Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Memaknai Kunjungan Presiden Jokowi ke Papua
Oleh : Opini
Kamis | 08-01-2015 | 09:53 WIB
jokowi-papua-antara.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Papua, beberapa waktu lalu. (Foto: Antara via bisnis.com).

Oleh: Yonda Martha S*
 
KUNJUNGAN Presiden Jokowi di Jayapura pada 27 Desember 2014, guna merayakan Natal Nasional Bersama Masyarakat Papua, merupakan bentuk apresiasi Presiden Jokowi terhadap perkembangan Papua.

Dalam kunjungannya ke Papua ini, Jokowi juga menjalankan sejumlah agenda, antara lain berkunjung melakukan blusukan ke Wamena untuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat setempat, serta meresmikan sejumlah pasar.

Ribuan warga mulai dari orang dewasa, pemuda dan anak-anak kecil itu langsung mengabadikan peristiwa kedatangan Presiden ketujuh Republik Indonesia itu dengan kamera telepon seluler, bahkan banyak yang membawa bendera Merah Putih dan melambai-lambaikan, sebagai ucapan selamat datang.

Dalam perjalanan dari Sentani menuju Kota Jayapura terjadi sedikit insiden yang mengejutkan tepatnya di Kampung Netar, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo berhenti sekitar lima hingga sepuluh menit lamanya. Kejadian ini membuat Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan Pasukan Tirai dari Kodam XVII/Cenderawasih kewalahan karena tidak ada agenda untuk Presiden foto bersama di tepi Danau Sentani.

Sontak saja kejadian ini membuat awak media tersenyum setelah mengetahui bahwa  ternyata Presiden Jokowi berhenti untuk berfoto bersama di sekitar kampung itu yang terletak tepat di bibir Danau Sentani. Pada malam harinya, Presiden menghadiri Perayaan Natal Nasional di GOR Waringin, Kabupaten Jayapura.

Papua  selalu menjadi perhatian utama bagi siapapun presiden Republik Indonesia, termasuk juga Presiden Jokowi yang menempatkan Papua menjadi pehatian prioritas seiring : 1) Presiden Joko Widodo perduli dengan nasib dan keadaan Papua saat ini, hal ini bisa saja merupakan bagian dari strategi agar pembangunan di Papua dapat berjalan sesuai dengan program yang diharapkan serta berbagai permasalahan di  Papua dapat terselesaikan dengan baik sehingga Papua tetap dan selamanya dalam NKRI.
 
2) Gerakan separatisme di Papua kerap diperkeruh oleh kekuatan-kekuatan luar/asing yang mencoba meraup keuntungan di tengah konflik yang muncul. Untuk itu diperlukan ketegasan sikap dari seorang Pemimpin serta utamanya masyarakat Papua dapat dengan sinergis bersama Pemerintah menyelesaikan berbagai permasalahan secara baik. 3) Kedatangan Presiden Joko Widodo ke Papua menjadi modalitas strategis bagi penguatan kembali komitmen untuk penyelesaian masalah. 

Yang menjadi titik concern deprivasi relatif bagi formulasi resolusi konflik komprehensif yaitu:
Pertama, memberikan ruang pengakuan bagi socio-cultural exposure simbol dan identitas ke-Papua-an sebagai salah satu high culture Indonesia pada berbagai event internasional yang selayaknya direpresentasikan oleh Papua, hal ini pentinmg untuk menegaskan bahwa Papua bagian yang tidak terpisahkan dari NKRI dan sudah sangat final.

Kedua, penguatan pembangunan pendidikan dan karakter akademik bagi orang Papua sebagai modalitas affirmative action. Pemerintah membangun sentra dan institusi pendidikan baru di Papua, di luar yang telah ada, dengan titik berat pada pendidikan berbasis ketrampilan (vocational) seperti politeknik. Mendatang harus  banyak orang dari timur, termasuk Papua, menjadi pemimpin dalam berbagai bidang. Orang Papua mendatang juga memiliki kesempatan dan ruang pada institusi-institusi strategis, menjadi jenderal, komandan pasukan pengamanan presiden, gubernur BI, hakim agung, atau apapun yang bisa membuat mereka 'feeling Indonesian' dan bahkan menjadi garda terdepan yang mempertahankan keutuhan NKRI.

Ketiga, Mengupayakan pembangunan insfrastruktur secara berjangka, khususnya fasilitas jalan dan penerangan, melalui strategi 'segitiga mengepung' yang bisa dijelaskan sebagai pembangunan jalan poros segitiga Jayapura-Timika/Merauke-Sorong/Manokwari secara bertahap masuk pada wilayah-wilayah tengah yang terisolasi yang ke depannya diharapkan dapat menciptakan konsentrasi baru berikut sentra sosial-ekonomi-perdagangan baru. Hal ini sekaligus menjadi evaluasi dan koreksi atas kebijakan membuka wilayah isolasi yang dimulai dari tengah yang justru menimbulkan kerumitan baru. 

Keempat, mengupayakan renegosiasi Perusahaan tambang yang ada di Papua yang berbasis peningkatan prosentase yang dipergunakan untuk kemaslahatan masyarakat Papua yang sejahtera. Kelima, rekonseptualisasi dan redefinisi implementasi kebijakan otonomi khusus dengan karakter yang lebih menekankan engagement (pelibatan) dan empowerment (penguatan) bagi aspirasi lokal, tidak hanya sebagai appeasement strategy yang malah menciptakan celah pemborosan anggaran dan off target.
 
4. Kedatangan Jokowi ke Papua, bagi sebagian masyarakat Papua, Jokowi memang sudah dikenal sebagai "presiden" jauh-jauh hari sebelum beliau dilantik. Masyarakat Papua memiliki harapan besar untuk kesejahteraan Papua kepada pasangan Jokowi-JK, maka dari itu pasangan tersebut mendapatkan sebagian besar suara rakyat Papua untuk memilihnya pada pemilihan presiden kemarin. Bagi masyarakat Papua, sosok Jokowi yang bersahaja dan pembawaannya yang sederhana menjadi obat penyegar di tengah arus politik yang membingungkan sebagian masyarakat Indonesia. Jokowi seperti memberikan harapan baru untuk menuntaskan masalah-masalah yang terjadi di Papua. Terlepas dari isu-isu tentang berbagai aksi kekerasan di  Papua, Jokowi memang sudah mempunyai ruang tersendiri di hati masyarakat Papua. Dari yang tinggal di kota, hingga yang tinggal di Honai-honai di kampung pedalaman yang sulit dijangkau.

Selamat Natal bagi saudaraku di Papua semoga harapan baru yang lebih baik dapat dirasakan oleh masyarakat Papua serta semoga Presiden Jokowi selalu diberikan kekuatan dapat bekerja keras untuk membawa Indonesia khususnya Papua menjadi lebih baik dan sejahterah serta damai. *
 
*) Penulis adalah Mahasiswi Pascasarjana Papua di Bandung, Aktif pada Lembaga Studi Pengembangan Indonesia Timur.