BATAMTODAY.COM, Jakarta - Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan, telah mewajibkan seluruh kapal motor yang berbobot lebih dari 35 GT (gross tonnage), untuk diasuransikan mulali 1 Maret 2015. Pemberlakuan ketentuan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor AL.801/1/2 Phb 2014 tanggal 8 Desember 2014 perihal Kewajiban Mengasuransikan Kapal dengan Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal dan/atau Perlindungan Ganti Rugi.
Melalui surat edaran itu, seluruh pemilik kapal dengan karakteristik tersebut wajib untuk mengasuransikan kapalnya dengan Asuransi Penyingkiran Kerangka Kapal dan/atau Perlindungan Ganti Rugi. Jika pemilik kapal tidak mematuhi ketentuan ini maka akan dikenakan sanksi adminsitratif berupa peringatan, pembekuan izin atau pencabutan izin.
Dikutip dari rilis Kementerian Perhubungan, kewajiban itu dikecualikan bagi kapal perang, kapal negara yang digunakan untuk melakukan tugas pemerintahan, kapal layar dan kapal layar motor, atau kapal motor di bawah 35 GT.
Untuk mensosialisasikan aturan tersebut, Dirjen Perhubungan Laut menyelenggarakan seminar sehari tentang Pelaksanaan Kewajiban Asuransi Kerangka Kapal (Wreck Removal Insurance) yang diikuti stakeholder terkait di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Selasa (24/2/2015) lalu.
"Kewajiban mengasuransikan kapal tersebut adalah untuk penyingkiran kerangka kapal dan perlindungan ganti rugi," kata Bobby R Mamahit, Direktur Perhubungan Laut.
Sementara itu Sekretaris Dirjen Perhubungan Laut, Budi Setiajid, menjelaskan, surat edaran tersebut untuk melengkapi pasal 203 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Kewajiban itu juga diatur dalam PP Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 71 Tahun 2013 tentang Salvage atau Pekerjaan Bawah Laut.
Sedangkan untuk melaksanakan Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Laut telah mengeluarkan peraturan dengan Nomor HK.103/2/20/DJPL-14 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Tidak Diberikan Pelayanan Operasional Kapal.
"Dengan adanya surat edaran yang baru tersebut akan memperkuat, terlebih lagi dalam surat edaran tersebut tidak hanya dilengkapi dengan tata cara pengenaan sanksi namun tentang kewajiban dari pemilik kapal untuk melaporkan kerangka kapal yang tenggelam," katanya.
Budi menyampaikan, pada pasal 203 UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pemerintah mewajibkan kepada para pemilik kapal untuk menyingkirkan kerangka kapal dan/atau muatannya maksimum 180 hari sejak kapal tenggelam. Untuk menjamin tanggung jawab pemilik kapal itu, pemilik wajib mengasuransikan kapalnya.
Dia menjelaskan, apabila kapal mengalami musibah dan tenggelam, tentunya diperlukan upaya tindak lanjut untuk segera dilakukan penyingkiran dalam rangka menghilangkan hambatan dan menjaga kelancaran operasional kapal lainnya terkait aspek keselamatan dan keamanan pelayaran pada alur pelayaran dan kolam pelabuhan.
"Untuk melakukan kegiatan tersebut tentunya membutuhkan pembiayaan cukup besar yang dapat memberatkan para pemilik kapal. Untuk itulah kewajiban asuransi tersebut diberlakukan," terangnya. (*)
Editor: Roelan