Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kondisi Ekonomi Makin Sulit

Golkar Yakini Rakyat Rindu Golkar Pimpin Negara dan Bangsa Lagi
Oleh : Surya
Senin | 24-02-2014 | 17:24 WIB
harry_azhar.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Partai Golkar meyakini rakyat Indonesia merindukan partai berlambang pohon beringin itu kembali memimpin negeri ini. 

Sebab, sejarah mencatat peran penting kader Golkar ketika dipimpin Presiden Soeharto sebagai pemimpin mampu membawa Indonesia masuk jajaran salah satu negara penghasil dan pengekspor minyak terbesar di dunia.
 
"Setelah melihat kondisi akhir-akhir ini, rakyat akan semakin merindukan kepemimpinan Partai Golkar. Karena terbukti mampu membawa Indonesia melewati krisis energi seperti saat ini," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis, di Jakarta, Senin(24/2/2014).
 
Harry menjelaskan, hingga saat ini PT Pertamina memiliki 6 unit kilang minyak dengan kapasitas 1,05 juta barel per hari (bph). Namun realitanya, produksi keenam unit kilang itu hanya 700.000–800.000 bph. Padahal konsumsi BBM Indonesia saat ini mencapai angka 1,5 juta–1,6 juta bph.
 
Sementara, saat pemerintahan Soeharto periode 1966-1998, rata-rata produksi minyak mencapai 1,38 juta bph. Lalu pada tahun 1960, Indonesia masuk menjadi anggota negara-negara pengekspor minyak terbesar di dunia (OPEC). Bahkan sebagian besar pembangunan nasional dibiayai dari keuntungan minyak Indonesia. Sebab, sumbangan minyak dan gas (migas) terhadap pendapatan negara diatas 50%. Dan pada tahun 1980-an kontribusi minyak mencapai angka diatas 70%.
 
Lebih jauh, jelas Harry, era pemerintahan Soeharto juga membangun kilang minyak Balongan, yang kini menjadi kilang minyak terakhir yang dibangun pemerintah. Meski Kilang Balongan awalnya ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN), namun secara jangka panjang pemerintahan Soeharto mampu melihat peluang dan tantangan jauh di depan.
 
"Bayangkan, jika saat itu Presiden Soeharto tidak membangun Kilang Balongan, maka sekarang mau seberapa besar lagi biaya impor minyak Indonesia. Hal itu membuktikan bahwa Pak Harto lebih punya visi misi dalam membangun bangsa dibanding pemerintah saat ini. Jadi tidak keliru bila rakyat saat ini kangen dengan jaman Pak Harto yang mana Golkar saat itu memimpin pemerintahan," ungkapnya.
 
Langkah Antisipatif
Seharusnya, kata Harry, pemerintahan setelah Soeharto memikirkan langkah-langkah antisipasi masa depan terkait ketercukupan kebutuhan minyak Indonesia. Sebab saat itu, dengan produksi yang melimpah, minyak menjadi sumber energi yang mudah didapat saat itu. Apalagi, tingkat konsumsi minyak dalam negeri belum begitu besar. Secara rata-rata hanya sekitar 469 ribu bph, atau hanya sepertiga atau sekitar 34% dari total produksi. Itu sebab, pemerintah pun memberikan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) di pasar domestik.

Namun realitanya, Indonesia kini justru mengimpor minyak dari Singapura yang memiliki produksi minyak 1,3 juta bph. Berdasarkan data Kementerian ESDM, Harry mengatakan bahwa stok minyak mentah Indonesia hanya cukup untuk 4 hari. Sementara, stok operasional tersisa untuk 21 hari.
 
Bahkan meski stok minyak Indonesia semakin menipis, Harry mengatakan pemerintah sama sekali tidak bergerak untuk membangun kilang-kilang baru sebagai langkah antisipasi. Hal itu terlihat dari penandatanganan nota kesepahaman (MoU) pembangunan kilang di Indonesia, antara pemerintah dengan negara lain ataupun perusahaan asing. Diantaranya, adalah Jepang, Iran, Saudi Arabia dan Kuwait. Namun hingga kini, tidak satupun yang dieksekusi pemerintah.
 
"Artinya pemerintahan saat ini tidak memiliki visi jangka panjang. Cuma sekedar pencitraan belaka, tanpa memikirkan masa depan bangsa Indonesia yang besar ini. Itu sebab, rakyat Indonesia merindukan kader Golkar menjadi pemimpin negeri ini untuk menikmati kembali perekonomian yang merata di segala bidang. Khususnya, dalam menjamin ketersediaan energi. Sebab, pertumbuhan yang tinggi pasti diikuti dengan meningkatnya kebutuhan energi,” katanya. 

Editor : Surya