Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Yayasan Keberatan Jika Harus Gantikan Pemerintah untuk Bayarkan Insentif Guru
Oleh : Habibi
Kamis | 09-01-2014 | 20:26 WIB
P1200681.JPG Honda-Batam

PKP Developer

Pertemuan bersama Kepala Inspektorat Daerah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan ketua yayasan sekolah se-Kota Tanjungpinang, di kantor Inspektorat Daerah Kota Tanjungpinang, Kamis (9/1/2014). (foto: Habibi/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Yayasan sekolah-sekolah swasta di Tanjungpinang keberatan jika harus menggantikan peran pemerintah daerah untuk memberikan insentif guru, seperti yang disarankan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Tanjungpinang. 

Keberatan itu disampaikan pada saat pertemuan antara pihak yayasan dengan Disdikbud dan Inspektorat Daerah Kota Tanjungpinang, di ruang rapat kantor Inspektorat Daerah, Kamis (9/1/2014).

"Kalau sekolahnya besar dan yayasannya kaya, mungkin bisa. Tapi, dari 58 yayasan yang mengelola sekolah swasta di Tanjungpinang ini, hampir semuanya tidak berorientasi bisnis, tetapi berorientasi sosial," kata Hajarullah Aswad, ketua Yayasan Al Madinah, yang mengelola SD Islam Terpadu Al Madinah Tanjungpinang.

Keberatan yang sama disampaikan Tris Budi, dari Yayasan Tunas Karya yang mengelola sekolah-sekolah Katolik. Dia sepakat dengan apa yang disampaikan Hajarullah Aswad bahwa sekolah-sekolah swasta di Tanjungpinang tidak berpikir bisnis. 

Karena itu, dia mengaku prihatin jika disebut guru-guru di sekolah swasta bergaji lebih tinggi daripada guru di sekolah negeri. "Bahkan, ada guru swasta yang bergaji 100 ribu rupiah per bulan. Kalau disebut gaji (guru swasta) besar, silakan cek sendiri," papar Tris Budi.

Dia menyampaikan, sekolah-sekolah selalu bersinergi dengan pemerintah dan turut serta melaksanakan program-programnya. Karena itu dia yakin, Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang pasti punya solusi agar masalah insentif guru swasta masih bisa diberikan.

"Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tak mengenal guru negeri dan guru swasta. Peraturan pemerintah tentang guru juga tidak membedakan antara guru negeri dan swasta. Tapi kalau memang insentif untuk guru swasta tak bisa lagi diberikan, berarti manajemen pendidikan di sekolah swasta berdiri sendiri tanpa campur tangan pemerintah," ujar Tris Budi.

Sementara itu, M Kasim, Ketua Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (YPLP-PGRI), yang mengelola SMA PGRI Tanjungpinang, malah menuding, tidak berkembangnya sekolah swasta karena pemerintah sendiri tak konsisten.

Dia mencontohkan pada saat penerimaan siswa baru (PSB). "Sudah jelas dalam satu kelas (di sekolah negeri) tak boleh lebih dari 40 anak, tapi tambah terus, tambah terus, akhirnya tambah lokal. Kalau sekolah negeri terima terus, sekolah swasta tak dapat siswa. Kalau sekolah swasta tak dapat siswa, dari mana dia dapat dana operasional? Dari mana untuk menggaji guru?" papar Kasim, yang juga mantan Kepala SMP Negeri 4 Tanjungpinang ini.

Broto Sumpeno, dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Tanjungpinang, terang-terangan mengatakan jika pihaknya tak bisa menambah gaji guru. Karena itu, pihak sekolah hanya bisa membayarkan gaji yang telah ditetapkan saja.

"Nggak ada yang namanya menggantikan (insentif) itu. Kalau memang pemerintah tidak bisa bantu ya sudah, kami hanya membayarkan gaji saja. Jadi kita konsisten, nggak perlu nambah-nambah lagi," tegas Broto. (*)

Seperti diberitakan sebelumnya, Kepala Disdikbud Kota Tanjungpinang, Dadang AG, mengatakan, pihak yayasanlah nantinya yang akan menggantikan peran pemerintah daerah untuk membayarkan insentif kepada gurunya. Karena, kata Dadang, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan pemberian insentif untuk guru swasta itu menyalahi aturan. (*)

Editor: Roelan