Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kepala BLH Lingga Tak Tahu Lokasi Hutan yang Jadi Area Penambangan
Oleh : Nurjali
Senin | 20-10-2014 | 15:09 WIB
IMG_20141015_195722.jpg Honda-Batam
Junaidi, Kepala BLH Kabupaten Lingga saat melakukan survei lahan pasca-tambang di Desa Sekanah. (Foto: Nurjali/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Daik - Terhentinya aktivitas perusahaan tambang di Kabupaten Lingga setelah adanya aturan mewajibkan perusahaan tambang untuk memiliki smelter agar dapat melakukan ekspor, menimbulkan masalah baru. Ribuan hektar lahan pasca-tambang dibiarkan begitu saja.

Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Lingga juga belum memiliki data akurat mengenai lokasi hutan yang menjadi bekas area penambangan tersebut. "Sampai saat ini BLH belum melakukan pendataan. Jadi, detilnya belum tahu," kata Junaidi, Kepala BLH Kabupaten Lingga, Senin (20/10/2014).
 
Karena tak punya data pasti, dia juga mengaku belum mengetahui berapa perusahaan yang belum dan sudah melakukan reklamasi lahan.

Sebelumnya, Junaidi juga sempat turun langsung ke salah satu perusahaan tambang di Desa Sekanah yang hingga saat ini lahannya dibiarkan begitu saja tanpa ada reklamasi.

"Reklamasi lahan wajib dilaksanakan oleh perusahaan tambang sesuai dengan aturan yang berlaku. Itu harus ditaati oleh semua perusahaan tambang," katanya.

Sementara itu mantan anggota Komisi II DPRD Lingga, Harun, menegaskan bahwa pihak-pihak yang berwenang harus turun tangan menanggapi masalah ini. Dia menyatakan, tidak sedikit lahan hutan yang tidak direboisasi oleh perusahaan tambang sehingga lahan tersebut kini dibiarkan begitu saja.

Belum lagi adanya dugaan penggelapan pajak dan gratifikasi yang dilakukan sejumlah pejabat di Lingga terkait izin tambang yang dikeluarkan. "Semua dinas terkait harus maksimal, baik BLH, Dinas Kehutanan, dan Dinas Pertambangan. Jangan biarkan mereka mengambil hasilnya saja, tapi tak mau mereklamasi," tegasnya.

"Belum lagi izin pelepasan kawasan hutan yang wajib dipertanyakan. Sekarang tidak sedikit desa yang terkena dampak tersebut. Spa yang dapat mereka kelola hasil hutan sudah susah, nelayan mau ke laut juga sulit karena aktivitas penambangan di laut," kata Harun. (*)

Editor: Roelan