Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Aktivitas Penambangan Pasir Ilegal Kian Merajalela di Nongsa
Oleh : Hadli
Rabu | 21-01-2015 | 19:18 WIB
tambang pasir ilegal di batu margong nongsa.jpg Honda-Batam
Aktivitas penambangan ilegal di Batu Mergong, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa. (Foto: Hadli/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Jembatan Nongsa terancam ambruk oleh aktivitas penambangan pasir ilegal di sekitarnya. Setelah ancaman lingkungan akibat aktivitas yang dilakukan CV Sambau Bertuah, ekosistem di sekitar jembatan itu juga terancam oleh aktivitas penambangan ilegal di Batu Mergong, Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa.

Pantauan di Jembatan Nongsa samping Pelabuhan Feri Internasional Nongsaa Pura, aktivitas pengerukan pasir di lokasi ini semakin dikawatirkan akan merusak ekosistem ribuan pohon bakau di situ. Pasir yang melorot ke dasar disedot kembali sehingga pertahanan mengrove berpotensi runtuh, termasuk jembatan tersebut. 

Dalam sehari, puluhan truk yang mengangkut pasir ilegal melintasi depan rumah dinas Kapolda Kepri, Brigjen Pol Arman Depari, di Mapolda Kepri, Batubesar, Kecamatan Nongsa. Truk-truk pengangkut pasir ilegal ini mengambil pasir yang ditambang oleh ratusan orang di Batu Mergong, belakang Mapolda Kepri dengan kapasitas melebihi muatan. 

Di lokasi, kondisi struktur bukit-bukit sudah porak-poranda akibat dilakukan penambangan kurang lebih lima tahun terakhir. Pipa paralon malang-melintang di lokasi penampungan pasir. Setidaknya terdapat 50 mesin yang dioperasikan di lokasi tersebut. 

"Mesin-mesin ini sebagian milik oknum aparat polisi, TNI termasuk oknum Bapedal Batam yang disewakan. Sebagaian ada juga milik masyarakat. Setiap hari juga ada polisi berpakaian dinas menggunakan sepeda motor masuk ke lokasi penambangan. Satu mesin bayar Rp50 ribu," kata seorang tokoh masyarakat setempat berinisial R, kepada BATAMTODAY.COM, Rabu ( 21/1/2015). 

Ia menuturkan, mesin tersebut seharga sekitar Rp20 juta. Namun jika dilihat dari aktivitas yang dilakukan, modal untuk membeli mesin itu dikalkulasi bisa kembali dalam waktu kurang dari 30 hari.

"Satu truk pasir seharga Rp600 ribu, Rp150 ribu untuk pemilik lahan dan Rp100 ribu untuk pekerja. Lalu Rp200 ribu untuk pemilik mesin, sisanya pemilik truk," jelas dia kembali. 

Menurutnya, dia dan warga sekitar Tanjungbemban sudah berupaya untuk menghentikan aktivitas tersebut, termasuk penertiban dari pemerintah setempat. Namun pengerukan tersebut kembali dilakukan setelah sempat beberapa hari berhenti. 

"Kalau pemerintah daerah tidak sanggup, kami berharap dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat mengatasi masalah kami. Karena sudah menghawatirkan. Dulunya bukit tinggi, sekarang sudah berubah menjadi lubang yang besar," ujarnya. (*)

Editor: Roelan