Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pengamat Menilai Bisnis Elpiji Pertamina Bukan Monopoli
Oleh : Redaksi
Senin | 27-01-2014 | 09:35 WIB
130729_lpg12kg.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radhi, menilai bisnis elpiji 12 kg yang dilakukan Pertamina tidak termasuk dalam katagori monopoli. Menurutnya, semua badan usaha bisa berbisnis elpiji 12kg. 

"Namun dalam praktiknnya Pertamina adalah pemain satu-satunnya. Kini yang perlu dicermati adalah alasan Pertamina yang menyatakan bahwa bisnis elpiji 12kg itu merugi," terang Fahmy kepada wartawan, Sabtu (25/1/2014).

Dosen UGM ini menilai, pernyataan Pertamina yang merugi di bisnis elpiji 12kg terbilang aneh. Dia menyinyalir Pertamina yang 'berkoar-koar' bisnis elpiji 12kg itu rugi lantaran BUMN tersebut tak ingin ada badan usaha lain yang bisa terjun ke bisnis elpiji 12kg sebagai bagian dari entry barrier.

Sementara, pemerhati minyak, Kurtubi, mengatakan, harusnnya BPK cermat dalam mengeluarkan opini menggenai kerugian Pertamina di bisnis elpiji 12kg. Seharusnnya, kata dia, rekomendasi yang keluar dari BPK bukan meminta Pertamina menaikkan harga jual elpiji 12kg. 

"Harusnnya rekomendasi BPK adalah meminta agar Pertamina mengefesienkan pengadaan elpiji 12kg," terang Kurtubi.

Dia menilai, sampai saat ini pengadaan elpiji Pertamina belum efesien. Ini dapat dilihat dari Pertamina yang masih senang mengimpor elpiji melalui broker. 

Logikannya, imbuh Kurtubi, Pertamina dapat membeli elpiji dari produsennya secara langsung dengan kontrak jangka panjang. Langkah tersebut dapat menurunkan biaya pokok pengadaan elpiji yang akhirnnya menurunkan kerugian Pertamina.

Kurtubi meminta agar pemerintah dapat melarang Pertamina untuk membeli elpiji dari broker. "Kita mencurigai Pertamina yang senang membeli elpiji dari broker karena saling menguntungkan antarbroker dan oknum pejabat di Pertamina. Namun negara dan Pertamina yang dirugikan," ujar Kurtubi.

Selain karena membeli dari broker, Kurtubi menyinyalir tingginnya harga jual elpiji 12kg lantaran acuan harga yang dipakai Pertamina menggunakan harga Crude Price (CP) Aramco. "Jika Pertamina tidak menggunakan harga internasional, pasti harga jualnnya jauh lebih murah. Bisa lebih murah 10 persen," papar Kurtubi.

Direktur Pengkajian Energi Universitas Indonesia (UI), Iwa Garniwa, mengatakan, seharusnya penetapan harga elpiji 12kg menggunakan perhitungan harga pokok produksi elpiji di dalam negeri ditambah margin keuntungan yang wajar. Bukan menggunakan harga internasional yang selama ini diberlakukan.

Seperti diketahui, Pertamina selalu menggunakan harga elpiji menggunakan patokan Aramco. Padahal tidak semua elpiji yang dijual Pertamina berasal dari impor. Masih banyak elpiji yang dijual Pertamina berasal dari hasil kilang yang ada di Indonesia. Tapi Pertamina selalu menjual dengan harga internasional.

Pertamina yang menjual elpiji yang berasal dari kilang di Tanah Air dengan harga internasioanal menurut Uchok Sky Khadafi, Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), adalah mengelabui publik. Menurutnya, langkah Pertamina tersebut bisa dikatagorikan mark up, sebab dipruduksi di dalam negeri namun dijual di Indonesia dengan harga internasional. 

"Itu juga yang harusnnya diaudit oleh BPK. Oleh sebab itu laporan keuangan Pertamina selalu tidak dipercaya dan tidak transparan," terang Uchok.

Sebelumnya, Pertamina terancam denda antara Rp1 - 25 miliar ketika Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) berhasil membuktikan bisnis liquid petroleum gas (LPG) 12kg yang selama ini mereka geluti termasuk dalam kategori monopoli.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Hukum KPPU, Ahmad Junaidi, mengatakan, KPPU memanggil Pertamina untuk meminta klarifikasi mengenai kebijakan menaikkan harga elpiji 12kg. Pasalnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004, menyatakan adanya campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi ini. Karena dasar tersebut KPPU menilai tindakan Pertamina menaikkan harga elpiji 12 kg merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan. (*)

Editor: Roelan