Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Microsoft Beli Kredit Karbon Madagascar
Oleh : Redaksi
Selasa | 18-02-2014 | 07:39 WIB
800px-Illegal_export_of_rosewood_001.jpg Honda-Batam
Foto Aktivitas pembalakan liar di Madagascar. (Foto: Wikipedia)

BATAMTODAY.COM - Raksasa teknologi, Microsoft, telah membeli kredit karbon pertama yang dihasilkan dalam proyek konservasi hutan hujan di Madagaskar. Demikian laporan Wildlife Conservation Society (WCS) yang menyelenggarakan dan mendukunga program tersebut.

Kesepakatannya, seperti yang dikatakan WCS, merupakan penjualan pertama kredit Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) milik pemerintah di Afrika yang akan membantu upaya konservasi keuangan di Makira Natural Park. Taman ini merupakan daerah hutan hujan di Madagaskar timur laut yang terkenal karena keanekaragaman hayatinya tetapi telah dirusak oleh pembalakan dan perburuan liar.

Seperti dilansir Mongabay, Microsoft membeli kredit dalam jumlah yang tidak ditentukan di bawah program netralitas karbon. Rob Bernard, Pimpinan Stragegis Lingkungan di Microsoft, mengatakan proyek ini menawarkan berbagai manfaat menarik yang lebih dari sekadar karbon.

"Mendukung konservasi dan pembangunan masyarakat proyek hutan seperti Makira merupakan bagian penting dari strategi Microsoft untuk mengurangi dampak lingkungan, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kesehatan dan pendidikan, dan mengatasi tantangan sosial," katanya dalam sebuah pernyataan.

"Peran proyek penting dalam melindungi area penting dari nilai keanekaragaman hayati juga sejalan dengan fokus Microsoft sendiri dalam menggunakan teknologi, informasi dan penelitian untuk mengembangkan pendekatan baru dan solusi untuk keberlanjutan," katanya lagi.

Makira adalah rumah bagi 20 spesies lemur, ratusan spesies burung, dan ribuan jenis tanaman. Diperkirakan, daerah ini berisi satu persen keanekaragaman hayati terestrial di bumi.

Proyek REDD+ Makira bertujuan untuk melestarikan hutan di daerah itu, mencegah pelepasan 32 juta ton emisi karbon dioksida yang akan dilepaskan setelah deforestasi secara terus-menerus untuk kepentingan selama 30 tahun ke depan.

Dikutip dari Wikipedia, perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar yang memungkinkan terjadinya negosiasi dan pertukaran hak emisi gas rumah kaca. Mekanisme pasar yang diatur dalam Protokol Kyoto ini dapat terjadi pada skala nasional maupun internasional, sejauh hak-hak negosiasi dan pertukaran yang sama dapat dialokasikan kepada semua pelaku pasar yang terlibat.

Pemilik industri yang menghasilkan CO2 ke atmosfer memiliki ketertarikan atau diwajibkan oleh hukum untuk menyeimbangkan emisi yang mereka keluarkan melalui mekanisme sekuestrasi karbon. Fasilitas pembangkit tenaga bisa termasuk ke dalam industri ini.

Sementara, pemilik yang mengelola hutan atau lahan pertanian bisa menjual kredit karbon berdasarkan akumulasi karbon yang terkandung dalam pepohonan di hutan mereka. Atau bisa juga pengelola industri yang mengurangi emisi karbon mereka menjual emisi mereka yang telah dikurangi kepada emitor lain. 

Sedangkan REDD, yang dikutip dari laman redd-indonesia.org, adalah skema untuk memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil mengurangi emisi karbon dengan menekan tingkat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Insentif ini dapat mendorong pengelolaan hutan yang lebih lestari dengan menyediakan aliran pendapatan yang berkelanjutan. 

Pengurangan emisi atau deforestasi yang dihindari dapat diperhitungkan sebagai kredit karbon. Kredit tersebut  selanjutnya dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melindungi hutannya.

REDD+ merupakan perluasan dari REDD, yang menambahkan areal peningkatan cadangan karbon hutan ke dalam cakupan awal strategi REDD berupa peranan konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan cadangan karbon. (*)

Editor: Roelan