Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

KPK Tetapkan Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo Tersangka Kasus Pajak BCA
Oleh : Surya
Selasa | 22-04-2014 | 08:42 WIB
Hadi_Poernomo.jpg Honda-Batam
Mantan Ketua BPK Hadi Poernomo dan Ketua KPK Abraham Samad

BATAMTODAY.COM, Jakarta -  Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo pada Selasa (21/4) memasuki masa purna bakti (pensiun) sebagai pegawai negeri sipil (PNS).  Namun, belum lagi menikmati masa pensiun dan hari-hari bebasnya sebagai abdi negara, Hadi Poernomo menerima kabar mengejutkan.

Pada hari yang sama, KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka  kasus dugaan korupsi mengenai penerimaan seluruh keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) PT Bank BCA tahun pajak 1999-2003 ketika menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada 2002-2004.

"KPK menemukan fakta-fakta dan bukti-bukti yang akurat itu lah KPK mengadakan forum ekspose bersama satgas (satuan tugas) penyelidikan terhadap mantan Dirjen Pajak dalam hal ini Ketua BPK. Satgas penyidikan dan seluruh pimpinan KPK sepakat menetapkan saudara HP (Hadi Poernomo) selaku Dirjen Pajak 2002-2004," kata Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Senin (21/4/2014)  petang.  

Kasus yang menjerat Hadi Poernomo adalah dugaan penyalahgunaan wewenang karena memberikan nota untuk menerima keberatan pajak penghasilan badan (PPH) Bank BCA 1999-2003 sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp375 miliar.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miiliar.

BCA pada 17 Juli 2003 mengajukan surat keberatan pajak sebesar Rp5,7 triliun dari Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) kepada Direktorat PPH Ditjen Pajak.

"Hasilnya 13 Maret 2004 Direktur PPH mengirim surat pengantar risalah keberatan ke Dirjen pajak yang berisikan hasil telaah atau kesimpulan. Hasil telaah yang diberikan Direktur PPH ke Dirjen Pajak berupa kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak," katanya.
 
Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo yang merayakan HUT-nya ke-67 pada hari penetapannya sebagai tersangka itu, selaku dirjen pajak, Hadi Poernomo memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

"Di situlah peran Dirjen Pajak saudara HP. Kemudian saudara HP menerbitkan SK Dirjen Pajak yang mengeluarkan surat keputusan surat ketetapan wajib pajak nihil pada 18 Juli 2004 yang memutuskan, menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan terhadap Dirjen. Seharusnya ada waktu supaya Direktur PPH selaku pejabat penelaan pajak untuk menyampaikan kesimpulan yang beda,"  katanya. 

Sedangkan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, kasus ini berawal dari keanehan pembayaran pajak BCA dengan NPL yang terhitung. "Berawal dari Non Performance Loan sebesar Rp5,7 triliun yang terutang Rp375miliar, setidaknya negara harus menerima Rp375 miliar tapi tidak jadi, itu menguntungkan pihak lain,"  kata Bambang. 

Editor: Surya