Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diskusi Peresmian Rizal Ramli Strategic Center

Rakyat akan Tetap Miskin karena Kebijakan Negara yang Koruptif
Oleh : Surya
Kamis | 13-02-2014 | 22:02 WIB
RR33.jpg Honda-Batam
Hamdi Muluk, Yenti Ganarsih, Rizal Ramli, Tyasno Sudarto dalam peresmian Rizal Ramli Strategic Center

BATAMTODAY.COM,  Jakarta - Pakar psikologi Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk menilai kemiskinan yang terjadi di Indonesia akibat kebijakan pemerintah yang dalam hal pangan yang mengedepankan impor daripada kedaulatan pangan.


Impor  berbagai kebutuhan masyarakat, motivasinya adalah komisi atau fee yang sangat besar meskipun kebijakan tersebut mengorbankan rakyat.  

"Jadi, yang membuat rakyat dan petani tetap miskin selama ini, karena kebijakan pemerintah orientasinya koruptif, fee, dan mendapatkan untung untuk kepentingan diri dan golongannya. Dan, perilaku koruptif, serakah, dan tamak itulah yang membuat bangsa ini tetap terbelakang," tegas Hamdi Muluk saat peresmian Rizal Ramli Strategic Center (RRSC) di Jakarta, Kamis (13/2/2013).

Menurut Hamdi, kebijakan ini berlangsung terus karena para pemburu rente ini dibiarkan oleh seluruh komponen bangsa ini.  Akibatnya, terjadi kedzaliman dan penindasan melalui berbagai kebijakan tersebut sama dengan membunuh seluruh kepentingan rakyat dan bangsa ini.

"Padahal, tak ada alasan untuk menjadikan negara ini maju dan berdaulat karena semua prasyarat ada di Indonesia," katanya. 

Impor beras Vietnam akhir-akhir ini,  kata Hamdi,  itu sama halnya dengan perilaku dan watak jahat, dzalim, dan mengeksploitasi rakyat dan negara dengan menghalalkan segala cara.

"Tapi, mengapa semua membiarkan? Orang pintar bertemu dengan orang serakah, justru memperkuat perburuan rente, dan inilah pendzaliman yang nyata," ungkapnya.

Oleh sebab itu ,  negara ini perlu sosok calon presiden dengan sosok personalitynya yang bersih, tidak serakah, tidak culas, tidak curang, sederhana, jejak rekamnya yang baik dan seterusnya.

"Kita memang sudah waktunya tobat nasional, agar kedaulatan pangan bisa terwujud, dan kebijakan pangan tidak bias, dan negara ini tidak salah urus," tambah Hamdi.

Setidaknya lanjut Hamdi, kita perlu 1300-an orang yang bersih, berkarakter, tidak serakah, sederhana, bersih, dan berkomitmen untuk kedaulatan pangan, kedaulatan politik, militer, hukum, dan sebagainya. Mengapa dibutuhkan 1300 orang yang berkarakter?

"Karena mereka itulah yang akan menduduki jabatan sebagai presiden dan wapres, 30-an menteri, 560 anggota DPR RI, dan lembaga negara, dan komisi-komisi negara," pungkasnya.

Bisa dipidana
Pakar hukum pidana pencucian uang Yenti Garnasih menegaskan jika kebijakan yang sejak awal salah, apalagi koruptif, dan pasti merugikan kepentingan bangsa dan negara. Sebab,  kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan penyelenggara negara lainnya bisa dipidana. Karena kebijakan yang salah itu sama saja dengan tindak kejahatan di mana semua orang harus ditindak secara hukum.

"Persoalannya hukum kita ini justru tidak menganggap kebijakan yang salah itu sebagai kejahatan, dan tidak bisa dipidana. Padahal, dengan jelas kebijakan yang salah, koruptif, dan merugikan bangsa dan negara itu sebagai bentuk kejahatan. Kalau sejak awal kebijakan itu memang koruptif, kenapa tidak ditindak?" kata Yenti Garnasih. 

Hadir dalam peresmian RRSC tersebut antara lain Hamdi Muluk (UI), Yenti Garnasih (pakar hukum pencucian uang), mantan KASAD Tyasno Sudarto, Hendri Saparani (pakar ekonomi), Ray Rangkuti (Lima),  kalangan pengacara, dan lain-lain.

Menurut Yenti, kebijakan yang salah tersebut dalam pandangan hukum, jelas akan melumpuhkan nurani penyelenggara negara dari pusat sampai daerah dan itu sekaligus akan merugikan rakyat, bangsa dan negara.

"Itu termasuk sebagai penjahat, crime, criminal, dan korporasi pembuat kebijakan itu bisa dipidana. Maling ayam saja kriminal, bagaimana dengan elit negara?"  tegas Yenti mempertanyakan.

Oleh sebab itu pula lanjut Yenti, maka kebijakan pangan kita juga koruptif, ilegal, dan merugikan petani. Bukan saja beras, tapi juga daging, bawang, gula, garam, pupuk, buah-buahan, kedelai, dan masih banyak lagi.

"Jadi, ke depan kita, RRSC, dan penyelenggara negara jangan memberi peluang terhadap kebijakan koruptif tersebut," ungkapnya.

Dengan begitu kata Yenti, Indonesia di 2014 ini membutuhkan capres dengan rekam jejak, track record, yang bebas dan bersih dari korupsi dan pencucian uang. Sebab, dalam hukum pencucian uang itu, sumber keuangan seseorang harus jelas.

"Yaitu dari mana asalnya, untuk apa, dan bagaimana proses memperoleh uang, dan kemana uang itu mengalir.  Siapapun pelakunya dan siapapun penerimanya harus dipenjara dan uangnya dikembalikan ke negara," pungkasnya.

Edtor : Surya