Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Manisnya Pasar Narkoba Indonesia
Oleh : Opini
Rabu | 07-05-2014 | 14:48 WIB

Oleh Shinta TMS

SEBUAH RUKO yang dijadikan gudang makanan di Jalan Biak No. 43, RT 01/RW 05 Gambir, Jakarta Pusat, digerebek oleh jajaran Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya pada Rabu (30/4/2014) sekitar pukul 10.00 WIB. Ruko yang dijadikan sebagai gudang makanan tersebut ternyata juga digunakan sebagai tempat penyimpanan narkoba jenis sabu-sabu.

Pada penggeledahan di ruko 3 lantai itu, pihak kepolisian menemukan sabu-sabu seberat 90 kilogram dengan jenis blue ice yang merupakan jenis sabu yang terbaik. Nilai sabu-sabu tersebut ditaksi setara Rp180 miliar. Dan pelaku merupakan WNA asal Hongkong dengan inisial LS yang diduga bagian dari jaringan narkoba internasioanl.

Great Market and Good Price
Penangkapan ini menjadi suatu fenomena gunung es, yang bisa meningkat dari tahun ke tahun. Dari data BNN menunjukkan, jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hasil penelitian tahun 2008, jumlah penyalahguna narkoba mencapai 3,3 juta orang. Kemudian tahun 2011 menjadi 3,8 juta orang dan di 2013 mencapai lebih dari 4 juta orang. Sebanyak 27 persen diantaranya merupakan kelompok coba pakai, 45 persen kelompok teratur pakai, 26 persen kelompok pecandu bukan suntik dan 2 persen kelompok pecandu suntik (Jurnal Data P4GN Edisi Tahun 2013).

Kejahatan narkoba di Indonesia memang cukup memprihatinkan. Dari data pemakai narkoba yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, dikaitkan dengan peristiwa penangkapan di atas, jelas terlihat bahwa sindikat narkoba internasional menjadikan Indonesia sebagai salah satu target peredaran narkoba yang dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar.

Ada 3 hal yang bisa menjadi penyebab Indonesia dijadikan target, yaitu pertama adanya potensi pengguna narkoba yang begitu besar, kedua adanya daya beli yang menjanjikan. Sebagaimana yang dikatakan Kepala Bagian Humas BNN, Komisaris Besar Sumirat Dwiyanto, bahwa penyebabnya adalah Indonesia dianggap great market and good price. Ketiga, kondisi geografis Indonesia  sebagai negara kepulauan merupakan jalur distribusi strategis bagi masuknya peredaran gelap narkoba melalui perairan, udara maupun daratan yang memliki.

Tinjauan Krimnologi
Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak positif pada sendi-sendi kehidupan masyarakat. Namun, dalam perkembangannya tidak selalu membawa dampak positif dalam kehidupan masyarakat. Seperti penggunaan narkotika, di satu sisi narkotika digunakan dan dibutuhkan dalam dunia medis, di sisi yang lain narkotika dapat menimbulkan ketergantungan yang berbahaya bila digunakan tanpa pengendalian yang ketat.

Dalam penyalahgunaan narkotika atau yang sering disebut penggunaan narkoba merupakan permasalahan yang multidimensi. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya penanggulangan yang komprehensif yang melibatkan ilmu pengetahuan, institusi multisektor dan partisipasi masyarakat secara terus menerus.

Penyalahgunaan narkoba merupakan kejahatan, yang secara kriminologis dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban (crime without victim). Kejahatan ini tidak diartikan sebagai kejahatan yang tidak menimbulkan korban tetapi mempunyai makna bahwa korban dari kejahatan ini adalah dirinya sendiri. Dengan kata lain, si pelaku sekaligus sebagai korban kejahatan (Made Darma Weda, 1999:80).

Kejahatan narkoba adalah fenomena sosial dan historis, sebab tindakan menjadi kejahatan haruslah dikenal, diberi cap, dan ditanggapi sebagai kejahatan. Di sana harus ada masyarakat yang normanya, aturannya dan hukumnya dilanggar, disamping adanya lembaga yang tugasnya menegakkan norma-norma dan menghukum pelanggarnya.

Menurut Paul Moedigdo Moeliono, pelaku kejahatan mempunyai andil atas terjadinya suatu kejahatan, karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan yang ditentang oleh masyarakat (Abdussalam, 2007:5).

Penyalahgunaan dan pelaku tindak pidana narkoba memiliki kedudukan yang dapat digolongkan sebagai berikut: a) pengguna, yaitu orang yang menyalahgunakan narkoba untuk diri sendiri, b) pengedar, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendistribusikan atau menyerahkan narkoba untuk diperjualbelikan ataupun memberikan kepada orang lain, c) produsen, yaitu orang atau sekelompok orang yang memproduksi narkotika.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyalahgunaan narkoba bagi pengguna, terdiri atas   faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri pelaku, seperti rasa ingin tahu, mudah kecewa, jiwa yang tergoncang, putus asa, dan lain-lain yang menyebabkan pelaku memerlukan rasa tenang,  kenyamanan, dan keberanian dengan menggunakan narkotika. Serta faktor eksternal, yaitu hal-hal yang datang dari luar diri pelaku, seperti sosial budaya, ekonomi, pengaruh lingkungan, dan lain-lain. Sementara itu, faktor seseorang atau sekelompok orang memproduksi dan mengedarkan dikarenakan besarnya keuntungan yang didapat dari bisnis tersebut.

Oleh karena itu, dalam menanggulangi penyalahgunaan narkoba pemerintah perlu memadukan kebijakan penal melalui ketentuan perundang-undangan dengan kebijakan nonpenal melalui pengobatan/medis. Sedangkan penanggulangan tindak pidana narkoba, perlu peningkatan kemampuan penegak hukum di bidang narkoba dan peningkatan kemampuan masyarakat untuk aktif memberantas perederan narkoba, baik oleh produsen atau pengedar lokal maupun sindikat internasioanl. Disamping itu, perlunya keberanian aparat penegak hukum melakukan terobosan menyangkut perbedaan pelaku sebagai korban dengan pelaku sebagai pengedar tindak pidana  narkotika. 

Penulis adalah Ketua Komisariat Dwilogi GMNI Pekanbaru/mahasiswa jurusan kriminologi.