Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mega Larang Ketua MPR Mundur dari Panggung Politik
Oleh : Surya
Rabu | 26-03-2014 | 17:04 WIB
Sidarto.JPG Honda-Batam
Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Sidarto Danusubroto mengatakan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memintanya untuk tidak mundur dari panggung politik, meski usianya kini menginjak 78 tahun.

Karena itu, ia mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari daerah pemilihan (Dapil) Daerah Istimewa Yogyakarta, dan tidak mencalonkan diri sebagai anggota DPR agar ada regenerasi.

"Mega larang saya mundur dari politik, tapi kalau saya tetap nyaleg DPR RI di Dapil yang sama maka tak akan terjadi regenerasi untuk yang muda. Karenanya saya pindah sebagai caleg DPD RI," ujar Sidarto dalam Dialog Kenegaraan 'Ragam Gaya Kampanye Senator', di Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Sidarto mengatakan, untuk mendapatkan dukungan rakyat sebagai caleg DPD RI, ia membuat patung sebagai alat peraga yang bisa dipindahkan ke mana saja saat melakukan blusukan atau sosialiasi pencalegan dirinya.
 
"Bahkan melalui patung itu, banyak masyarakat berfoto. Itulah antara lain kampanye yang ramah lingkungan, dan saya tidak pasang banner di pohon-pohon," kata Ketua MPR ini.

Menurut Sidarto, sistem suara terbanyak yang diterapkan dalam dua pemilu terakhir ini, tidak tepat dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, ditengah masyarakat yang masih lapar dan berpendidikan rendah.

"Belum waktunya saat ini dengan demokrasi suara terbanyak, karena rakyat masih rendah pendidikannya, dan miskin. Karena itu yang terpilih kebanyakan yang punya modal kuat," katanya.

Ia menilai penerapan pemilu suara terbanyak diterapkan 20 tahun lagi atau empat kali pemilu agar pendapatan perkapita masyarakat Indonesia mencapai 10 ribu dollar AS dan pendidikanya menengah atas. 

"Jadi, kita masih harus menunggu sampai 4 kali pemilu lagi untuk menerapkan demokrasi suara terbanyak itu," katanya.

Sedangkan Anggota DPD RI AM Fatwa yang kembali mencalonkan diri sebagai Anggota DPD dari Dapil DKI Jakarta mengatakan, usia lanjut atau udzur tidak bisa dijadikan patokan bagi seorang politisi untuk mengakhiri karirnya di dunia politik.

"Usia saya sekarang 79 tahun, sebentar lagi 80 tahun. Saya sudah 4 kali nyaleg selama reformasi baik sebagai anggota DPR dan DPD, karena politik itu tidak ada pensiunnya. Ini panggilan hati nurani, bukan masalah harus tahu diri karena kondisi fisik tidak kuat lagi," kata Fatwa.

Karena itu, Fatwa mengaku mempunyai strategi jitu agar dapat terpilih kembali sebagai anggota DPD RI. "Saya gunakan gaya lama dan gaya baru, tergantung komunitas, lingkungan dan masyarakat pemilih," katanya.

Adapun strategi yang digunakan adalah, menulis buku, membagikan kartu nama, stiker, kalender, lampu, kipas angin, dan berbagai rekam jejaknya agar mendapat dukungan masyarakat Jakarta.

"Tapi, modal kampanye yang terpenting sebagai modal dasar adalah silaturrahim. Silaturrahim itu modal dasar saya untuk memperoleh dukungan masyarakat," katanya.
 
Selain itu untuk mendapatkan simpati publik, ia juga mengkritik Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang secara terbuka mengumumkan pencalonannya sebagai calon presiden pada Pemilu 2014, sementara janji-janji kampanye sebagai gubernur DKI Jakarta belum banyak dipenuhi. 

"Saya langsung mengkritik Gubernur DKI Jakarta. Jokowi, ternyata dia juga tidak marah, malahan bilang kritik itu penting untuk keseimbangan, saya langsung bertemu empat mata dengan Jokowi akhir-akhir ini," katanya. 

Sementara pengamat LIPI Firman Noor mengatakan, gaya kampanye pada yang dilakukan caleg DPR, DPD maupun DPRD lebih variatif,  modifikatif, dan aktraktif.

"Gaya kampanya untuk mendapat dukungan rakyat itu harus disesuaikan dengan kondisi rakyat di daerah masing-masing. Dan, terbukti model kampanye itu kini berubah. Lebih modikatif, varitaif, dan aktraktif. Seperti membuat patung, ngamen di pasar, memanfaatkan facebook, twitter, dan media sosial lainnya," kata Firman.

Agar terpilih semua caleg harus menggunakan seluruh media yang ada baik konvensional maupun modern. Sebab saat ini, tidak ada lagi kecenderungan pengerahan massa,arak-arakan, atau pidato di depan ribuan pendukungnya dan lain-lain.  

"Itu, memang khas Asia, tapi lama-lama sudah ditinggalkan. Misalnya, akibat keterbatasan dana, jaringan, keterbatasan orang-orang kecuali dengan mesin partai," katanya.

Editor: Surya