Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Polusi Udara Parah, Peneliti Sebut Beijing Nyaris tak Bisa Dihuni Manusia
Oleh : Redaksi
Senin | 22-12-2014 | 13:21 WIB

BATAMTODAY.COM - INDUSTRI di Tiongkok tumbuh dengan pesat. Di balik pesatnya pertumbuhan industri itu, warga di sejumlah kota di Tiongkok mulai 'berteman' dengan polusi. Udara di Beijing, salah satunya, pun dianggap salah satu yang paling tercemar di bumi, dan nyaris tak layak lagi untuk dihuni manusia.

Dalam penelitian terbaru dari Akademi Ilmu Sosial Shanghai, dipaparkan, penduduk Beijing saban hari harus 'dikarantina'. Bangunan di seluruh kota harus dilengkapi dengan pembersih udara khusus. Warga pun terpaksa berolahraga di dalam ruangan, di bawah kubah karet pelindung khusus.

Jika bukan karena kubah, siswa akan terpaksa beraktivitas yang dikelilingi lapisan tebal polusi berbahaya yang hampir tidak pernah reda. Polusi udara di Beijing pun semakin pekat. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit memperkirakan, penduduk Beijing yang rata-rata berusia 18 tahun akan menghabiskan 40 persen sisa hidupnya sebagai manusia yang penyakitan.

Di seluruh kota, bangunan yang dimodifikasi itu untuk membuat penduduknya dikurung dalam kamar dan ruang tertutup rapat, agar tak tercemar udara luar. Akibatnya, warga Beijing tak bersentuhan dengan sinar matahari sebagai sumber vitamin D dalam tubuh.

Sebuah studi yang dilakukan pada awal tahun ini pada wanita hamil di Beijing, ditemukan bahwa mereka kekurangan vitamin D akibat selalu "mengarantina" diri mereka. Beberapa wanita dilaporkan mengonsumsi suplemen vitamin D, namun tetap tak memenuhi kebutuhan optimal.

Pemerintah setempat sebenarnya juga telah mengambil tindakan tegas terhadap industri yang mencemari langit Beijing. Sayangnya, udara yang tercemar itu butuh waktu lama agar bisa bersih dari polutan.

Sejumlah ilmuwan dan pengusaha telah mengusulkan solusi yang baru. Salah satunya pemasangan kabel tembaga bawah tanah yang dimagnetisasi untuk menarik polusi udara. Usul lainnya, menggali parit raksasa di pegunungan untuk menangkap kantong-kantong polusi.

Belakangan, pemerintah setempat lebih memilih untuk menggunakan hujan buatan untuk membersihkan udara di Beijing. Cara ini juga dimaksudkan agar krisis air di Beijing juga bisa diatasi. (*)

Editor: Roelan