Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR akan Segera Sahkan RUU Perdagangan yang Pro Rakyat
Oleh : Surya
Rabu | 29-01-2014 | 19:16 WIB
menterigita.jpg Honda-Batam
Menteri Perdagangan Gita Wirjawan dan Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto

BATAMTODAY.COM, Jakarta -  Selama sekitar 30 tahun menunggu-nunggu akhirnya Komisi VI DPR RI akan segera mengesahkan RUU Perdangan menjadi UU setelah dibahas secara intensif dengan Pemerintah atau Kementerian Perdagangan (Kemendag).


Dengan disahkannya UU Perdagangan ini, Pemerintah nantinya sudah mempunyai payung hukum dalam menjalankan program perdangangan nasional dan internasional, yang nantinya akan ditangani oleh Komite Perdagangan Nasional (KPN). KPN akan merekomendasikan semua jenis perdagangan sesuai masing-masing sektor.


"Kita sudah 30 tahun ingin mempunyai RUU Perdagangan ini, dan baru kali ini bisa menggolkan menjadi UU. UU ini meliputi perlindungan, pengamanan, pemerataan prouksi dalam negeri, dan berbagai jenis ekspor serta perjanjian perdagangan internasional semuanya harus bermuara untuk kepentingan nasional. Termasuk koperasi dan UKM yang mempunyai akses terhadap pasar," tandas Ketua Komisi VI DPR RI Airlangga Hartarto saat menggelar Konperensi Pers bersama Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjarwan di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (29/1/2014).

Menyinggung kemungkinan adanya gugatan atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), hal itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Hanya saja latar belakang RUU ini sudah sejalan dengan konstitusi dan pasal 11 UUD NRI 1945 tentang perjanjian perdagangan internasional.

"Seluruh perjanjian internasional akan dilaporkan ke DPR RI dan perlu pengesahan DPR RI. Jadi, DPR akan menjadi benteng perjanjian internasional dan harus sesuai dengan kepentingan nasional," ujarnya.

Ditanya soal apakah RUU Perdagangan itu masih terasa asing atau neoliberalisme? Hartarto menegaskan semua produk harus berstandar nasional Indonesia (SNI), agar mampu bersaing secara internasional, dan semua produksi dalam negeri mendapat perlindungan hukum.

"Di mana menyangkut hajat hidup orang banyak, pemerintah bisa melakukan intervensi agar semua kebutuhan pokok rakyat tersedia dan harganya terjangkau," tambahnya.

Sedangkan terkait barang penting lanjut Hartarto, meliputi semen, pupuk, gas, dan sebagainya termasuk kebubutuhan dalam negeri diatur dengan jelas dalam UU ini.

Nasionalisme dan Pro Rakyat
Sementara itu, Mendag Gita Wirjawan menegaskan jika RUU Perdagangan selama ini dibahas dengan semangat nasionalisme, sesuai perjanjian perdagangan internasional, dan komite perdagangan nasional.

Karena dibahas dengan semangat nasionalisme, maka harus ada keseimbangan perdagangan produksi dalam negeri dari hulu sampai hilir, yang dibuat di dalam negeri namun bisa bersaing secara internasional.

"Kami telah membahas draft RUU sebanyak 438 daftar inventarisasi masalah (DIM), dan DIM ini sangat berbeda dengan yang beredar di masyarakat, apalagi bersumber dari internet. naskah akademiknya pun sesuai dengan ketahanan pangan dalam negeri, maka tak perlu khawatir," kata Gita Wirjawan.

Kesepkatan perjanjian perdagangan internasional pun kata Gita, juga dibahas bersama DPR RI, yang prosesnya menyeluruh sesuai dengan kepentingan rakyat.

"Untuk komite perdagangan nasional, nanti melibatkan seluruh pemangku kepentingan untuk menuntaskan perdagangan dalam dan luar negeri, serta menyosialisasikan perdagangan secara luas untuk memperkuat Indonesia menghadapi pasar bebas Asean atau AAsean Economic Community (AEC) yang akan dibuka pada Desember 2015," ujarnya.

Mendag berjanji dengan RUU ini bukan saja untuk mempertahankan dan melindungi produksi dalam negeri di Asia Tenggara saja, tapi juga produksi itu bisa bersaing di pasar internasional.

"Kita akan jadikan seperti Samsung-nya Indonesia nanti, sekaligus untuk menyiapkan Indonesia di peringkat dunia," katanya. tambahnya.

Karena itu, Gita yakin tak akan ada yang melakukan judicial review atau menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena RUU ini sudah dibahas dengan semangat nasionalisme, yang melibatkan berbagai pihak dan ahli di bidangnya. "Saya yakin tak akan gugatan ke MK," pungkasnya.

Sedangkan Ketua Panja RUU Perdagangan Aria Bima menyatakan RUU Perdangan yang akan disahkan oleh Komisi VI DPR RI ini ternyata berbeda jauh dengan yang beredar di masyarakat atau internet, yang sempat ditolak oleh berbagai kalangan masyarakat. Bahwa dalam RUU ini tidak ada aroma liberalisme, neoliberlaisme, mapun pro pasar bebas, melainkan pro rakyat Indonesia.

"Kami sudah sosialisasikan RUU ini ke berbagai kampus seluruh Indonesia, seperti Unhas Makassar, Udayana bali, Airlangga Surabaya, UGM Yogyakarta, ITB Bandung, IPB Bogor, LSM, asosiasi masyarakat, dan lain-lain. Dan, kita bahas DIM per DIM terbukti RUU ini dibahas dengan semangat nasionalisme," kata Ariabima. 

Karena itu lanjut Bima, kalau pun ada perjanjian internasional terkait perdagangan, maka harus mendapat persetujuan atau pengesahan DPR RI.

"Jadi, tanggung jawab itu juga ada di DPR RI. Sesuai dengan pasal 11 UUD 1945. Baik untuk menaikkan volume perdagangan dalam negeri maupun kebijakan luar negeri. Khusus dalam negeri terkait barang pokok penting seperti beras, semen, gas, pupuk dan sebagainya, pemerintah harus bertanggung jawab; dari suplai, distribusi, harga, dan keamanan," ujarnya.

Selain itu menurut Bima, RUU ini membahas zona pasar modern dan tradisional, komunitas koperasi dan UKM yang bisa bekerjasama dan saling melindungi serta mempunyai akses ke pasar, dan RUU ini tak berbenturan dengan UU yang lain seperti UU Industri dan sebagainya.

"Semua impor dan ekspor harus dalam konteks kepentingan dalam negeri," pungkas Bima.

 Editor : Surya