Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Komisi VI DPR Minta Mendag Tetapkan Dumai Sebagai Pelabuhan Ekspor-Impor Internasional
Oleh : Surya Irawan
Jum'at | 10-12-2010 | 13:43 WIB

Jakarta, Batamtoday - Anggota Fraksi Partai Golkar Idris Laena mendesak Menteri Perdagangan untuk menetapkan pelabuhan Dumai sebagai salah satu pelabuhan Ekspor Impor Internasional. Sebab pelabuhan Dumai yang bertaraf Internasional memiliki posisi sangat strategis dan menjadi salah satu anddalan penggerak perekonomian kota Dumai dan provinsi Riau.

Desakan tersebut merupakan kesimpulan komisi VI DPR RI untuk disampaikan kepada Menteri Perdagangan Marie Elka Pangestu dalam Rapat Kerja dengan komisi VI DPR RI, Rabu (15/12) pekan depan.

“Komisi VI telah menyetujui untuk menyampaikan aspirasi tim perjuangan hak pelabuhan kota Dumai, “ ujar Idris usai acara audiensi Aspirasi tim perjuangan hak kota Dumai yang dipimpin oleh Walikota Dumai dengan komisi VI DPR RI yangdipimpin oleh Aria Bima (FPDIP) di gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (9/12/2010) petang.

Desakan tersebut kata Idris juga dilatari oleh akan berakhirnya masa berlaku Permendag No.60/M-DAG/PER/12/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang perubahan atas Permedag No. 56/M-DAG/PER/12/2008 tentang ketentuan impor produk tertentu pada tanggal 31 Desember 2010.

Berdasarkan Permendag No.60/M-DAG/PER/12/2008 pasal 5 ayat (1) setiap impor produk tertentu oleh Importir Terdaftar (IT)-produk tertentu hanya dapat dilakukan melalui pelabuhan tujuan : a. Pelabuhan laut Belawan (Medan), Tanjung Priok (Jakarta), Soekarno Hatta (Makassar) dan Dumai (Riau) dan/atau b. Seluruh pelabuhan udara Internasional.

Dan ayat (1a) disebutkan impor produk tertentu oleh IT-produk tertentu yang dilakukan melalui pelabuhan laut Dumai hanya untuk produk makanan dan minuman. Sementara ayat (2) impor produk tertentu untuk kebutuhan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.  Permendag itu berdasarkan pasal 11 mulai berlaku sejak 1 Januari 2009 dan berakhir tanggal 31 Desember 2010.

Sementara di pasal 1 ayat (2) yangdimaksud dengan produk tertentu adalah produk-produk yang terkena ketentuan impor berdasarkan peraturan Menteri ini yang meliputi produk makanan dan minuman, pakaian jadi, alas kaki, elektronika dan mainan anak-anak.

Idris menilai Permendag tersebut tidak adil, karena pelabuhan Dumai telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Potensi operasional pelabuhan Dumai juga tiga kali lipat lebih besar dari pelabuhan Belawan.

Idris mengungkapkan sektor pemasukan tahun 2009  kota Dumi, ekspor migas ke 11 negara tujuan dengan jenis sembilan komoditi melalui kota Dumai senilai Rp 96 Triliun dan sampai Desember 2010 senilai Rp35 Triliun. Sedangkan sektor pemasukan ekspor non migas dengan volume 7,8miliar ton, ke 82 negara tujuan dengan 57 jenis komoditi tahun 2009 sebesar Rp48 Triliun dan hingga Desember 2010 mencapai Rp274Triliun.

Sementara data bea masuk dan keluar tahun 2009 sebesar Rp247 Miliar dan meningkat di tahun berikutnya senilai Rp2,4 Triliun.

Berdasarkan perkembangan eskpor migas, non migas dan bea masuk/keluar  itu seharusnya pemerintah memiliki indikator untuk menetapkan tujuan pelabuhan yang hanya dilewati oleh IT-produk tertentu.

