Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menanti Pemimpin Ber-Pancasila di Bumi Pancasila
Oleh : Opini
Selasa | 03-06-2014 | 11:55 WIB

Oleh Ade Supriatin

PANGGUNG SEJARAH lahirnya Indonesia melalui rentang waktu yang begitu panjang. Dimulai dari zaman prasejarah, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu, Budha serta kerajaan Islam. Kemudia era kolonialisasi Belanda dan Jepang memberikan dampak pada keinginan untuk dapat bersatu dalam, berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu.

Keinginan untuk bersatu di kalangan bangsa Indonesia ini menjadi latarbe lakang para tokoh perjuangan pada masa itu untuk melahirkan konsepsi tentang persamaan pemikiran dan pemahaman  mengenai cita-cita hidup manusia Indonesia.

Terlepas dari perselisihan paham tentang ketetapan memperingati hari Pancasila, pada 1 Juni 1945 melalui pidato Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), melahirlkan gagasan besar dan fundamental untuk merumuskan dasar negara, melalui Pancasila untuk yang pertama kalinya.

Pancasila memiliki ciri khas melalui nilai-nilai luhur yang melekat sebelum terbentuk Indonesia menjadi sebuah negara. Nilai adat istiadat, kebudayaan yang luhur serta nilai religius dikristalisasikan menjadi suatu sistem nilai. Upaya ini ditujukan untuk membentuk suatu kesepakatan hidup menjadi negara dalam satu pandangan hidup yaitu, Negara Pancasila untuk mencapai tujuan kesejahteraan sosial yang berkeadilan.

Lima dasar ngara dianggap pusaka ampuh untuk memetakan setiap perbedaan agar mencapai kesepakatan yang terbaik. Adapun 5 rumusan tersebut adalah Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Meskipun di sepanjang perjalanan lahirnya idiologi mengalami kontrversi, namun hingga kini Garuda Pancasila masih tetap menancap di bumi Indonesia. Perspektif pro kontra ini memaknai Pancasila hanya menimbulkan kesenjangan antar kalangan yang tak berujung dan tak berarti.

Dilematika idiologi Pancasila sebagai rujukan berbangsa dan bernegara tampak sebatas pajangan dinding kenegaraan. Begitu juga halnya terhadap kandungan nilai-nilai luhur di dalamnya bagaikan anak terbuang, tidak dipedulikan, tidak diperhatikan dan hanya sebagai syarat keberadaan di tengah-tengah masyarakat. Antara ada atau tiada. Atau jauh panggang dari api. Inilah peribahasa yang dapat menggambarkan kondisi terkini atas penerapan Pancasila pada kehidupan berbangsa bernegara.

Yang terpenting adalah implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi menciptakan suatu bangsa yang bebas dari belenggu kesengsaraan dalam bingkai sebuah idiologi yang telah disepakati. Dengan momentum hari Pancasila ini, igin menegaskan kembali kepada kita pentingnya mewujudkan negara yang melangitkan nilai-nilai Pancasila.

Pancasila bukan sekedar hiasan dinding, bukan pula sekedar lafadz atau hafalan saja ataupun wacana untuk kepentingan tertentu. Pancasila adalah sumber rujukan sikap berbangsa dan bernegara yang memiliki kursi tertinggi. Oleh karena itu untuk membangkitkan kembali Pancasila yang terbenam dibutuhkan seorang pemimpin.

Pemimpin yang mampu mempengaruhi wilayah kepemimpinannya sehingga keberadaannya dapat berkontribusi secara nyata dengan tujuan mengarahkan perahu negara ke-peraduan kesejahteraan. Pemimpin sebagai motorik Pancasila memiliki peranan penting dalam meniti perjalanan bangsa, yakni pemimpin yang mencerminkan butiran-butiran Pancasila dan mampu membangkitkan pada setiap diri rakyatnya. Karena keberadaan seorang pemimpin memiliki pengaruh dan kewenangan atas rakyat dan pemerintahannya. Jika pemimpin tak punya naluri kepemimpinan, maka karamlah perahu kebanggaan.

Siapapun yang menjadi pemimpin nomor satu kelak, yang terpenting adalah mereka yang mampu memotori sendi-sendi moral bangsa yang mengacu kepada nilai luhur Pancasila. Sehingga keberadaan Pancasila di tengah trend peradaban mendapat tempat dan kedudukan.

Penulis adalah Anggota GMNI Pekanbaru/Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika UIN SUSKA, Pekanbaru.