Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Laut Semakin Asam, Ikan Kian Berkurang
Oleh : Redaksi
Kamis | 03-07-2014 | 15:56 WIB

BATAMTODAY.COM - LAUTAN sangat penting untuk produksi makanan berbasis perikanan dan budidaya. Tetapi kemampuan laut untuk menyediakan makanan bagi manusia ini sensitif terhadap perubahan iklim dan pengasaman laut.

Di seluruh dunia, sektor perikanan memenuhi kebutuhan tiga miliar orang, atau sekitar 20 persen dari asupan rata-rata protein hewani. Kondisi terkini laut membuat 400 juta orang yang bergantung pada ikan sebagai makanan, menjadi kritis. Namun permintaan ikan cenderung meningkat karena jumlah penduduk global meningkat dan kondisi ekonominya menjadi lebih makmur.

Hal tersebut merupakan kesimpulan dari laporan terbaru Assessment Report kelima (AR5) dari Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang dipresentasikan pada Konferensi Perubahan Iklim di Bonn, Jerman pada pertengahan Juni 2014.

Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas Riset dan Pengembangan di Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Agus Supangat, yang mengikuti presentasi tersebut menjelaskan, perubahan iklim mempengaruhi sifat fisik dan kimia laut, yang mempengaruhi dan mengubah sifat biologis organisme laut.

Secara khusus, perubahan suhu dan kadar oksigen laut berdampak pada migrasi, pemijahan dan pola makan, serta migrasi dan pola distribusi dari  ikan dan kerang-kerangan. Secara tidak langsung, ikan dan kerang-kerangan dipengaruhi oleh perubahan produksi primer karena efek langsung dari pengaruh iklim pada pitoplankton.

Agus yang juga peneliti di Kementerian Kelautan dan Perikanan itu mengatakan, perubahan fisik dan kimia laut menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati laut. Semakin asamnya laut juga mempengaruhi pertumbuhan karang dan meningkatkan risiko hidup terumbu karang.

Mengikuti hukum rantai makanan, kondisi terumbu karang akan mempengaruhi ikan dan hewan laut lainnya. Dilaporkan, kulit atau tempurung moluska pun menipis.

Budidaya perikanan juga terpengaruh oleh berkurangnya jumlah pakan ikan (feed-fish) karena upwelling air asam mempengaruhi pertumbuhan kerang, dan peningkatan risiko banjir untuk area pertambakan di daerah tropis.

Perubahan iklim juga meningkatkan resiko kepunahan dari sejumlah besar spesies pesisir dalam beberapa dekade mendatang. Kepunahan spesies tersebut terutama modifikasi habitat, eksploitasi berlebihan dan polusi.

IPCC memperkirakan pada 2050,  perikanan tangkap akan mengalami kerugian akibat perubahan iklim berkisar antara USD 17 sampai 41 miliar, berdasarkan skenario pemanasan global pada 2 derajat celcius. Kerugian tertinggi kemungkinan terjadi di Asia Timur dan Pasifik. Sedangkan pengasaman laut diproyeksikan mendorong penurunan produksi kerang-kerangan global antara tahun 2020 dan 2060.

Hal itu juga meningkatkan potensi penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak sesuai aturan (illegal, unreported and unregulated/IUU  fishing) dari perubahan sumber daya pesisir dan meningkatnya kerawanan pangan.

IUU Fishing akan memicu ledakan pertumbuhan alga (algal bloom) yang mengancam ekosistem dan perikanan dan berkontribusi terhadap peningkatan jumlah 'zona mati' di laut. IPCC menjelaskan tingkat produksi makanan laut akan berubah, di mana tingkat produksi akan menurun di daerah tropis dan justru meningkat pada daerah subtropis.

Menghadapi hal tersebut, adaptasi bisa dilakukan untuk beberapa kasus, tetapi sangat sulit dalam kasus yang lain. IPCC memperkirakan biaya total adaptasi untuk perikanan global 2010 - 2050 hingga USD30 miliar per tahun.

Nelayan dapat beradaptasi dengan beberapa dampak iklim, dengan cara antara lain mengurangi tekanan non-iklim seperti polusi, mengubah pola tangkapan, peralatan atau target spesies, meningkatkan akuakultur, dan ubah ke kebijakan manajemen yang dinamis.

Sebagai sistem yang dinamis, lautan akan terus merespon perubahan masa lalu dan saat ini di iklim dunia. Perubahan seluas samudra dalam ekosistem yang sudah terjadi dan yang diproyeksikan berakselerasi 2050 dan seterusnya.

Perubahan tersebut memiliki implikasi untuk manajemen perikanan, keberlanjutan, keamanan pangan, dan peningkatan pendapatan, terutama di lintang rendah (daerah tropis) dan kecil negara pulau-pulau kecil. Perubahan sistem laut ini akan terus terjadi selama berabad-abad. (*)

Sumber: mongabay