Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Otak Orang Lansia Masih Plastis, Kok!
Oleh : Redaksi
Jum'at | 21-11-2014 | 09:08 WIB
otak_elastis.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM - Anggapan selama ini, penuaan menyebabkan otak menjadi kurang fleksibel (plastis). Oleh karena itu, pembelajaran oleh lansia juga menjadi sulit.

Namun sebuah studi baru yang dipimpin oleh peneliti Universitas Brown bertentangan dengan asumsi tersebut. Penelitan terbaru ini menyatakan plastisitas masih bisa terjadi di otak lansia yang mempelajari hal-hal baru dengan baik. Hanya saja, plastisitas itu terjadi di bagian yang berbeda dibandingkan pada otak orang yang lebih muda.

Ketika banyak lansia mempelajari tugas visual yang baru, para peneliti menemukan, mereka tiba-tiba menunjukkan perubahan signifikan yang terkait dalam materi putih (white matter) di otak. Materi putih adalah "kabel" bagi otak atau akson, yang dilapisi bahan yang disebut myelin yang dapat membuat transmisi sinyal menjadi lebih efisien. Sementara, pada orang yang lebih muda, plastisitas terjadi pada korteks.

"Kami berpikir bahwa derajat plastisitas di korteks menjadi semakin terbatas dengan orang-orang yang lebih tua," kata Takeo Watanabe, Profesor di Universitas Brown dan rekan penulis penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Communications.

"Namun, mereka (lansia) tetap berkemampuan untuk belajar, visual setidaknya, dengan mengubah struktur materi putih," imbuhnya.

Penelitian melibatkan 18 sukarelawan berusia 65-80 tahun dan 21 relawan berusia 19-32 tahun untuk belajar dan melakukan tugas persepsi visual abstrak di laboratorium selama sekitar sepekan. Mereka melihat layar yang menunjukkan tekstur latar belakang berbentuk garis pada arah tertentu.

Kadang-kadang sebuah potongan kecil di layar akan menunjukkan dengan cepat satu dari dua arah arah garis yang berbeda dari latar belakang itu. Subjek hanya perlu menekan tombol yang menunjukkan mereka melihat sebuah potongan dengan orientasi tertentu.

Peneliti juga mengamati otak dari para relawan pada awal dan akhir pekan dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik (RMI), yang dapat menunjukkan plastisitas di korteks, dan menggunakan pencitraan tensor difusi, yang dapat menunjukkan perubahan dalam materi putih pada otak.

Pemindaian difokuskan pada bagian otak yang bertanggung jawab pada proses belajar visual, korteks visual muda (materi abu-abu, grey matter), dan pada materi putih di bawahnya. Selain itu, para peneliti mengubah posisi potongan tekstur di bagian yang sama dari bidang visual subjek.

Ini untuk memastikan bahwa bagian tertentu dari korteks visual (dan materi putih di bawahnya) yang menangani sinyal untuk proses belajar tersebut, akan dilatih. Sementara bagian lainnya diabaikan.

Para peneliti pun menemukan beberapa hal penting. Perubahan di korteks pada orang yang lebih muda lebih signifikan dari lansia. Sementara perubahan materi putih pada lansia justru lebih signifikan dibanding orang muda. Namun, baik lansia maupun orang yang lebih muda, perubahan otak hanya terjadi pada bagian yang sesuai dengan bagian tertentu dari bidang visual di mana potongan terbentuk.

Berdasarkan hubungan antara perubahan materi putih dan kinerja pembelajaran pada lansia, para peneliti menemukan bahwa mereka dipisahkan menjadi dua kelompok yang jelas berbeda: "pembelajar yang baik" dan "pembelajar yang lemah".

Pada kelompok yang belajar dengan sangat baik (akurasi mereka dalam membedakan potongan meningkat lebih dari 20 persen), anggota menunjukkan hubungan positif antara perubahan materi putih dan peningkatan pembelajaran mereka. 

Namun di antara kelompok "pembelajar yang lemah" kelompok (yang memiliki peningkatan kurang dari 20 persen), trennya adalah bahwa perbaikan pembelajaran menurun dengan perubahan materi putih yang lebih besar.

Bagi lansia, terkait peningkatan belajar dan plastisitas otak, plastisitas tidak selalu menurun seiring bertambahnya usia. Namun mungkin saja menggeser pemutihan rambut ke materi putih otak. (*)

Editor: Roelan