Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Intervensi Dini Bisa Kurangi Perilaku Agresif pada Remaja
Oleh : Redaksi
Selasa | 08-04-2014 | 11:38 WIB
anak-anak_bermain.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM - Program intervensi pendidikan untuk anak-anak antara TK dan kelas 10, yang dikenal sebagai "akselerasi" (fast track), mengurangi perilaku agresif di kemudian hari. Demikian hasil penelitian yang diterbitkan dalam Psychological Science, sebuah jurnal dari Association for Psychological Science.

Penelitian yang dipimpin oleh ilmuwan psikologis, Justin Carré dari Nipissing University di Ontario, Kanada, menunjukkan bahwa berkurangnya kadar testosteron dalam menanggapi ancaman sosial dapat menjelaskan keberhasilan intervensi dalam mengurangi agresivitas. Sementara itu, intervensi program "akselerasi" mengajarkan anak keterampilan kognitif sosial, seperti regulasi emosional, dan pemecahan masalah sosial.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa program ini dapat menyebabkan penurunan perilaku antisosial dan agresisivitas pada anak-anak dan remaja. Namun, penelitian ini belum jelas apakah keterampilan yang dipelajari anak-anak dalam program ini akan memiliki dampak yang terbawa sampai dewasa.

Carré dan rekan menduga bahwa program ini akan memiliki efek jangka panjang, dan bahwa efek tersebut akan dihubungkan ke mekanisme biologis tertentu: perubahan dalam reaktivitas testosteron provokasi sosial.

Untuk menguji hipotesis ini, para peneliti merekrut 63 peserta dari sekolah akselerasi di Durham, Carolina Utara. Untuk memastikan para peserta dalam sampel secara demografis sama, maka semua peserta adalah laki-laki Afrika Amerika yang berusia sekitar 26 tahun.

Setengah dari peserta pernah terlibat dalam program akselerasi pada usia 5 - 17, yang berupa bimbingan, tutor sebaya, rumah dan kunjungan keluarga, dan pelajaran pembelajaran sosial - emosional dengan teman-teman. Sisanya merupakan peserta dari sekolah yang sama tetapi tidak terlibat dalam program akselerasi.

Lebih dari delapan tahun setelah intervensi berakhir, para peneliti membawa para peserta ke laboratorium untuk bermain game. Melalui game ini, peserta diminta untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya melalui tiga pilihan: mendapat bayaran uang, mencegah uang agar tidak dicuri, dan mencuri uang dari lawan.

Para peserta percaya bahwa mereka bermain melawan lawan yang sebenarnya, padahal permainan itu sudah diatur melalui program komputer. Lawan fiktif (program komputer) memprovokasi peserta untuk mengumpulkan uang dengan cara mencuri dari lawan.

Secara keseluruhan, peserta yang menyelesaikan program akselerasi menunjukkan agresivitas yang kurang terhadap lawan mereka. Mereka memilih untuk mencuri sedikit uang dari lawan mereka daripada peserta yang tidak menyelesaikan program akselerasi.

Peserta yang tidak menerima intervensi juga menunjukkan peningkatan kadar testosteron setelah uang mereka dicuri. Namun tidak demikian dengan peserta yang pernah mengikuti program akselerasi. Menurut peneliti, ini merupakan temuan yang bisa menjelaskan agresivitas yang berkurang pada peserta ini.

"Menariknya, tidak ada perbedaan antara kelompok intervensi dan kontrol dalam konsentrasi testosteron dasar atau perilaku agresif pada awal percobaan," jelas Carré seperti dimuat Medical Xpress.

"Perbedaan dalam perilaku agresif dan konsentrasi testosteron hanya muncul dalam permainan," imbuhnya.

Pada akhirnya, temuan ini menunjukkan bahwa program akselerasi berhasil dalam mengurangi agresivitas peserta kepada 'musuh' (teman) mereka karena mengubah cara sistem neuroendokrin mereka dalam menanggapi provokasi sosial.

Peneliti yang merasa yakin bahwa efek dari program akselerasi akan berdampak sampai dewasa, mereka tertarik untuk menentukan komponen tertentu dari intervensi yang paling efektif dalam mengurangi agresivitas, mekanisme saraf apa yang mendasari perilaku agresif, dan apakah hasil ini juga berlaku bagi wanita yang telah berpartisipasi dalam program ini. (*)

Editor: Roelan