Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inilah Modus Anggota Dewan 'Merampok' Duit Negara
Oleh : Charles Sitompul
Kamis | 06-02-2014 | 09:29 WIB
money2.jpg Honda-Batam
Ilustrasi

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Mantan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Riau (kini Kabupaten Bintan), Andi Anhar Chalid, membeberkan modus anggota DPRD kabupaten/kota dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) "merampok" dan menggerogoti dana APBD yang digunakan untuk kepentingan politik, kelompok, partai politik, maupun pribadi.

Salah satunya, dengan menitipkan sejumlah proyek ataupun kegiatan di SKPD yang menjadi mitra komisi anggota dewan bersangkutan. Sejumlah proyek ini diplot sebagai titipan di masing-masing SKPD dengan menentukan siapa yang akan mengerjakan proyek setelah RAPBD disahkan.

"Jadi, permainannya sangat kasar. Sejumlah titipan proyek ini menjadi bargaining yang dibuat DPRD untuk meloloskan anggaran atas program yang sudah dibuat oleh masing-masing SKPD. Nanti kepala SKPD yang disuruh mempertangungjawabakan proyek oknum-oknum anggota dewan bersangkuatan," papar Andi Anhar kepada wartawan, saat ditemui di kantor Gubernur Kepri, Rabu (5/2/2014) kemarin.

Menurutnya, titipan proyek anggota dewan di masing-masing SKPD ini yang disebut juga sebagai "dana alokatif anggota DPRD", dengan besaran Rp5 miliar untuk unsur pimpinan, dan Rp2 miliar untuk anggota DPRD lainnya. 

"Ini terjadi dan dipraktikkan unsur pimpinan dan anggota dewan pada APBD Kepri dalam setiap pembahasan dan pengesahan APBD yang diperoleh hampir seluruh anggota DPRD Kepri dengan besaran Rp5 miliar untuk unsur pimpinan, dan Rp2 miliar untuk anggota," terang Andi Anhar yang juga mantan anggota DPRD Kepri ini. 

Setelah pelaksanaan proyek, lanjut dia, dana alokatif yang dititipkan pada sejumlah kegiatan di masing-masing SKPD itu kemudian dipecah. Bisa berupa pekerjaan proyek PL (penunjukan langsung) yang dananya di bawah Rp200 juta, pinjaman bantuan modal pada kegiatan dana bergulir koperasi dan UMKM, bisa juga dana bantuan hibah pada OKP, LSM serta yayasan pendidikan, bahkan keagamaan- tanpa pertangungjawaban yang jelas.

"Jadi, dengan membagi-bagikan proyek dan dana program bantuan modal yang mencapai Rp200 juta lebih per kelompok ini, seolah-olah anggota dewan bersangkutan yang membantu masyrakat. Padahal itu duit negara," paparnya.

Modus lain yang digunakan, ungkap Andi Anhar, berupa pemanfaatan dana aspirasi anggota DPRD Kepri yang pada 2013 lalu totalnya mencapai Rp2,1 miliar, yang hingga saat ini pertanggungjawaban penggunaannya tak jelas. Dari beberapa laporan pelaksanaan reses yang dilakukan anggota DPRD, sangat nyata pelaksanaan kegiatan aspirasi yang dilakukan tidak sebanding dengan total dana yang diterima masing-masing anggota DPRD. 

"Penggunaan dana reses untuk menyerap aspirasi masyarakat yang dilakukan dewan di dapil masing-masing selama ini, tak ubahnya hanya digunakan untuk sosialisasi anggota DPRD," tuding Andi Anhar.

Bukti itu semakin diperkuat dengan semakin melempemnya daya kritis anggota dewan terkait dengan kinerja pemerintah sebagai fungsi kontrol dan pengawasan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan. 

Dia menerangkan, berdasarkan tata tertib anggota DPRD, hal ini jelas-jelas salah dan tidak dibenarkan. Bahkan, katanya, modus ini sudah menjadi incaran KPK di DPR-RI hingga dalam pelaksanaan pengangguran dana lanjutan ditolak anggota DPR-RI lainnya. 

Dia menegaskan, jika dicermati, praktik penitipan dana alokatif serta pemberian dana hibah atas nama anggota DPRD, serta kurang optimalnya penggunaan dan pelaksanaan kegiatan reses DPRD, jelas-jelas masuk dalam ranah korupsi. Karena, selain merugikan keuangan negara, juga terjadi persaingan yang tidak sehat sehingga program kegiatan pemerintah tidak berjalan dengan baik. 

"Oleh sebab itu hendaknya masyarakat dapat memantau dan mengawasi pembahasan dan penggunaan dana APBD 2014 ini sebagaimana yang diharapkan," harapnya. (Bersambung) *

Editor: Roelan