Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BPK Sebaiknya Diisi Auditor, Bukan Politisi
Oleh : Surya
Jum'at | 05-09-2014 | 11:37 WIB
Marzuki-Alie.jpg Honda-Batam
Ketua DPR Marzuki Alie

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua DPR RI Marzuki Ali menegaskan seharusnya lembaga audit negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bersih dari politisi, karena  harus bebas dari intervensi dan berbagai konflik kepentingan politik. 

Sebab, rekrutmen anggota BPK seharusnya bukan oleh DPR RI, melainkan oleh panitia seleksi (Pansel) yang dibentuk oleh pemerintah, DPR RI, dan melibatkan masyarakat.

"Saya dari dulu menyatakan kurang tepat rekrutmen anggota BPK oleh DPR RI, karena lembaga DPR adalah lembaga politik. Dalam rekrutmennya pasti ada perhitungan politik. Kalau BPK diisi oleh politisi atau yang berafiliasi ke partai, maka saya khawatir akan menggangu eksistensi BPK sebagai lembaga audit keuangan negara," tegas Marzuki Alie dalam dialektika demokrasi 'Mencari figur anggota BPK yang Kompeten dan Berintegritas' bersama Yenny Sucipto Sekjen Nasional Fitra, dan Roy Salam dari Indonesia Bugjet Center di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (4/9/2014).

Namun sementara ini lanjut politisi Demokrat itu, karena masih menjalankan UU yang lama, di mana uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) itu dilakukan oleh Komisi XI DPR RI. Karena itu, kalau proses rekrutmen itu dinilai kurang bisa dipertanggungjawabkan, maka harus merevisi-judicial review UU itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kualifikasi dari konsekuensi Pansel yang independen tersebut menurut Marzuki, maka harus ada kualifikasi persyaratan terhadap calon agar tak pilih kucing dalam karung. Pertama latar belakang pendidikan harus auditor, rekam jejak, track ecord, agar memahami tugas pokok dan fungsi BPK. 

"Kedua pengalaman, pengalaman itu penting. Ketiga adalah jangan jadikan BPK sebagai alat politik. Jadi, yang tidak memenuhi kualifikasi itu coret saja," ujar Marzuki.

Menurutnya, menjadi Anggota BPK  pasti akan banyak pihak  yang berkepentingan memanfaatkannya. 

"Dari bupati, wali kota, gubernur, dan pejabat lembaga negara lainnya termasuk BUMN. Mereka sangat berkepentingan dengan BPK. Untuk itu, kalau BPK dijadikan alat politik, maka akan berbahaya dan merusak demokrasi," pungkasnya.

Diketahui terdapat politisi dan mantan politisi DPR yang ikut dalam proses seleksi tersebut antara lain Harry Azhar Azis (Golkar), APA Timo Pangerang (Demokrat), Sohibul Imam (PKS), Demokrat Achsanul Qosasih (Demokrat). Sedangkan 2 orang anggota DPD RI adalah Zulbahri dan Hasybi Anshori. Mantan anggota DPR RI sebelumnya ada Rizal Djalil (PAN), Ali Masykur Musa (PKB), Teunku M. Nurlif (Golkar),

Berikut ke-67 nama calon anggota BPK: Ivone Carolina Nalley, Eko Sembodo, Mahendro Sumardjo, Syafri Adnan Baharuddin, Eddy Rasidin, Agus Prawoto, Moermahadi Soerja Djanegara, Budiono Widagdo, Yudi Carsana, Medan Parulian Nababan, Emita Wahyu Astami, , Endang Sukendar, Gunawan Sidauruk, Zindar Kar Marbun, Binsar H Simanjuntak, Eddy Mulyadi Soepardi, Rusli Nasution, Rio Zakaria, Widi Wijaya Gitaputra, Hernold Ferry Makawimbang, Yusran Basri Hasanuddin, Gagaring Pagalung, Abdul Latief, Bambang Pamungkas, Wahyu K Tumakaka, Harry Indrajit Sorharjono, Usman Abdhali Watik, Lauddin Marsuni, Mohd Rizal Rambe, Sastra Rasa, I Gede Oka.

Sri Kusyuniati, Rini Purwandari, Hadi Priyanto, Arief Mahardiwan, Sukendar,  Asikum Wirataatmadja, Hening Tyastanto, Muhammad Nuryatmo Amin, Muhamad Nadratuzzaman Hosen, Nasrul, Ignatius Anindya Wirawan Nugrohadi; Muhammad Asdar; Nur Iswan, Jhon Reinhard Sihombing, Rama Pratama, Indra Utama, G Suprayitno, Hasan Naryadi, Nur Yasin, Andi Wahyu Wibisana, Penny Kusumastuti Lukito, Harry Z Soeratin, Chandra Wijaya, Mohammad Aly Yahya, Riant Nugroho; Daniel Pangaribuan, Eddy Faisal, dan Razaki Persada.

Editor: Surya