Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

4 Raksasa Sawit Ikrar Jaga Hutan, NGO Minta Jangan Hanya Bagus di Atas Kertas!
Oleh : Redaksi
Jum'at | 26-09-2014 | 10:58 WIB
kebun sawit mongabay.jpg Honda-Batam
Potret nyata di Kalimantan Tengah, bagaimana hutan berubah menjadi lapangan yang disiapkan untuk kebun sawit. Jangan sampai, perusahaan-perusahaan itu hanya berkomitmen di atas kertas, sedang di lapangan masih terjadi seperti ini. (Foto: Sapariah Saturi/Mongabay)

BATAMTODAY.COM - Empat produsen raksasa sawit dunia yang beroperasi di Indonesia, bersama Kadin Indonesia, menandatangani komitmen  sawit berkelanjutan di New York, 25 September 2014.  Berbagai kalangan menyambut baik komitmen ini, tetapi harus bisa dipastikan implementasi di lapangan berjalan. Bukan hanya bagus di atas kertas atau buat pencitraan saja.

Empat raksasa sawit,  Golden Agri Resources (GAR), Wilmar, Cargill dan Asian Agri bersama Kadin Indonesia, bersamaan dengan pertemuan iklim di New York, mengumumkan komitmen minyak sawit berkelanjutan, nol deforestasi dan menghargai hak-hak masyarakat. Penandatanganan komitmen ini disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Komitmen ini disambut positif berbagai kalangan, namun terpenting bagaimana implementasi di lapangan. Jangan, sampai komitmen hanya bagus di atas kertas dan hanya pencitraan perusahaan-perusahaan ini ke lembaga keuangan, pembeli (konsumen) dan pemerintah.

Edi Sutrisno, devisi Advokasi Kebijakan Transformasi untuk Keadilan Indonesia (TUK Indonesia) mengatakan, komitmen mereka langkah bagus, tetapi masyarakat dunia harus melihat realitas di lapangan. "Terutama terkait konflik, jangan gara-gara komitmen ini seakan-akan mereka menjadi baik semua," katanya di Jakarta, Kamis (25/9/20114).

Dia melihat, di lapangan masih banyak konflik-konflik antara perusahaan dan warga. Hak-hak masyarakat masih terabaikan.  Edi mencontohkan, konflik lahan warga dengan Sinar Mas di Padang Halaban, Sumatera Utara (Sumut) sampai sekarang belum ada penyelesaian. "Ini yang membuat kita khawatir, komitmen hanya di atas kertas, terlebih di tengah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum," ucap Edi.

Dia mengatakan, jangan sampai komitmen ini hanya sebagai pembenaran buat mengamankan  bisnis mereka di mata lembaga keuangan (bank) dan konsumen serta pemerintah yang akan terus melanggengkan bisnis. "Secara deklarasi cukup baik. Ya, harapannya pasar dan bank kuat mengawasi ini agar tak sekadar imej."

Guna memastikan perusahaan menjalankan praktik baik, TUK pernah mendesak bank asing melakukan due diligence atas uang-uang yang mereka pinjamkan.

Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan Besar Walhi Nasional menduga, ada upaya menyembunyikan praktik mereka sebelum mendeklarasikan komitmen.

Dia mencontohkan, Wilmar  berani berkomitmen menurunkan deforestasi non persen kawasan gambut. Nyatanya, dua "cucu" perusahaan ini , PT Sawindo Cemerlang dan PT Sawit Tiara Nusa, masih menebang di hutan alam, di Pahuwato, Gorontalo. Wilmar punya saham pada PT Agri Kencana Grup, induk kedua perusahaan itu.

Contoh lagi, titik api alias kebakaran hutan dan lahan masih banyak ditemukan pada konsesi perusahaan. Misal, titik api pada 2013-2014, di Sumatera Selatan,  mayoritas ditemukan di konsesi HTI, antara lain Sinar Mas.  "Ga cukup hanya komitmen lalu diklaim jadi contoh baik. Luar biasa."

Zenzi melihat, dengan manifesto global (komitmen) ini malah berpotensi berbahaya bagi hutan dan masyarakat. Sebab, pemodal di bisnis sumber daya alam bisa membuat skenario dengan menunggangi isu iklim.

Dari skenario ini, katanya, tak hanya terjadi intervensi kesepakatan global juga lokal. Di Indonesia, pemerintah sedang proses RUU Konservasi Air dan Tanah. "Ini curiga jadi payung hukum perampasan lahan baru." Sedang perusahaan sektor konservasi lancar dengan 'bisnis' restorasi ekosistem (RE).

Dalam salah satu draf Pasal dalam RUU ada klausul pengguna air wajib membayar jasa kepada yang melakukan konservasi air dan tanah. "Itu berpotensi menyusahkan warga atau petani. Bisa jadi petani pakai air konsesi RE wajib bayar pada perusahaan. Pemegang modal punya skenario pegang bisnis di Indonesia," katanya.

Menurut dia, RE akan diklaim para pengusaha skala besar sebagai bentuk kontribusi  rehabilitasi hutan. Padahal, kawasan itu memang hutan lestari bahkan sebagian wilayah kelola masyarakat. perampasan sumber kehidupan rakyat atas nama penyelamatan iklim global.

WWF: Momentum luar biasa
Sementara itu, WWF menyambut baik dan menyatakan, komitmen itu momentum luar biasa. Efransjah, CEO WWF-Indonesia, mengatakan, komitmen ini mengarah pada transformasi industri minyak sawit global. WWF, katanya,  menaruh keyakinan komitmen para petinggi  industri sawit terkemuka dan Kadin ini memberikan titik terang di pasar global. "Bahwa Indonesia serius menjalankan langkah-langkah perbaikan menuju produksi minyak sawit berkelanjutan."

Dia sadar, tantangan yang dihadapi dalam menjalankan komitmen ini sangat besar dan keberhasilan implementasi komitmen mutlak memerlukan dukungan para produsen lain, organisasi lingkungan, pedagang, konsumen, pemerintah dan masyarakat.

Irwan Gunawan, Strategic Leader of Agriculture & Fisheries Market Transformation WWF-Indonesia mengatakan, sebenarnya pasar global merupakan pendorong penting membantu industri sawit Indonesia mencapai standar keberlanjutan.

"Memboikot atau mencari pengganti sawit bukanlah jalan keluar. Justru berpotensi membawa dampak sampingan terhadap banyak hal di luar komoditas  itu. Yang penting bagaimana menyeimbangkan kepentingan-kepentingan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan," katanya dalam rilis kepada media.

WWF percaya, komitmen yang disampaikan di New York berada di jalur tepat dalam mencapai keseimbangan antara ekonomi, sosial dan lingkungan.

Sumber: Mongabay.co.id