“Harus ada indikator menetapkan tujuan pelabuhan yang dilewati produk tertentu. Dumai harus dikasih kesempatan untuk impor produk makanan dan minuman. Karena pelabuhan Dumai secara ekspor lebih produktif dalam memberikan kontribusi kepada negara, “ ujar politisi Partai Golkar itu.

Lebih jauh kata Idris dampak Permendag tersebut minat asing untuk investasi di Dumai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) menjadi mandeg. Terlebih Menko Perekonomian telah menetapkan Riau sebgai sebagai cluster industri sawit.

“Disini terlihat kebijakan Kemendag dengan Menko Perekonomian kontradiktif. Banyak investor menunda investasi di Dumai, karena sikap pemerintah yang tak konsisten, “ ujarnya.

Permendag Menciptakan 7000 Pengangguran di Dumai
Walikota Dumai Khairul Anwar mengatakan aspirasi tim perjuangan hak kota Dumai sangat realistis. Sebab kebijakan mengurangi aktivitas impor di pelabuhan Dumai pada gilirannya mengurangi kegiatan perekonomian masyarakat dan stakeholder yang terkait dengan kegiatan impor.

“Kebijakan Permendag dikhawatirkan akan berdampak terhadap 7000 tenaga kerja di kota Dumai. Mau dikemanakan 7000 warga Dumai itu kalau menganggur? Bukan tidak mungkin tindakan kriminalitas semakin meningkat di Dumai, “ katanya.

Ditambakan Khairul, Pemko Dumai akan sangat berterimakasih atas terbitnya Permendag No. 60/PER/12/2008 tanggal 24 Desember 2004 yang memperbolehkan Dumai sebagai importasi produk tertentu khususnya makanan dan minuiman sehingga menjadikan pelabuhan Dumai tidak lumpuh total dibidang impor.

Sementara Ketua komisi C DPRD provinsi Riau Ilyas Labai berharap dukungan komisi VI DPR RI yang membidangi masalah BUMN khususnya PT Pelindo agar dapat dipertahankan pelabuhan Dumai sebagai importasi produk tertentu khususnya makanan dan minuman.

“Bahkan kalau bisa, kami minta komisi VI agar pelabuhan Dumai disamakan dengan lima pelabuhan lainnya dalam impor produk makanan dan minuman, pakaian jadi, alas kaki, elektronika dan mainan anak-anak, “ ujarnya.

Hal senada dinyatakan oleh Ketua DPRD Dumai Zainal Effendi agar pelabuhan Dumai disamakan dengan lima pelabuhan lainnya. Setelah mengirim surat ke Kemendag, pihaknya akan meminta dukungan komisi VI DPR RI untuk menyampaikan aspirasi tim perjuangan hak pelabuhan kota Dumai dalam raker dengan Kemendag pekan depan.

“Kami minta dukungan komisi VI agar pelabuhan Dumai bisa disetarakan dengan pelabuhan-pelabuhan lainnya. Sebab kehidupan sosial ekonomi di Dumai tergantung kegiatan impor, “ ujar politisi PAN itu.

Labai dan Zainal sepakat agar pelabuhan Dumai dibuatkan PT Pelindo tersendiri tak lagi berhubungan dengan PT Pelindo I di Medan. Selain terdapatnya 10 pelabuhan di Riau, pengelolaan pelabuhan bisa terkonsentrasi, perbaikan infrastruktur, pelabuhan Dumai memiliki kelayakan untuk berkantor sendiri di Riau.

“Kami ingin PT Pelindo I pindah ke Dumai, karena Dumai memiliki keamanan dan kedalaman yang lebih unggul dibanding Belawan. Dumai kedalaman 13 meter dibanding Belawan 8 mter. Selain itu Dumai juga bisa disinggahi kapal tangker terberat sekalipun, “ ujar Zainal.

“Mau BUMD atau BUMN, yang penting bisa berkantor sendiri di Riau. Sebab UU sudah sudah ada, tinggal kemauan pemerintah pusat saja, “ kata Labai.