Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Naik 10 Persen Per Dua Bulan

DPR Sayangkan Kenaikan Tarif Listrik Industri, karena akan Picu Inflasi
Oleh : Surya
Kamis | 08-05-2014 | 15:12 WIB
MARUARAR_SIRAIT.jpg Honda-Batam
'Kenaikan TTL bagi Industri Tahun 2014' bersama Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman dan Ketua III Asosiasi Kaca Lembaran dan Kaca Pengaman Yustinus Gunawan 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI FPDIP Maruarar Sirait menyayangkan kebijakan Kementerian ESDM yang menaikkan tarif tenaga listrik (TTL) industri sebesar 10 persen  per dua bulan mulai 1 Mei 2014 ini. 

Kenaikan tersebut sangat memberatkan sektor industri yang akan memicu terjadinya inflasi, peningkatan angka kemiskinan, peningkatan jumlah penangguran, meningkatkan impor dan memperlemah daya saing industri di Indonesia.

"Apalagi kebijakan kenaikan TTL itu tidak terintegrasi, tidak sinergis antara kementerian ESDM dengan kementerian industri sendiri. Harusnya kebijakan itu tidak saling bertentangan dengan kementerian yang lain, dan kenaikan itu tidak merugikan kalangan industri dan rakyat," kata Maruarar Sirait di Jakarta, Kamis (8/5/2014).

Ara-sapaan Maruarar Sirait dalam diskusi soal 'Kenaikan TTL bagi Industri Tahun 2014' bersama Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman dan Ketua III Asosiasi Kaca Lembaran dan Kaca Pengaman Yustinus Gunawan mengatakan, akan meningkatkan inflasi dan berdampak pada sektor lainnya.

"Keputusan pemerintah harusnya kan satu suara, tapi kalau ada kementerian yang keberatan, sementara kementerian lain nekad menaikkan tarif listrik industri, ini kan seharusnya tidak terjadi. Keputusan juga harus memperhitungkan nasib industri dan kaum buruh, kalau terjadi PHK, pemerintah rasanya kan rugi juga," ujar Maruarar. 

Menurutnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat sudah membela agar tidak ada kenaikan tarif listrik di sektor industri besar itu, namun kebijakan Menteri ESDM Jero Wacik tetap menaikkan.

Ara mengatakan, seharusnya pihak industri diajak bicara terkait kenaikan TTL untuk golongan I-3 dan I-4 ini. Mereka perlu didengar sebelum ada keputusan. Selain itu, ia meminta para menteri tidak ego sektoral, atau mementingkan urusannya sendiri-sendiri.

Karena itu, polisi PDIP ini menilai, pemerintahan baru ke depan harus mampu membuat bukti perubahan kebijakan yang manfaat untuk kalangan industri, buruh, dan rakyat. 

"Kalau kebijakan itu akan makin menyulitkan rakyat, harga-harga naik, terjadi pengangguran, inflasi meningkat, dan kemiskinan bertambah, maka tidak perlu dan harus dihindari," ujarnya. 

Sedangkan Ketua Umum API Ade Sudrajat Usman mengatakan, kenaikan TTL tersebut jelas akan mengurangi daya saing dibanding dengan produk impor di industri tekstil dan produk tekstil (TPT). 

"Kalau ini terus terjadi, maka kita akan diserbu tekstil produk asing, yang rugi Indonesia juga," kata Ade.
Kebijakan Menteri ESDM Jero Wacik itu, menurutnya, seolah-olah melindungi industri kecil, tetapi malah merugikan industri hulu dan hilir. 

"Harga-harga produksi akan memberatkan industri dan masyarakat. Karena itu pengurangan tenaga kerja tak bisa dihindari. Semua industri akan melakukan yang sama, karena kontraknya jangka panjang," katanya.    

Solusinya, kata Ade, kenaikan TTL 2014 tidak hanya diberlakukan pada sektor ekonomi produktif,  sehingga kenaikan TTL harus memiliki prinsip berkeadilan bagi kemajuan bangsa, dan kenaikan itu seharusnya bertahap selama minimal dua tahun.

Sementara Ketua III Asosiasi Industri Kaca Lembaran dan Pengaman, Yustinus Gunawan, mengaku ada diskriminasi dalam kenaikan TTL ini. Ia keberatan karena akan memperlemah industri kaca di dalam negeri, dan yang diuntungkan adalah industri asing.

Seperti diketahui, Menteri ESDM Jero Wacik pada 1 April telah mengeluarkan Permen ESDM Nomor 09 tahun 2014 tentang kenaikan TTL dan mulai berlaku pada 1 Mei 2014 ini. Kenaikan bertahap yang akan dialami berlaku mulai 1 Mei sebesar 10 persen, dan tiap dua bulan naik, yakni 1 Juli naik 17,8 persen, 1 September 27,9 persen, dan 1 November 38,9 persen. 

Editor: Surya