Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Harry Azhar Nilai Kisruh Kenaikan Harga LPG Bukti Carut Marut Koordinasi Ekonomi Pemerintah
Oleh : Surya
Selasa | 07-01-2014 | 08:21 WIB
harryazhar.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis

BATAMTODAY.COM, Jakarta -  Partai Golkar menilai, reaksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas kenaikan harga LPG 12 kilogram (kg) yang diberlakukan Pertamina per 1 Januari 2014 menunjukkan carut marutnya koordinasi di bidang perekonomian oleh pemerintah.


"Peninjauan kembali atas kenaikan harga LPG bukti carut marut koordinasi itu. Pengambilan keputusan jalan masing-masing. Hanya memikirkan keuntungan, bukan memikirkan nasib rakyat," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis di Jakarta, Senin (6/1/2014).

Menurut Harry, Pertamina yang sejatinya adalah BUMN yang 100% sahamnya dimiliki negara, harus ikut memikirkan nasib rakyat dan bukan semata-mata fokus pada pencarian dan hitung-hitungan keuntungan.

"Pertamina sebagai korporat hanya berpikir fasilitas mewah, untung besar agar gaji dan tantiem tahunan untuk direksi miliaran rupiah di saat rakyat miskin makin banyak di Indonesia. Pertamina juga sibuk bangun 'Proyek Mercu Suar' gedung super tinggi di tengah masyarakat miskin yang tidak punya tempat tinggal layak karena ekonomi semakin sulit. Kejadian ini dibiarkan oleh menteri-menteri ekonomi di dalam Pemerintahan SBY," tegas dia.

Harry juga menilai alasan pemerintah bahwa kenaikan itu tanpa koordinasi sangat tidak masuk akal. Sebab, bukan kali ini saja Pertamina mengusulkan kenaikan harga itu. Di 2013 pun Pertamina sudah melakukan kenaikan harga LPG 12 kg. Selain itu, bila ada kenaikan, pasti akan diketahui oleh menteri yang membawahi Pertamina, yakni Kementerian BUMN sebagai wakil pemerintah dan kementerian teknis yaitu Kementerian ESDM dilaporkan ke kementerian koordinator Perekonomian.

Disamping itu, menurut Harry, kenaikan harga LPG itu sangat tidak masuk akal. Sebab, pemerintah sendiri mengumumkan adanya peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 480 ribu  orang  per Maret-September 2013 akibat didera berbagai kenaikan harga. Di antaranya, kenaikan harga BBM bersubsidi, harga LPG, tarif dasar listrik (TDL) yang disusul kenaikan harga barang.

"Kenaikan LPG di 2014 ini menambah beban. Masyarakat kelas menengah dan bawah akan menjadi korbannya. Ini bisa meningkatkan jumlah penduduk miskin baru," jelas dia.

Harry juga menyesalkan ketidakberesan koordinasi di pemerintahan itu terjadi beruntun. Sebab, sebelumnya, pada Senin (30/12/2013), Presiden SBY juga membatalkan dua Perpres terkait jaminan kesehatan yang memungkinkan para pejabat berobat di luar negeri setelah menuai protes luas dari masyarakat. Pemerintah juga mengakui hal yang sama telah diatur dalam UU dalam Undang-Undang BPJS dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang berlaku efektif pada 1 Januari 2014.

"Pepres itu ditandatangani 16 Desember 2013 dan dibatalkan 30 Desember 2013. Kini disusul kasus serupa dalam kenaikan harga LPG 12 kg ini. Tampaknya pemerintah bekerja sembrono. Presiden juga tidak mendapat informasi yang valid sebelum kebijakan diambil. Akibatnya seperti ini, diprotes sana-sini, pemerintah langsung panik dan semakin kehilangan wibawanya,"  jelas dia.

Sebelumnya, merespons berbagai protes atas kenaikan harga LPG 12 kg tersebut, Presiden SBY  memerintahkan Wapres Boediono berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mencari solusinya.

Melalui akun twitternya, @SBYudhoyono pada Minggu (5/1/2014) dini hari mengatakan, seharusnya Pertamina terlebih dulu berkoordinasi dengan pemerintah sebelum memutuskan kenaikan harga. Dia juga menilai, kebijakan itu tidak dikoordinasikan dengan baik. Persiapan mengantisipasi kenaikan itu juga dinilainya kurang baik.

"Ini harusnya tidak boleh terjadi. Kewenangan menaikkan harga LPG nonsubdisi memang berada di Pertamina.Tidak harus lapor Presiden. Hanya saja, pemerintah perlu ikut menangani masalah LPG karena menyangkut rakyat banyak dan tidak bisa Pemerintahan SBY cuci tangan disaat seperti ini dan menyalahkan Pertamina saja. Ini bukti kuat carut marut koordinasi ekonomi Pemerintah. Harusnya urusan seperti ini tidak perlu sampai Presiden turun tangan, cukup level Rakor menteri saja,"  tandas Harry.

Seperti diketahui, kenaikan harga LPG sebesar Rp 68% atau Rp 3.959 per kg itu, harga LPG 12 kg melonjak drastis dari semula Rp 70.200 per tabung menjadi Rp 117.708 per tabung. Namun, di tingkat distribusi, harga bergerak liar, bahkan naik hingga 100%. Namun, PT Pertamina kemudian merevisi kenaikan harga gas elpiji nonsubsidi 12kg. Kenaikan harga yang semula Rp42 ribu menjadi Rp12 ribu per tabung, dan berlaku mulai Selasa (7/1/2014).

Keputusan itu diambil Pertamina hari ini (Senin, 6/1/2014) setelah berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dengan revisi tersebut, kenaikan harga elpiji 12kg yang semula Rp3.500 per kg, menjadi Rp1.000 per kg.kemudian Pertamina merevisi kenaikan sebesar 12 persen atau Rp 1000 kg-nya.

 Editor : Surya