Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pencapresan Ical Segera Dievaluasi

Golkar Sodorkan JK, Akbar, Priyo, dan Agung Jadi Cawapres Jokowi
Oleh : Surya
Senin | 17-03-2014 | 15:41 WIB
prio-budi-santoso-dan-JK-415x300.jpg Honda-Batam
Priyo Budi Santoso dan Jusuf Kalla, dua dari 4 kader Partai Golkar yang disodorkan jadi Cawapres Jokowi

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Politikus senior Partai Golkar, Zainal Bintang, mengatakan, pencapresan Joko Widodo oleh PDI Perjuangan secara resmi telah memperkecil peluang kemenangan capres manapun, termasuk capres Golkar Aburizal Bakrie. Golkar disarankan untuk segera mengambil posisi cawapres untuk diduetkan dengan Jokowi.

"Posisi Golkar menempatkan Ical (Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, red) sebagai capres, harus dikaji ulang," kata Zainal menanggapi peluang capres lain jika Aburizal dihadapkan dengan Jokowi, dalam diskusi bertema "Fenomena dan Kesempatan Tokoh Muda Parpol: Bagaimana Respon Publik Dalam Peta Politik Nasional di Pilpres 2014" yang digelar Founding Fathers House di Warung Daun, Jakarta, kemarin.

Zainal Bintang mengatakan, eletabilitas Jokowi dengan Ical berbanding sangat jauh jaraknya. Jokowi 31 persen, sementara Ical hanya 11 persen. Dia pun menilai pencapresan Jokowi mengubah konstelasi politik Indonesia. Terlebih kalau Pileg pada 9 April mendatang, PDI Perjuangan memenangkan perolehan suara.

Jika hendak berkoalisi dengan Jokowi dan PDI Perjuangan, menurut Zainal, tidak mungkin nama yang disodorkan adalah Ical. Jika Ical memaksakan diri jadi cawapresnya Jokowi maka akan membuat gejolak di internal Golkar.

Sebagai cawapres yang akan disodorkan ke Jokowi, Zainal Bintang menyarankan empat nama tokoh Golkar. Mereka adalah Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono, dan mantan ketum Golkar Jusuf Kalla.

Zainal yakin akan ada perubahan soal pencapresan Partai Golkar. Perubahan itu akan dilakukan dalam Rapimnas Partai Golkar yang diselenggarakan pasca Pemilu Legislatif 2014.

Zainal menegaskan lagi, munculnya Jokowi mirip dengan munculnya SBY pada Pemilu 2004. Saat itu, naiknya SBY sebagai presiden juga disebabkan anti-tesis kekecewaan masyarakat pada pemerintah sebelumnya.

"Saat itu, masyarakat memilih SBY karena ada harapan untuk perubahan dan muncul justifikasi lembaga survei mengenai sosok SBY," katanya.

Kemunculan Jokowi juga didorong lembaga survei yang menunjukkan elektabilitas dan popularitas yang tinggi. "Jadi, kondisi saat naiknya SBY itu terulang pada kondisi naiknya Jokowi saat ini," katanya.

Senada dengan Zainal Bintang, pengamat Komunikasi Publik dari UPH, Emrus juga punya pendapat sama. Deklarasi Jokowi sebagai capres PDI Perjuangan, menurutnya, sama saja presiden periode 2014-1019 sudah terpilih.

"Sulit bagi calon lain tandingi Jokowi. Bahkan, dia bisa dianggap berhadapan dengan kotak-kotak kosong. Makanya lebih baik, calon lain mundur saja," ujar dia.

Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH), Dian Permata, mengatakan Pilpres 2014 adalah momentum yang tepat untuk tokoh muda. Soalnya di masa mendatang Indonesia dihadapkan dengan beragam kompleksitas permasalahan dalam dan luar negeri.

Untuk itu, Dian menyarakan, Joko Widodo  memilih cawapres dari tokoh muda. "Muda itu identik dengan kuat, cekatan, cepat merespon, dan tanggap. Joko Widodo itu fast response, kalau wakilnya tidak cekatan begitu pula kabinetnya, bisa dibayangkan Indonesia masa depan itu seperti apa jadinya".

Kata Dian, sejarah Indonesia itu tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh muda. Soekarno mendirikan PNI pada usia 26 tahun. Muhammad Hatta mendirikan Perhimpunan Indonesia pada usia 25 tahun. Bahkan, Sutan Syahrir menjadi Perdana Menteri termuda di dunia merangkap Menteri Luar Negeri dan Dalam Negeri di usia 36 tahun.

Dilanjutkan Dian, selama ini peran tokoh muda di pilpres memang sangat kecil. Itu disebabkan mekanisme untuk memperoleh tiket capres berasal dari penunjukan atau pengangkatan. Makanya tidak heran, mayoritas capres yang beredar adalah pimpinan elite partai politik.

Editor: Surya