Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Penyanderaan Bermotif Ekonomi

Wapres Berpotensi Sandera Presiden Apabila Presidennya Lemah
Oleh : Surya
Senin | 09-06-2014 | 06:56 WIB
diskusi.jpg Honda-Batam
Diskusi ‘Mencegah Konflik Kepentingan antara Presiden dan Wapres ' bersama pengamat politik LIPI Siti Zuhro, Irman Putra Sidin (pengamat hukum tata negara), Sonny B Harmadi (UI) dan Adhie Massardie (GIB)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pakar hukum tata negara Irman Putrasidin berpendapat, presiden terpilih mendatang harus memiliki tingkat percaya diri tinggi dan siap mengendalikan negara dalam 24 jam.


Sebab jika presidennya tidak kuat atau lemah, maka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya bisa disandera oleh wapres, menteri dan parlemen dalam koalisi partai pengusungnya.

Menurut Irman, jika ada Wapres  bandel dan mau berfungsi menjadi presiden, maka presiden bisa menginisiasi untuk menghentikan wapres.

"Jadi, potensi wapres itu besar untuk menyandera presiden jika presidennya lemah. Padahal apapun alasannya wapres itu harus loyal,"  ujar Irman Putrasidin dalam diskusi 'Mencegah Konflik Kepentingan antara Presiden dan Wapres ' bersama pengamat politik LIPI Siti Zuhro, Sonny Hary Harmadi (UI), dan aktifis Gerakan Indonesia Baru (GIB) Adhie Massardi di Jakarta, Minggu (8/6/2014).

Dengan demikian menurut Irman, begitu presiden terpilih dilantik, maka harus menjalankan konstitusi, dan bukan menjadi petugas atau boneka dari partai pengusung.

"Kalau tidak taat konstitusi, maka bisa menjadi 'Si Maling Kundang' karena akan dikendalikan oleh wapres atau partai pengusungnya. Untuk itu UU melindungi presiden sebagai pemegang kekuasaan Negara," tambah Irman.

Menurut Irman, presiden juga tidak bisa bagi-bagi tugas dengan wapres; seperti dalam masalah ekonomi, politik, keamanan dan sebagainya, karena tugas itu sudah dibagikan ke menteri-menterinya.

"Jadi, tugas wapres menunggu perintah presiden, jangan bagi-bagi peran. Kalau mau mengatur ekonomi, sebaiknya wapres itu jadi Menko ekonomi saja," katanya.

Hal senada dikatakan oleh Sonny. Menurutnya presiden harus kuat mental dan membentuk kabinet kerja yang professional atau zaken cabinet. Sony menilai presiden, tidak perlu takut tersandera oleh wapres maupun parlemen.

"Kalau dari sekarang banyak mengeluh, berarti capres itu tidak siap menghadapi tugas dan beban Negara yang berat ini," katanya.

Namun, jika terjadi pecah kongsi antara presiden dan wakil presiden, lebih bermotif ekonomi ketimbang politik. Karena itu, untuk mengetahui apakah presiden dan wakilnya sejalan dalam pemikiran ekonomi, bisa dilihat dari debat calon presiden dan wakil presiden. 

"Kalau debat soal ekonomi, jawaban wakil presiden bertolak belakang dengan jawaban menteri, atau mengikuti pemikiran sendiri bukan visi-misi pemerintahan yang akan dibangun dapat dipastikan ditengah jalan akan pecah kongsi karena memang motifnya ekonomi, bukan politik," kata pengamat ekonomi dan demografi Universitas Indonesia ini.

Sementara Siti Zuhro menegaskan Presiden terpilih harus memiliki kepemimpinan  bagus dan mampu mengeksekusi kebijakan tanpa campur tangan siapapun termasuk wapres.

Siti mengakui sulit melahirkan pemerintahan  harmonis jika politik bangsa ini masih bersifat transaksional.

Siti mencontohkan hasil Pilkada sejak tahun 2005 -2014, sebanyak 95 persen lebih kepala daerah terjadi pecah kongsi. Selain akibat sistem suara terbanyak, juga setiap parpoi pengusung pasangan merasa telah berkeringat, bekerja keras untuk memenangkannya, sehingga harus ada kepentingan politiknya yang diakomodir.

"Itulah yang mencederai demokrasi," tandas Siti Zuhro.

Editor : Surya