Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Yang Terbakar di Riau Bukan Hutan
Oleh : Redaksi
Senin | 25-08-2014 | 11:32 WIB

BATAMTODAY.COM - Lebih dari separuh lahan yang terbakar di Riau adalah "kuburan hutan" berisi lahan yang rusak dan pepohonan yang telah ditebang dan mati. Hutan yang sudah ditebang namun belum dimanfaatkan menjadi lahan perkebunan menjadi salah satu sumber masalah kebakaran lahan yang terus terjadi di Riau. 

Hal ini terungkap dari laporan terbaru tim peneliti dari Center for International Forestry Research (CIFOR) yang berbasis di Bogor, Jawa Barat yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Report baru-baru ini.

Laporan ini disusun oleh David LA Gaveau beserta tim, setelah meneliti kondisi hutan di Riau satu bulan setelah Singapura dilanda polusi terparah akibat kebakaran hutan pada bulan Juni 2013. Indeks polusi udara singapura selama 24 jam saat itu mencapai angka tertinggi, 246 atau masuk dalam ketegori "sangat tidak sehat".

Dari sisi peruntukan lahan, hasil penelitian David dan tim di lapangan menemukan, sebagian besar kebakaran (82 persen) terjadi di Riau terjadi di lahan yang diklasifikasikan sebagai bukan hutan (non-forest), seluas 133.216 hektar. Hanya 7 persen (12.037 hektar) lahan yang terbakar yang masuk dalam kategori hutan sebelum kebakaran tersebut terjadi.

Yang menarik, lima tahun lalu, lebih dari separuh dari lahan yang terbakar ini (58 persen; 94.308 hektar) masih berbentuk hutan. Dan sebanyak 57 persen dari wilayah bukan hutan (non-forest) yang terbakar adalah "kuburan hutan" karena di sana lahan telah diolah dan pepohonan telah ditebang dan mati.

Dari sisi kepemilikan, tim peneliti menemukan, 52 persen dari wilayah yang terbakar (84.717 hektar) masuk dalam wilayah konsesi dalam arti wilayah yang telah diberikan ijin untuk diolah menjadi perkebunan. Namun, 60 persen dari wilayah konsesi yang terbakar ini (50,248 hektar, atau 31 persen dari wilayah total yang terbakar) juga dihuni oleh komunitas.

Sebanyak 48 persen dari total wilayah sisa yang terbakar adalah milik Departemen Kehutanan. Menurut tim peneliti, deforestasi yang terjadi di wilayah ini dipicu oleh kebakaran dan masih adanya "perebutan" status kepemilikan lahan dengan pemerintah lokal. Masalahnya menjadi rumit, karena tim peneliti menemukan kegiatan pertanian oleh komunitas sebulan setelah kebakaran lahan terjadi.

Tim peneliti menyimpulkan, faktor cuaca juga memicu terjadinya kebakaran lahan. Kebakaran lahan terjadi pada musim kering yang berlangsung selama dua bulan berturut-turut setelah wilayah Riau mengalami musim yang basah di atas rata-rata pada bulan-bulan sebelumnya.

Wilayah kebakaran hutan juga terjadi di wilayah yang sudah dipersiapkan sebagai lahan perkebunan. Pohon-pohon ditebang dan mati, air di lahan gambut dikeringkan. Hilangnya air dan sistem kanopi alami meningkatkan risiko kebakaran hutan yang telah dipicu oleh kondisi musim kering yang ekstrem. Menurut tim peneliti, kebakaran hutan akan terus terjadi jika konversi hutan alami dan lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit terus berlanjut.

Sumber: hijauku.com