Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pilih Emas Hitam atau Padi Kuning
Oleh : Tunggul Naibaho
Senin | 13-12-2010 | 20:36 WIB

Batam, batamtoday - Wilayah kecamatan Pulau Laut Timur yang selama ini dikenal sebagai lumbung padi bagi kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan, tidak lama lagi akan berubah fungsi menjadi ladang batubara. Perubahan ini mungkin secara ekonomis sangat menjanjikan, namun hal itu hanya untuk segelintir orang, bukan untuk kemaslahatan banyak orang.

Demikian disampaikan aktivis lingkungan Walhi Kalimantan Selatan, Dwitho Parsetiandy, kepada batamtoday per telepon, Senin (13/12).

"Memang tidak bisa disangkal bahwa batubara 'sangat' menjanjikan dibanding padi. Tetapi itu menjanjikan hanya bagi sebagian orang, dan bukan untuk banyak orang dan generasi yang akan datang," ujar Dwitho,"

"Apalagi penambangan itu hanya akan berlangsung selama 8 tahun, sementara kerusakanya mungkin akan dirasakan cukup lama dan mungkin untuk hitungan generasi," tambah Dwitho.

Dikatakan Dwitho, yang akan menggarap tambang batubara di Pulau laut adalah PT Mantimin Coal Mining (MCM) dengan luas areal konsesi 1.964 Ha.


PT MCM adalah pemilik izin Perjanjian Kuasa Pengusahaan Penambangan Batubara (PKP2B) yang izinnya dikeluarkan Pemerintah Pusat Melalui Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun 1997, namun sampai sekarang masih dalam tahap proses penyusunan KA-ANDAL (analisa dampak lingkungan) di Komisi AMDAL Propinsi dan BAPEDALDA Propinsi Kalimantan Selatan.

Dwitho melalui Walhi setempat telah berulang-ulang mengingatkan pemerintah agar mengevaluasi ulang rencana penambangan batubara di wilayah Pulau laut Timur. Bukan saja karena wilayah Pulau laut sebagai lumbung beras bagi kabupaten Kotabaru, tetapi juga dampak lingkungan yang diakibatkanya akan berlangsung lama bahkan bisa berlangsung dalam hitungan generasi.


Pulau Laut Timur

Kecamatan Pulau Laut Timur adalah sentra padi Kabupaten Kotabaru sejak tahun 2003, selain itu juga  untuk memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan yang tersebar di berbagai wilayah di sekitarnya.

Luas kecamatan Pulau Laut Timur sekitar 642,81 km2 dengan kepadatan penduduk 20,04 jiwa/km2 (Kabupaten Kotabaru dalam Angka 2006).

Luas tanaman padi (padi gogo dan padi sawah) hingga tahun 2006 seluas 1.090 Ha dengan produksi 3.448 ton/Ha. Tahun 2005 seluas 1.218 ha dengan produk 3.166,8 ton atau 2,60 ton/Ha.

Luas tambak (produktif/tidak produktif) di Sungai Limau (327,58 Ha/392,11 Ha), Karang Sari Indah (200,00 Ha/693,87 Ha), Betung (200,00 Ha/321,93 Ha), Bekambit Asri (200,00 Ha/306,99 Ha), Sejakah (175,00 Ha/507,08 Ha), Batu Tunau (205,00 Ha/631,59 Ha), Tj Harapan (20,00 Ha/ 133,31 Ha).

Untuk meningkatkan produksi maka kini sedang dibangun bendungan Seratak dengan luas  786.800 m2, Dan pembangunan  bendungan ini akan sia-sia jika rencana penambangan itu juga tetap jalan.
 
Menurut Dwitho, rencana penambangan batubaru di Pulau Laut tidak hanya berakibat lokal, tetapi dampaknya juga akan dirasakan kabupaten tetangganya yaitu Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Pertanian di HST pun akan hancur.

Pemerintah Kabupaten HST melalui Badan Pengelola Lingkungan Hidupnya dan DPRD HST mengatakan izin pertambangan batubara itu sangat menyakiti hati rakyat HST, karena mayoritas penduduknya adalah petani.

Hulu Sungai Tengah

Dampak dari penambangan batubara ini juga akan dirasakan masyarakat Hulu Sungai Tengah (HST) karena area konsesi pertambangan batubara mereka melewati Sungai Hintuan, Sungai Tain, Sungai Miulang yang ke semuanya bermuara ke Sungai Batang Alai yang merupakan sungai utama sebagai sumber irigasi petani.

"Apalagi jika pembangunan bendungan Sungai Batang Alai yang akan mengairi 6.223 Ha sawah rampung, itu akan menghidupi sekitar 9.900 petani yang ada di Kabupaten HST. Namun semua menjadi percuma dengan penambangan itu," jelasnya.

Selain itu berdasarkan overlay peta kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 453/1999, ternyata konsesi pertambangan batubara PT MCM sebagian bertumpang tindih dengan kawasan Hutan Lindung.
"Jadi sudah jelas bahwa kegiatan eksplorasi dan eksploitasi tambang batubara PT MCM juga akan mengancam keberadaan kawasan hutan lindung dan catchment area Sungai Batang Alai," tegas Dwitho.

Pertambangan batubara tersebut diprediksikan akan memperparah bencana banjir yang selama ini terjadi di HST seperti yang terjadi pada tahun 2005 dan tahun-tahun sebelumnya. 

"Akan sia-sia upaya antisipasi yang dilakukan Dinas PU dan Bangwil HST dengan membersihkan aliran sungai dan pembuatan kanal banjir", kata Dwitho. 

Kerawanan bencana banjir dan longsor di Kabupaten HST akan semakin meningkat dengan adanya pertambangan di catchment area Sungai Batang Alai. Seperti diketahui pada tahun 2006 lalu Pemda HST telah menetapkan kawasan Batu Benawa, Barabai,Labuan Amas Utara, Labuan Amas Selatan, Pandawan, dan Batang Alai Selatan sebagai daerah rawan banjir dan longsor.