Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jeritan Hati Jendaita Pinem Mencari Keadilan Hukum (Bagian II)
Oleh : Charles Sitompul
Sabtu | 12-07-2014 | 17:20 WIB

JENDAITA Pinem mengaku bukanlah pengurus ataupun pimpinan perseroan di CV Tri Karya Abadi (TKA), perusahan pertambangan bauksit di Dompak yang awalnya dituding melakukan pencuriaan dan penyerobotan lahaan milik PT Terira Pratiwi Development (TPD) atas laporan polisi No.Pol: LP/B.81/IV/2009, tanggal 21 April 2009. Namun dalam penyelidikan polisi dikembangkan menjadi tindak pidana penambangan tanpa izin dengan membuat laporan polisi No.Pol: LP/34/VII/2009, Reskrim tanggal 18 Juli 2009 tentang Penambangan tanpa izin (illegal mining).

Jendaita Pinem mengaku hanya seorang karyawan yang baru bekerja 48 hari dan sampai saat ini belum menerima gaji. Namun demikian, atas laporan dan konspirasi massif dalam perkara pencuriaan yang diubah ke dalam perkara illegal mining, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungpinang menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan serta denda atas kesalahan yang tidak pernah dilakukannya.

Uniknya, Suban Hartono sebagai pemilik PT Kemayan Bintan -dan kadang-kadang berubah nama menjadi PT Kemayen Bintan- mengaku sebagai pemegang hak atas tanah Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 00871 di Desa Dompak, Kecamatan Tanjungpinang Timur yang diperoleh dari PT TPD pada 20 November 1996 berdasarkan akta jual beli PPAT Nomor: 828, 20-11-96 melalui Notaris Neneng Roosiana Supangat.

Tetapi, kata Jendaita, sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan, HGB itu bukan berarti sebagai izin untuk memiliki tanah dan harta yang terkandung di dalamnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. "Di situ dinyatakan, bahwa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan (HGB) ialah hak untuk mendirikan bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri," kata Jendaita.

Karena itu, Jendaita menilai, berdasarkan Pasal 35 ayat (1) ini, Suban Hartono melalui PT Kemayan Bintan tidak pernah memiliki tanah di Dompak. Apalagi SHGB Nomor 00871 yang telah dilaporkan hilang oleh Suban Hartono pada 17 Maret 2011, namun Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak menerbitkan HGB yang baru sebagai pengganti HGB-HGB yang dilaporkan hilang oleh Suban Hartono. "Maka, secara hukum benarlah Suban Hartono tidak mempunyai tanah di Dompak berdasarkan SHGB No.00871," terangnya.

Selain dari itu, Perolehan HGB juga, terindikasi cacat hukum, sebab, Perubahan pindah milik didaftarkan ke kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau pada tanggal 21-11-96, Kemudian perubahan atau peralihan atas kepemilikan sertifikat Hak Guna Bangunan disahkan dalam kurun waktu 1 (satu) hari kerja, yaitu pada tanggal 22-11-96 oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau yang pada saat itu dijabat Syamsul Kamar Yusuf BA, Tanpa menyebutkan Nominal Jual belinya.

Seharusnya, sesuai dengan aturan jual beli, Pemindahaan hak milik, harus didasarkan pada Akte jual Beli di PPAT, yang seharusnya wajib hukumnya, menyebutkan Nominal nilai Jual beli yang dilakukan, guna melindungi hak Negara agar tidak dirugikan dari segi Pajak Penjual dan Pajak Pembeli.

Sesuai dengan Petikan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Riau Nomor: 840/550/24.06/1995 tentang pemberian Hak Guna Bangunan atas nama PT.Terira Peratiwi Development, Memutuskan: Dengan ketentuan tanah tersebut oleh pemohon akan dipergunakan untuk Proyek Pembangunan Perumahan.

Selanjutnya dalam Petikan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional Propinsi Riau Nomor: sk.840/550/24.06/1995 dalam keputusanya dikatakan, "Penerima Hak diwajibkan membayar uang pemasukan melalui Bendaharawan Khusus Penerima pada Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau Dst.

Kemudian Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional tersebut juga menyatakan, "Apabila didalam areal yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan ini ternyata masih terdapat pendudukan/penggarap yang dilakukan masyarakat secara menetap dan belum mendapat penyelesaian, maka menjadi kewajiban dan tanggungjawab sepenuhnya penerima hak dalam menyelesaikan dengan sebaik-baiknya menurut ketentuan Peraturan yang berlaku".

Harusnya, dengan belum terselesaikanya sejumlah lahaan masyarakat pada lahaan yang di kalim PT.Terira Partiwi Depelopmant sebagai lahanya atas perolehaan Izin prinsif serta HGB, sesuai dengan surat keputusan kantor Pertanahaan "Maka  emberian Hak Guna Bangunan PT.TPD dengan sendirinya batal, apa bila penerima hak tidak memenuhi salah satu syarat atau ketentuan yang dimaksud.

"Sampai saat ini, dari fakta dan data dilapangan, Penyelesaian hak terhadap tanah masyarakat yang dikuasai secara menetap diantaranya berdasarkan Sertipikat Hak milik, Alas Hak dan lain-Lain yang menjadi kewajiban dan tanggungjawab sepenuhnya dari penerima hak belum diselesaikan oleh penerima hak,"ujarnya.

Selain itu dari data dan fakta autentik di lapangan, kata Jendaita, PT TPD bersama-sama Suban Hartono atau PT Kemayan Bintan sendiri telah menyalahgunakan peruntukannya untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain apabila dengan sengaja mengubah peruntukannya dari proyek pembangunan perumahan menjadi lokasi penambangan bijih bauksit dengan cara menyewakan.

"Dengan demikian Suban Hartono atau PT Kemayan Bintan tidak pernah memiliki tanah di Dompak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria," terang Jendaita lagi.

"Oleh karena itu sepanjang Suban Hartono atau PT Kemayan Bintan tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikannya secara autentik berdasarkan SHGB Nomor 00871 dan tuduhannya dalam laporan polisi No.Pol: LP/B.81/IV/2009 tentang dugaan tindak pidana pencurian dan penyerobotan tanah, maka Suban Hartono Patut dinyatakan telah membuat keterangan palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 dan Pasal 266 KUHP," kata Jendaita. (*)

Editor: Roelan