Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Potret Buram Anak Terlantar, Tanggung Jawab Siapa
Oleh : Opini
Kamis | 22-05-2014 | 15:42 WIB

Oleh : Khairul Ambri, SH.

SALAH SATU TUJUAN dari dibentuknya Negara Indonesia termuat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat di dalam alinea keempat, yakni 'memajukan kesejahteraan umum'. Berdasarkan tujuan negara tersebut, dapat dikatakan bahwa negara sebagai suatu organisasi besar dapat memberikan kesejahteraan dan kehidupan yang layak bagi rakyatnya.

Dalam memajukan kesejahteraan umum, pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan hak-hak seluruh warga negaranya di semua lapisan, termasuk hak warga negara yang mengalami masalah sosial, salah satunya anak terlantar. Permasalahan sosial seperti masalah anak terlantar memang sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita, karena begitu banyaknya anak-anak Indonesia yang semesti menjalani hak hidupnya sebagai anak-anak malah mengalami kehidupan yang sangat buruk.

Anak mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena anak adalah tunas yang akan tumbuh dan berkembang menjadi bagian dari generasi penerus perjuangan dalam pencapaian cita-cita bangsa. Sebagai generasi penerus, sudah seharusnya anak perlu dirawat, dibina dan ditingkatkan kesejahteraannya agar dapat tumbuh dan mengembangkan kepribadian dan kemampuan serta keterampilan dalam melaksanakan peranan dan fungsi dalam kehidupan sesuai dengan pertumbuhan usianya.

Namun, seiring dengan perkembangan globalisasi, banyak muncul permasalahan sosial yang terjadi di sebagian besar daerah perkotaan, khususnya di daerah Pekanbaru. Salah satu diantaranya adalah masalah anak terlantar --yang dalam hal ini menjadi pekerjaan rumah oleh Dinas Sosial dan Pemakaman Kota Pekanbaru, yang sasaran dan prioritasnya adalah menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Kehidupan Anak Terlantar
Berdasarkan data sensus dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pekanbaru, pada tahun 2009 jumlah anak terlantar di Kota Pekanbaru tercatat sebanyak 1.586 jiwa yang tersebar di beberapa kecamatan, yang setiap tahunnya semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk di Kota Pekanbaru. Namun jumlah ini tidak dapat ditetapkan dengan pasti karena terus berubah-ubah lantaran sebagian anak terlantar tersebut sering berpindah-pindah tempat, selain kurangnya data sensus terbaru yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga survey lainnya.

Namun, dilihat dari kondisi yang terjadi, masih ada ditemukan sebagian dari anak-anak ini yang hidupnya terlantar dan belum memperoleh hak dasarnya, yaitu penanganan dari segi bantuan sosial, pelayanan, perlindungan dan lain sebagainya dari pemerintah terkait. Padahal pemerintah bertanggungjawab memberikan hak-hak seorang anak tanpa terkecuali, termasuk anak terlantar. Sebagaimana yang telah dinyatakan dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yakni "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara."

Dipelihara berarti dirawat, dibina atau dijaga kehidupannya dengan sebaik mungkin oleh negara, yang dilaksanakan oleh pemerintah demi tercapainya kesejahteraan. Dalam hal pelaksanaannya, pemerintah terkait bukan hanya melakukan penanganan semata saja terhadap anak terlantar, tetapi harus ada kelanjutan secara terorganisir dan implementasi dari penanganan tersebut mesti menjadikan anak-anak ini mampu mengubah kehidupannya yang suram.

Namun pada kenyataannya, penanganan yang dilakukan tersebut ternyata belum sesuai dengan yang terjadi di lapangan. Sehingga aturan yang dibuat pada pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 itu belum sinkron dengan kenyataannya dan efektivitas dari aturan tersebut belum memperlihatkan adanya perubahan yang baik terhadap kehidupan anak terlantar. Anak-anak ini menjadi terlantar diakibatkan oleh beberapa hal, yang salah satunya adalah tidak adanya perhatian khusus yang diberikan kepada anak, baik itu dari orang tuanya maupun dari pemerintah.

Seorang anak dikatakan terlantar, bukan hanya karena ia sudah tidak memiliki kedua orang tua saja, tetapi terlantar dapat juga diartikan ketika hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar (seperti perhatian kasih sayang dari orangtua, kebutuhan jasmani dan mental), hak untuk memperoleh pendidikan yang layak minimal 9 tahun, pengembangan diri, menyatakan pendapat dan berpikir, memperoleh sarana bermain dan berekreasi serta hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, tidak terpenuhi secara keseluruhan karena alasan kelalaian, ketidakmengertian orang tua, ketidakmampuan ataupun kesengajaan dari orangtua anak tersebut, sehingga anak-anak ini menghabiskan waktunya di luar ruangan atau di tempat-tempat umum.

Anak terlantar tersebut bertahan hidup dengan melakukan aktivitas di sektor informal, seperti mengamen, menyemir sepatu, menjual koran, mengelap kendaraan, memulung barang bekas, mengemis, dan lain sebagainya. Dikarenakan pergaulan bebas, tidak jarang anak-anak ini melakukan tindakan kriminal seperti mencopet, mencuri, dan terlibat perdagangan sex karena terdesak oleh keadaan ekonomi.

Di wilayah manapun, banyak bukti memperlihatkan bahwa anak-anak selalu merupakan kelompok yang paling rentan terhadap berbagai proses perubahan sosial politik dan ekonomi yang tengah berkembang. Di berbagai komunitas, anak-anak sering kali menjadi korban pertama dan menderita, serta terpaksa terhambat proses tumbuh kembang mereka secara wajar karena ketidakmampuan orang tua, masyarakat, dan pemerintah untuk memberikan pelayanan sosial maupun kesejahteraan sosial yang terbaik bagi anak-anak (Bagong Suyanto, 213:2010).

Peran Pemerintah dan Masyarakat
Fenomena anak-anak terlantar ini merupakan turunan dari masalah sosial yang diderita rakyat kebanyakan, seperti kemiskinan dan pengangguran. Peran aktif pemerintah dan masyarakat dalam hal ini dibutuhkan untuk menyatukan, mensinergikan, dan melipatgandakan seluruh kekuatan jika ingin memenangi perang melawan kemiskinan, dan menyelamatkan masa depan anak-anak bangsa ini.

Anak terlantar di sudut-sudut lampu merah, hanyalah satu potret buram di antara ribuan bahkan jutaan kisah orang-orang miskin di negeri ini. Jangan negara hanya bersifat pasif saja atau hanya sebatas nachtwachterstaat (negara penjaga malam) terhadap permasalahan sosial yang dialami oleh anak-anak terlantar. Sementara yang perlu diingat, "Keteraturan dalam sebuah bangsa bukan dilihat dari jumlah miliuner yang dimiliki, tetapi dari ketiadaan bencana kelaparan di masyarakatnya."

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menunjukkan niat dan tujuan membentuk negara sejahtera yang berbunyi...."Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa."

Penulis adalah Wakabid Organisasi DPC GMNI Pekanbaru dam Alumni Mahasiswa Hukum UIN Suska Riau.