Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Workshop Pengembangan Pendidikan Inklusif

Mengetuk Hati Sekolah Reguler Agar Mau Menerima Anak Berkebutuhan Khusus
Oleh : Habibi
Senin | 21-04-2014 | 12:38 WIB
P1100788.JPG Honda-Batam
Prof Dr Mega Iswari MPd saat memberikan materi kepada peserta workshop. (Foto: Habibi Kasim/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Pemerintah sejatinya telah menggalakkan pendidikan inklusif dengan tujuan agar anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) bisa mengenyam pendidikan di sekolah umum. Namun pada kenyataannya, belum semua sekolah mau menerima ABK -termasuk beberapa sekolah reguler yang telah ditetapkan sebagai sekolah inklusi.

"Sebenarnya kita prihatin juga jika anak-anak berkebutuhan khusus yang mampu secara kognitif, ditolak untuk mengenyam pendidikan di sekolah reguler. Kenyataannya memang seperti itu. Bahkan, sekolah yang sudah ditetapkan sebagai sekolah inklusi pun masih menolak menerima anak berkebutuhan khusus," kata Mardiana, Kasi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) Dinas Pendidikan Kepulauan Riau (Kepri), kepada BATAMTODAY.COM, Minggu (20/4/2014).

Berangkat dari kondisi yang demikian, Dinas Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menggelar workshop pengembangan pendidikan inklusif yang diikuti oleh sekitar 200 guru SD dan SDLB se-Kepri. Kegiatan yang digelar di Plaza Hotel Tanjungpinang itu digelar selama enam hari sejak Sabtu, 19 April 2014.

"Melalui workshop ini, kita ingin mengetuk hati guru, kepala sekolah, agar memperhatikan anak-anak berkebutuhan khusus. Kita ingin mereka (sekolah reguler, red) membuka dengan kesedihan anak-anak berkebutuhan khusus yang sampai ditolak oleh sekolah," terang Mardiana.

Melalui workshop itu pula, guru akan diberikan pemahanan tentang anak berkebutuhan khusus dan masalah-masalah yang dihadapi. Selain itu, guru dilatih mengidentifikasi dan melakukan asesmen terhadap anak berkebutuhan khusus.

"Setelah workhop ini, kita harapkan mereka mulai membuka diri. Materi yang didapat setelah mengikuti workshop hendaknya bisa diimplementasikan nantinya," harap Mardiana.

Sementara itu, Prof Dr Mega Iswari MPd, dari Pusat Assessmen Pendidikan Khusus Layanan Khusus Padang, yang bertindak sebagai narasumber hari itu, mengatakan, workshop hari ini tidak akan memberikan dampak berarti jika guru tidak mengimplementasikannya di sekolah.

"Minimal, setelah guru mengikuti workshop ini, bisa menyosialisasikannya di sekolah. Jika tidak, pencanangan pendidikan inklusif tidak akan berjalan," terang Mega.

Dengan materi "Identifikasi dan Assessmen Perkembangan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus", Mega juga menegaskan, implementasi pendidikan inklusi di sekolah tergantung dari komitmen kepala sekolah.

"Kepala sekolah harus memegang teguh filosofi penyelenggaraan inklusi. Selanjutnya dia menguatkan komitmen tersebut kepada seluruh guru dan staf di sekolah, orang tua, dan masyarakat, dalam penyelenggaraan inklusi," katanya. (*)

Editor: Roelan