Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Diminta Tingkatkan Pembangunan Infrastruktur Dasar di Kepri
Oleh : Surya
Jum'at | 05-12-2014 | 08:07 WIB
2014-12-05 08.47.12.jpg Honda-Batam
Anggota Komite IV DPD RI asal Kepulauan Riau Haripinto Tanudjaja

BATAMTODAY.COM,Jakarta -Anggota DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Haripinto Tanudjaya mengatakan, Komite IV DPD menemukan data jumlah wajib pajak di Batam  mencapai 500 ribu wajib pajak.


Padahal jumlah penduduk di Batam mencapai 1,2 juta jiwa, sehingga tidak mungkin sebanyak setengahnya jumlah penduduk di Batam sudah mengantongi Nomor Pokok Wajib Pajak  (NPWP).

Ada dugaan kejanggalan ketidaksinkronan database wajib pajak sesungguhnya di Kantor Pajak  Batam. Berdasarkan pengawasan yang dilakukan Komite IV DPD ditemukan fakta ternyata data  wajib pajak di Batam tidak pernah diperbarui.

"Kantor Pajak Batam memang tidak melakukan udpate terhadap pemilik NPWP, karena keterbatasan SDM pajak dalam operasional. Pemilik NPWP di Batam kira-kira mencapai 500 ribu, dan yang aktif membayar pajak baru sekitar 3,9 persen wajib pajak saja," kata Haripinto di Jakarta, Jumat (5/12/2014).

Menurutnya, tidak mungkin pemilik NPWP di Batam mencapai 500 ribu,paling tidak 10 persen dari jumlah penduduk di Batam adalah wajib pajak. 

"Rasionalnya wajib pajak pribadi itu 10 persen dari jumlah penduduk, sementara wajib pajak perusahaan di Batam ada 5000. Jadi mustahil wajib pajak pribadi sampai 500 ribu wajib pajak, berarti ada potensi pajak yang belum dibayar jika demikian," katanya.

Haripinto mengungkapkan, saat  kunjungan kerja ke Kepri dalam rangka melakukan pengawasan UU Perpajakan pada November 2014 lalu, yang dipimpin Wakil Ketua Komite IV DPD Ajiep Pandindang dan beranggotakan 11 Anggota DPD, ditemukan beberapa masalah dalam pendataan wajib pajak di Batam.

Yakni database wajib pajak, keterbatasan SDM pajak dalam operasional, ada ketidaksinkronan dan tidak ada koordinasi antar intansi karena adanya ego sektoral masing-masing intansi.

"Soal database, di Batam itu banyak pekerja keluar masuk itu tidak pernah dicatat dan diperbarui. Kalau soal SDM dengan adanya keterbatasan itu, tidak ada update data perpajakan dan kurangnya petugas pemungut pajak. Sementara soal egosektoral, misalnya kantor pajak tidak ada koordinasi dengan intansi Dispenda atau Samsat, pajak bumi dan bangunan, serta pajak restoran," ungkapnya.

Namun dari temuan tersebut, belum ada indikasi pidananya terkait database 500 ribu pemilik NPWP, tapi lebih pada masalah administratif dalam pendataan wajib pajak saja. "Jadi tidak ada penyelewengan atau masalah yang perlu tindak pidana, ini murni masalah administratif saja tidak adanya perbaikan database wajib pajak," katanya.

Ia mengatakan, Komite IV DPD sudah menyampaikan beberapa rekomendasi terhadap permasalahan perpajakan di Batam, seperti perbaikan database, penambahan personil pemungut pajak, dan koordinasi dengan instansi terkait.

"Rekomendasi akan disahkan dalam Rapat Paripurna DPD, Jumat (5/12) ini. Selanjutnya rekomendasi tersebut akan disampaikan ke mitra kerja kita, Menteri Keuangan.  Komite IV DPD RI akan membahasnya  kementerian dan lembaga terkait, setelah masa reses berakhir yakni pada masa persidangan kedua, mulai Januari 2014," kata Anggota Komite IV DPD RI ini.

Haripinto menambahkan, pajak sebenarnya bukan sumber satu-satunya dana untuk pembangunan, tapi adalah investasi di masing-masing daerah,termasuk di Kepri. 

"Hasil Rapat Kerja dengan BI, kebutuhan investasi sangat besar untuk pembangunan, melebihi penerimaan pajak dan PNBP. Saat ini pemerintah perlu menggali pasar uang atau modal untuk membiayai pembangunan, bukan terus bergantung pada penerimaan pajak untuk jangka panjangnya," ujar Haripinto.

Untuk membiayai pembangunan infrastuktur saja  selama 5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wapres Jusuf Kalla (JK), katanya, setidaknya diperlukan dana sebesar 5000 triliun. Dana tersebut, tidak mungkin dapat dipenuhi dari penerimaan pajak, melainkan dibiayai dari investasi yang masuk ke Indonesia.

"Kalau di Kepri perbandingan rasio investasinya 4 : 1. Itu sudah cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, tetapi tetap bisa ditingkatkan lagi," katanya.

Haripinto berharap agar pemerintah terus meningkatkan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, ketersedian listrik dan air agar investor lebih tertarik untuk menanamkan investasi dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia, khususnya di Kepri.

"Saya kasih contoh, kenapa investasi di Tanjungpinang tidak berkembang, kurang menarik karena listriknya sering mati dan airnya kalau kemarau kering. Makanya kalau soal investasi, Tanjungpinang kalah sama Karimum dan Batam meskipun sama-sama masuk dalam FTZ karena infrastruktur dasarnya tidak dipenuhi," katanya.
 
Editor: Surya