Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Banyak Keterbatasan, BPJS Dianggap Buruk Dibandingkan dengan Jamsostek
Oleh : Surya
Rabu | 21-01-2015 | 14:14 WIB
Hardi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Komite III DPD RI Hardi Hood, Anggota DPD asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Para pekerja dan perusahaan di Batam mengeluhkan pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang tidak sesuai harapan, malahan lebih buruk dari Jamsostek yang diterimanya selama ini.


BPJS Ketenagakerjaan dinilai memiliki banyak keterbatasan dibandingkan dengan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), sehingga dianggap tidak maksimal untuk men-cover kesehatan para pekerja.

Hal itu disampaikan Senator Hardi Selamat Hood, Anggota DPD RI Kepulauan Riau (Kepri) di Jakarta, Rabu (21/1/2015).
"Dengan pelaksanaan BPJS, maka seluruh unit kesehatan di pabrik atau di perusahaan harus ditutup. Fasilitas kesehatan yang jadi rujukan adalah puskesmas atau klinik-klinik swasta," kata Hardi yang juga Ketua Komite III DPD RI ini.

Hardi mengatakan, dalam RDP dengan HRD perusahaan se-Batam, serta Direktur Pelayanan dan Pemasaran BPJS Kepri di Hotel Pusat Informasi Haji, Batam pada 22 Desember 2014 lalu, terungkap bahwa perusahaan di Batam mengeluhkan implementasi BPJS di lapangan.

"MC Dermott, salah satu perusahaan besar di Batam mengeluhkan tidak boleh lagi memberikan pelayanan kesehatan kepada pekerja. Kalau ada pekerjanya yang sakit harus gunakan fasilitas perusahaan, ini mengganggu jam kerja pekerja dan perusahaan," katanya.

Selain itu, kata Hardi, fasilitas kesehatan BPJS yang diterima pekerja, juga sangat minim. "Kalau Jamsostek, bisa langsung ke Jakarta atau Singapura. Kalau BPJS tidak bisa, selain harus dapat rujukan dari puskesmas atau klinik, fasilitas rumah sakit rujukannya juga terbatas. Intinya BPJS tidak bisa melayani," katanya.

Menurut Hardi, para pekerja di Batam menilai implementasi BPJS lebih buruk dari Jamsostek. "Karena itu, para pekerja kembali ke Jamsostek. Harusnya dilebur ke BPJS mendapatkan pelayanan lebih baik, tapi faktanya lebih buruk. Banyak klaim kesehatan pekerja yang tidak ditanggung BPJS," katanya.

Ketua Komite III DPD RI ini berharap agar BPJS transparan dalam hal pelayananya kepada para pekerja, mana yang menjadi hak pekerja, perusahaan dan BPJS.

"Selama ini BPJS tidak transparan, misalnya soal obat katanya ada kriteria. Kita harap fasilitas kesehatan yang diterima pekerja sama ketika masih di Jamsostek," katanya.

Berikut Butir-butir Kesimpulan RDP dengan HRD Perusahaan se-Batam dan BPJS Kepri :

1. Belum maksimalnya pelayanan klinik mitra BPJS (faskes I) dalam memberikan kesehatan kepada peserta BPJS, sebab banyak ditemui kasus peserta BPJS yang ditolak berobat dengan alasan jam praktek dokter sudah selesai, sementara rumah sakit tidak mau menerima tanpa rujukan.

2. Tidak hanya di faskes I beberapa RS swasta sering menolak rujukan BPJS dengan alasan tempat tidur penuh.

3. Untuk perusahaan/badan usaha sudah memiliki standar pelaytanan yang lebih baik, kewajibab menjadi peserta dianggap sebagai penurunan kualitas, sebab sebelumnya mereka sudag memiliki mitra dengabn layanan yang lebih baik, namun aturan sekarang mewajibkan mereka menjadi peserta BPJS.

4. Beber[a perusahaan mengeluhkan atas pelayanan admnistrasi pihak BPJS, terutama terkait masalah database karyawan maupun sinkronisasi data karyawan dan pembayaran.

5. Kalangan perusahan meminta pemerintah menunda pemberlakukan BPJS Kesehatan non penerima bantuan iuram (PBI) yang rencananya di mulai 1 Januari 2015 lalu. Mereka menilai BPJS Kesehatan tidak siap untuk melakukan pelayanan yang sesuai dengan standar dunia.

Editor: Surya