Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Samudra Atlantik Jadi Kunci untuk Jeda Pemanasan Global
Oleh : Redaksi
Jum'at | 22-08-2014 | 11:43 WIB

BATAMTODAY.COM - SEBUAH penelitian menunjukkan, perlambatan pemanasan global sejak akhir 1990-an diperkirakan akibat perubahan pola sirkulasi di Samudera Atlantik. Penelitian itu dipulikasikan di jurnal Science, 22 Agutus 2014.

Ka-Kit Tung, ilmuwan atmosfer di University of Washington di Seattle, yang menjadi penulis utama mengatakan, pola sirkulasi ini membawa perairan tropis yang hangat ke lintang yang lebih tinggi, kemudian "tersedot" ke laut dalam lalu mengalir kembali menuju Equator.

Menurut Tung, dari 1970 hingga 1990-an gerakan tersebut relatif lambat. Hal itu memungkinkan air hangat cukup lama berada di permukaan dan bisa "melepas" panas ke udara sehinga berkontribusi terhadap pemanasan global yang cepat.

Namun sekitar 1999, arus itu semakin cepat dan mengirimkan air yang relatif hangat ke laut dalam sebagai gantinya. "Itu sudah cukup untuk menjelaskan mengapa suhu permukaan daratan dan lautan tampaknya telah stabil sejak 1998," kata Tung dan co-authornya, Xianyao Chen, seorang ahli kelautan di Ocean University of China di Qingdao, seperti dilansir Nature.

Para ilmuwan telah berjuang untuk menjelaskan perlambatan ini, dengan teori-teori mulai dari perubahan kecil dalam luminositas surya hingga peningkatan polusi udara di Asia yang dapat menghasilkan kabut terang yang menyebarkan sinar matahari kembali ke angkasa.

Untuk menguji hipotesis mereka, Tung dan Chen meneliti data dari instrumen oseanografi yang telah mengukur kondisi bawah permukaan sejak awal 1970-an untuk melihat apakah mereka bisa menemukan panas yang hilang itu "tersembunyi" di laut dalam.

Mereka memeriksa data dari Samudra Pasifik yang menjadi fokus dari beberapa penelitian sebelumnya. "Kita bisa menemukan sedikit (perubahan), tapi tidak cukup," kata Tung.

Tetapi ketika mereka melihat pengukuran di Samudera Atlantik dan lautan selatan, para peneliti menemukan peningkatan besar dalam jumlah panas yang mencapai kedalaman hingga 1.500 meter, yang diperkirakan dimulai sejak pemanasan global melambat.

Perubahan sirkulasi laut terkait dengan perubahan siklus salinitas di perairan lintang yang tinggi. Ketika pola sirkulasi lambat, air permukaan yang hangat memiliki lebih banyak waktu untuk kehilangan kelembaban karena penguapan. Hal ini menyebabkan kadar garam (salinitas) meningkat ketika tiba di zona lintang tinggi dan "tenggelam". Karena itu, air yang cepat "tenggelam" ini akan mempercepat arus.

Tapi Tung menilai efek itu tidak akan berlangsung selamanya. Selagi arus menjadi cepat, air hangat kehilangan sedikit kelembabannya akibat penguapan dan menjadi segar. Panas yang dibawa air juga menyebabkan gletser di kutub mencair dan melepaskan air segar ke permukaan laut. Akhirnya, salinitas yang cukup rendah tak menyebabkan air tersebut tenggelam secepat di lintang tinggi, dan memperlambat pola sirkulasi global.

Data suhu dari Inggris tengah menunjukkan bahwa proses ini telah berlangsung selama sekitar 350 tahun, pada CYCLE2 sekitar 70 tahun. (*)

Editor: Roelan