Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

PBB Dukung Capres yang Miliki Jiwa Pemimpin dan Leadhership
Oleh : Surya
Selasa | 06-05-2014 | 19:50 WIB
MSK (1).jpg Honda-Batam
Ketua Umum PBB MS Kaban

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Umum Partai Bulan Bintang MS Ka'ban menegaskan sampai saat ini parpolnya tetap fokus mencermati proses hasil penghitungan suara pemilu legislatif sehingga PBB belum memutuskan akan berkoalisi dengan salah satu capres dalam pilpres mendatang.


"Banyak yang menarik-narik untuk ikut (koalisi-red). Tapi kita (PBB) tetap fokus ke hasil penghitungan. Janganlah kita lompat-lompat ke koalisi," kata Ketua MS Ka'ban dalam diskusi 'Pemilu 2014 Pantaskah Menjadi Landasan Legitimasi Kekuasaan?' di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Selasa (6/5/2014).

Meskipun belum menyatakan akan berkoalisi, namun Ka'ban menegaskan pihaknya akan berkoalisi dengan capres yang memiliki jiwa kepemimpinan atau leadership. Namun siapakah yang dimaksud Capres tersebut, dia belum bisa memastikan. 

Sebab, PBB baru akan melakukan koalisi dengan capres tersebut setelah tanggal 9 -20 Mei 2014 mendatang. "PBB menginginkan capres yang memiliki leadership,"  ujarnya. 

Menurut Ka'ban, pileg saat ini dinilai telah terjadi banyak kecurangan dan kental aroma politik uang. Karena itu, tambahnya apakah pemilu yang seperti ini akan dikatakan sah. "Sekarang, dasar hukum untuk koalisi apa ? Apakah hasil hitung cepat bisa jadi dasar koalisi ?,"  kata Ka'ban. 

Ka'ban menyatakan jika dilihat banyaknya kekisruhan proses penghitung dan banyaknya politik uang, apakah hal ini bisa dikatakan pemilu telah berjalan baik ?. "Banyaknya kekisruhan ini kan bisa dikatakan sebagai 'kecacatan'. Nah kalau pemilunya 'cacat', apakah sah kalau begitu ? Kalau produk dasarnya cacat hukum, pakah pilpres menjadi menarik? Apakah hanya sekedar ada pilpres saja?,"  kata Ka'ban.

Ditegaskan Ka'ban kalau pemilu yang penuh 'cacat' ini dianggap sah, dan dilanjutkan pemilu presiden, apakah bisa dijamin pilpres juga akan bagus atau malah terulang silang sengakarut lagi. "Proses pemilu itu harus baik. Contoh kalau sekarang diakui terjadi proses jual beli. Apakah di pilpres itu ngak akan terulang ?. Nanti kita hanya akan dapatkan presiden hasil transaksional,"  kata Ka'ban. 

Kaban menegaskan bahwa keabsahan hasil pileg ini sangat penting karena menyangkut legitimasi kekuasaan ke depan ini. Namun diakuinya, proses demokratisasi dalam Pileg 2014 lalu, kalau dilihat dari syarat pemilu jurdil, itu terlanggar secara kasat mata hampir di seluruh Indonesia dan dilakukan semua parpol. 

"Kalau proses pemilu rusak dan buruk, pasti hasilnya buruk. Di KPU. Proses rekapitulasi suara bermasalah. Buktinya dipending atau rekap ulang, di situ terjadi kecurangan. Lihat saja di Lampung, jumlah suara melebihi DPT. Bagaimana menyelesaikan ini?, Mungkin yang nyoblos jin bila jumlah suara melebihi DPT, "  katanya. 

 Ditambahkan Ka'ban, kalau barang rusak, itu mesti di-reject, apakah bisa pemilu tolakt? Atau Pemilu bisa diulang? "Kalau hasil pemilu ditolak, tapi tidak ada pemilu ulang, bagaimana dengan pilpres? Ini persoalan legitimasi kekuasaan, " ujarnya. 

Dalam kesempatan sama, pakar hukum tata negara Margarito Kamis menyatakan pileg 2014 berlangsung kacau, amburadul, banyak terjadi kecurangan, manipulasi, money politics, jual-beli suara dan sebagainya ini, tak bisa dikatakan tidak sah atau batal demi hukum. Mengapa? Karena bangsa ini sudah terbiasa dan terlatih mengkhianati konstitusi itu sendiri. Itu terjadi sejak 1945 sampai pemilu 2014 ini. 

Maka yang paling mungkin, kalau pemilu ini dinilai darurat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa mengeluarkan Dekrit atau Perppu, untuk melakukan pemilu ulang khusus di daerah-daerah yang tingkat manipulasinya parah. Namun Perppu bisa diterbitkan dengan catatan pertama, kalau KPU gagal menetapkan hasil Pileg 9 Mei nanti, maka polisi dipersilakan untuk menangkap komisioner KPU. 

Kedua, presiden harus keluarkan Dekrit atau Perppu tentang kegentingan pemilu, yang berlangsung curang, banyak manipulasi, money politics dan sebagainya dengan menunda hasil Pileg 9 April. 

"Dan, itu merubah masa jabatan Presiden SBY, yang bisa diperpanjang tiga bulan untuk menuntaskan hasil pileg ini," ujar Margarito

Editor : Surya