Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Targetkan Peningkatan Populasi Spesies Langka
Oleh : Redaksi
Selasa | 20-01-2015 | 08:39 WIB
harimau_sumatera.jpg Honda-Batam
Harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae). (Foto: net)

BATAMTODAY.COM, Palembang - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menargetkan peningkatan populasi 25 spesies yang terancam punah sebesar 10 persen hingga 2019. Populasi spesies hewan langka di Indonesia yang akan ditingkatkan di antaranya seperti  harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan jalak bali (Leucopsar rothchildi).

"Kita targetkan peningkatan jumlah 25 spesies terancam punah sebesar 10 persen hingga tahun 2019. Untuk memenuhi target tersebut, selain melalui kegiatan yang selama ini dilaksanakan seperti penangkaran dan pelepasliaran satwa, kebun binatang juga wajib hukumnya membangun breeding," kata Bambang Dahono Adji, Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian LHK.

Hal itu disampaikan Bambang pada Seminar Nasional Konservasi Biodiversitas Sub-Region Sumatera Bagian Selatan dengan tema Pengarusutamaan Nilai, Status, Monitoring Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem, di Palembang, belum lama ini.

Menurut Bambang, ancaman atas keanekaragaman hayati seperti punah dan berkurangnya populasi flora dan fauna di alam serta berkurangnya luasan wilayah hutan disebabkan oleh ulah manusia yang melakukan perambahan, perburuan liar, pembalakan liar, dan pembakaran hutan.

"Perambahan kawasan konservasi di Sumsel masih banyak terjadi. Misalnya pertambakan udang yang berada di kawasan Taman Nasional Sembilang dan pembalakan liar di kawasan Hutan Harapan di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan (Sumsel)," papar Bambang.

Menurut Bambang, untuk mengatasi kerusakan lebih dari 10 juta kawasan hutan di Indonesia, Kementerian LHK melaksanakan restorasi dengan melakukan penanaman di area seluas 100.000 hektar per tahun. Namun demikan, ia mengakui hal ini jauh dari memadai untuk menutupi kawasan dan hutan konservasi yang terlanjur rusak.

"Kalau perambahan dan pembalakan liar terus terjadi, restorasi semakin tak ada gunanya. Perlu pelibatan masyarakat di sekitar kawasan konservasi serta pendekatan khusus kepada para perambah," ujarnya. (*)

Sumber: mongabay