana di dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau warga kelas satu. Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan Negara memiliki kedaulatan penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis untuk mengubah tatanan, dengan cara-cara yang melawan hukum.
 
Negara harus mampu memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil dan makmur, sejahtera, aman, beradab dan merdeka sesuai dengan Pancasila yang merupakan karakter hati nurani bangsa kita yang melekat kuat dalam falsafah hidup bangsa terlembaga dan melekat kuat pula dalam diri bangsa Indonesia, sehingga berkembang menjadi jati diri bangsa. *
 
*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial, tinggal di Jakarta