Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hepatitis C, Penyakit yang Tersembunyi dan Berbahaya
Oleh : Redaksi
Jum'at | 28-03-2014 | 07:42 WIB

BATAMTODAY.COM - MARIA dan Heinrich menderita Hepatitis C. Mereka punya pengalaman buruk akibat penyakit yang mereka derita. Bukan karena sakitnya saja, melainkan karena penolakan orang lain yang takut tertular, misalnya lewat jabatan tangan, atau lewat ludah.

Tetapi orang tidak semudah itu tertular virus Hepatitis C, walaupun bagi jenis Hepatitis ini belum ada vaksin, seperti halnya bagi Hepatitis A dan B.

Berbeda dengan organ lainnya, hati (liver) punya kemampuan untuk lebih mudah sembuh jika kesehatannya terganggu. Namun demikian infeksi kronis tidak menghilang begitu saja tanpa bekas.

Kasus terburuk adalah sirosis hati, di mana sel hati rusak dan organ yang penting itu tidak bisa melaksanakan tugasnya lagi. Racun di tubuh tidak bisa diurai lagi.

Sebaliknya, racun akan terbawa darah dan tersebar ke seluruh tubuh. Bahan makanan juga tidak bisa diolah dengan baik. Akhirnya organ itu rusak sepenuhnya, dan hanya bisa diperbaiki dengan transplantasi.

Virus yang bisa mematikan ini ditularkan lewat luka terbuka yang berdarah dari orang ke orang, atau juga lewat transfusi darah. Virus Hepatitis C baru mulai dikenal 1988.
 
"Sebelumnya, ketika orang belum bisa menguji darah dan simpanan darah atas kemungkinan infeksi virus Hepatitis C, transfusi darah menjadi jalan penularan paling penting," demikian dijelaskan Jan Leidel, ketua komisi vaksinasi (STIKO) di Berlin.

Hepatitis C adalah penyakit yang harus dilaporkan. Dokter yang merawat pasien harus melapor kepada badan kesehatan, jika dugaan timbul, juga jika pasien memang menderita Hepatitis C, dan jika pasien meninggal.

"Juga laboratorium yang mengadakan penyelidikan darah, harus melapor jika infeksi Hepatitis C ditemukan, kalau pasien belum tercatat."

Tahun 2010 organisasi kesehatan dunia, WHO sudah menetapkan Hepatitis C sebagai "masalah kesehatan yang harus diperhatikan di dunia", dan menempatkannya sejajar dengan HIV, Tuberkulose dan Malaria. Menurut perkiraan, di seluruh dunia sekitar 150 juta orang menderita Hepatitis C, sekitar 400.000 dan 500.000 di antaranya hidup di Jerman.

Mereka yang tertular sering mengeluh lelah dan tidak bertenaga. Kadang juga karena sakit di sendi-sendi.

Jadi, gejala-gejalanya tidak spesifik dan bisa diakibatkan bermacam penyakit. Tidak ada peringatan yang jelas, dan pasien tidak kesakitan, karena organ hati rusak tanpa menyebabkan rasa sakit.
 
Sehingga banyak orang kaget jika mendengar diagnosa itu, karena Hepatitis C biasanya ditemukan kebetulan. Misalnya pada Maria. Ia tertular lewat parasit yang berada di lambung dan usus dua belas jari.

Di samping transfusi darah, peralatan operasi yang tidak steril juga menjadi penyebab infeksi. Itu sudah berubah, jelas Leidel. "Sekarang penggunaan suntikan untuk obat terlarang oleh lebih dari satu orang jadi penyebab utama. Yang juga mungkin jadi penyebab adalah penularan lewat hubungan seksual antarpria," katanya.

Apakah hati yang sudah tertular Hepatitis C masih bisa diobati?

Pakar penyakit hati, Stephan vom Dahl, mengatakan, "Hati tidak sakit. Hati yang beratnya satu setengah sampai dua kilogram punya jaringan lima kali lipat lebih banyak dari yang diperlukan. Jadi, fungsi hati baru berkurang, jika 60 - 70 persen bagiannya rusak. Semakin cepat Hepatitis C diobati, kesempatannya semakin besar, bahwa penyakit ini tidak jadi kronis."

Dijelaskan Dahl, jika Hepatitis sudah menyebabkan kerusakan hati, pengobatan masih harus tetap dijalankan. "Karena hati yang sudah rusak, kadang masih dapat kembali sembuh secara mengejutkan," ujarnya.

Pengobatan biasanya diadakan dengan kombinasi dua obat. Ribiverin, yang mencegah virus berkembang biak, dan Interferon yang berasal merupakan protein yang dihasilkan tubuh. Protein antara lain diproduksi darah putih, terutama jika tubuh harus melawan penyebab infeksi.
 
Interferon untuk terapi Hepatitis C diproduksi secara bioteknologis, dan disuntikkan ke tubuh pasien. Banyak pasien khawatir akan efek sampingannya. Ada pasien yang memutuskan untuk tidak menggunakannya, karena obat ini menyebabkan simtom influensa, seperti badan yang terasa sakit, sakit kepala serta demam menggigil.

Sejauh ini belum ada vaksitansi yang bisa melindungi orang dari infeksi Hepatitis C, dan dalam waktu singkat vaksinasi semacam itu belum akan ada. Tetapi pakar penyakit hati Stephan vom Dahl yakin, bahwa terapi semakin baik.

Ia menjelaskan, 20 tahun lalu, dari sepuluh pasien hanya satu yang bisa disembuhkan. Sekarang dari sepuluh pasien, ada tujuh bisa disembuhkan. Dalam delapan tahun mendatang pasti sembilan dari sepuluh pasien. (*)

Sumber: Deutsche Welle