Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sinyal AirAsia QZ 8501 Tak Bisa Ditangkap
Oleh : Redaksi
Senin | 29-12-2014 | 15:35 WIB
peta prediksi jatuhnya airasia.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Petugas Basarnas menunjukkan lokasi pesawat AirAsia QZ8501 yang hilang kontak. (Foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Kepala Badan SAR Nasional, Bambang Soelistyo, mengaku pihaknya tidak bisa menangkap sinyal darurat pesawat AirAsia QZ 8501. Pakar dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi mengatakan hal itu lumrah terjadi jika pesawat jatuh ke laut.

Melalui jumpa pers pada Senin (29/12/2014), Bambang mengatakan, setiap pesawat memiliki Emergency Local Transmitter (ELT) atau pemancar sinyal darurat. Alat itu secara otomatis bekerja memancarkan sinyal darurat jika pesawat bertabrakan atau jatuh.

"Seharusnya sinyal ditangkap sistem kita dan memberikan peringatan. Namun, sampai detik ini, sinyal itu tidak tertangkap dalam sistem kita. Negara-negara tetangga sudah kita cek dan mereka juga tidak menangkap sinyal ELT (AirAsia QZ 8501)," ujar Bambang.

Bambang mengaku spesifikasi peralatan yang dimiliki pihaknya belum seperti yang diharapkan. Karena itu, Basarnas akan melibatkan kapal riset milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

"Atas kekurangan teknologi, kita juga telah berkoordinasi melalui Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) untuk meminjam perangkat dari negara-negara yang sudah menawarkan, di antaranya Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat," kata Bambang.

Soal lokasi pencarian, Mardjono optimistis pesawat AirAsia QZ 8501 akan bisa ditemukan relatif lebih mudah mengingat perairan sekitar Pulau Bangka, Pulau Belitung, dan Selat Karimata lebih dangkal ketimbang di perairan Sulawesi—lokasi jatuhnya Adam Air pada 2007. "Saat itu, pesawat Adam Air berada 2.000 meter permukaan laut."

Sementara penyelidik senior Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Prof Dr Mardjono Siswosuwarno, yang menangani penyelidikan jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Majene, Sulawesi Barat, pada 1 Januari 2007 lalu, mengatakan hal itu bisa saja terjadi.

"Masalahnya, kalau antena ELT terlepas, sinyal tidak terpancar, seperti kasus jatuhnya Sukhoi di Gunung Salak. Lalu kalau terendam air laut, ELT juga tidak bisa memancarkan sinyal," kata Mardjono.

Di dalam laut, sambungnya, fungsi ELT digantikan dengan Underwater Locator Beacon atau pinger.
"Alat itu menempel pada black box dan memancarkan terus menerus suara ping, ping, ping selama 30 hari. Suara tersebut memancar dalam frekuensi dan interval tertentu dengan jarak 500 meter dari posisi ULB," jelasnya kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Untuk mendeteksi suara ULB, sonar harus digunakan. Biasanya kapal perang punya perangkat sonar. Cara lain ialah menyeret TPL (Towed Pinger Locator) menggunakan kapal. (*)

Sumber: BBC