Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Wakil Ketua MPR Sebut Gugatan Pilpres ke MK Buktikan Kinerja KPU Tak Maksimal
Oleh : Irawan Surya
Senin | 11-08-2014 | 18:07 WIB
wakil_ketua_mpr_ri.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y Thohari. (Foto: net)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y Thohari, menegaskan jika Mahkamah Konstitusi (MK) itu secara kelembagaan struktural dan sumber daya manusia (SDM)-nya independen dan imparsial. Karena itu, putusannya bersifat final dan mengikat sehingga tak bisa digugat lagi. Dan, gugatan ke MK itu membuktikan bahwa kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara tidak maksimal.

"Khususnya yang dipilih oleh DPR RI melalui uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test sudah berlangsung secara terbuka dan transparan serta bisa dibedah oleh masyarakat selama diuji tersebut. Tapi, bukan berarti yang dipilih oleh Presiden RI dan MA RI tidak baik. Untuk itu, keputusan MK harus diterima legowo oleh semua pihak," tandas Ketua DPP Golkar itu pada diskusi Independensi MK bersama pakar komunikasi politik UI, Lely Aryani, di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (11/8/2014).

Karena itu anggota masyarakat baik dalam pilpres maupun pilkada yang telah menemukan indikasi kecurangan dan ketidakdilan selama pemilu berikut hasilnya di Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka berhak mengajukan gugatan ke MK. "Itu memang perintah konstitusi dan mekanisme yang harus dilakukan. Sebab, melalui proses hukum di MK itulah sebagai cara penyelesaian yang beradab," ujarnya.

Namun demikian menurut Hajriyanto, memang tidak ada yang maha adil kecuali di akhirat kelak, karena yang namanya manusia pasti ada keterbatasan-keterbatasan dan kekurangan. Tapi, tidak ada alasan untuk tidak mempercayai putusan MK tersebut karena mereka sudah bekerja secara maksimal.

"Kinerja MK selama ini sudah berhasil dan baik meski di sana-sini masih ada masalah seperti kasus suap mantan Ketua MK Akil Mochtar," tambahnya.

Justru, kata Hajriyanto, dirinya prihatin dengan munculnya lembaga-lembaga swasta termasuk survei yang malah menjadi partisan, karena masuk dalam tim sukses capres atau Pilkada. "Kecenderungan lembaga-lembaga swasta menjadi partisan itu negatif," pungkasnya.

Menurut Lely Aryani, proses pngadilan di MK itu proses hukum, sehingga harus diperkuat dengan bukti-bukti dan saksi-saksi hukum yang kuat, dan bukan proses politik. Karena itu putusannya harus ada kepastian hukum dan keadilan. "Putusan tanpa keadilan akan sia-sia. dan, yang paling berat bagi Prabowo-Hatta di MK ini adalah menghadirkan bukti-bukti dan saksi-saksi," katanya.

Sementara itu kalau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dinilai Lely hanya memiliki keputusan etik dan tak bisa membatalkan hasil pilpres, dan itulah yang harus diperdebatkan dengan DKPP dan DPR RI yang menyusun aturan. "Kenapa putusan DKPP tak bisa membatalkan hasil pemilu? Itulah yang harus diperdebatkan dengan DKPP dan DPR sendiri selaku pembuat aturan," pungkasnya. (*)

Editor: Roelan