Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Terima Dana APBN Rp1 M, Kades Akan Diaudit BPK dan BPKP
Oleh : Surya
Sabtu | 28-12-2013 | 08:48 WIB
prangkat_desa.jpg Honda-Batam

PKP Developer


Demo Perangkat Desa Tuntut Pengesahan RUU Desa beberapa waktu lalu

BATAMTODAY.COM, Jakarta -  Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) menilai kepala desa (Kades) di seluruh Indonesia harus mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa sebesar Rp 1 miliar kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hal itu merupakan konsekusi dari penggunaan dana desa yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang mulai digelontorkan pada 2015.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif  Pattiro Sad Dian Utomo dalam rilisnya di Jakarta, Jakarta (28/12/2013).

"Pengesahan UU Desa pada tanggal 18 Desember lalu, membawa angin segar segar bagi kepala desa dan perangkat desa di seluruh Indonesia karena akan membuat mereka sejahtera," kata Dian.

Para Kades dan Perangkat Desa, lanjutnya akan menerima penghasilan tetap setiap bulannya seperti pegawai negeri sipil (PNS) pada umumnya. Anggaran desa sebesar Rp 1 miliar juga diharapkan mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat desa di seluruh Indonesia.

Namun, penggunaan dana desa itu membawa konsekuensi pertanggungjawaban karena menggunakan uang negara dalam APBN. Sehingga kepala desa dan perangkat desa harus  mempertanggungjawabkan penggunaan dana anggaran desa kepada BPK dan BPKP untuk dilakukan audit.

"Jadi kepala  desa mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran desa. BPK dan BPKP nanti akan melakukan audit karena dana yang mengucur ke desa diambil dari APBN," katanya.

Menurut Dian, didalam pasal 72 UU Desa yang telah disahkan DPR dan pemerintah dalam Rapat Paripurna DPR, 18 Desember 2013 lalu, dinyatakan bahwa anggaran desa ditetapkan minimal 10 persen  dari dana transfer daerah dalam APBN. 

Kemudian Kades sebagai pengelola dana desa dalam pasal tersebut, lanjutnya, mesti siap memberikan laporan dan pertanggungjawaban kepada negara. "Setidaknya, mesti siap dilakukan audit oleh BPK dan juga BPKP," katanya.

Dian berpendapat, pasal 72 UU Desa merujuk pada UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU No.15 Tahun 2006 tentang BPK. Dana anggaran desa merupakan bagian keuangan negara, maka penggunaanya harus diaudit BPK.

"Sedangkan, PP No 72 tahun 2005 tentang Desa menjelaskan kewajiban membuat laporan tentang penyelenggaraan pemerintahan ada di pundak Kepala Desa," katanya.

Selama ini, kata Dian,  Kades tak pernah diaudit oleh BPK, lantaran tak menggunakan dana secara langsung dari APBN. Atas dasar itulah, Utomo khawatir para Kades tidak memiliki kapasitas dan kemampuan menghadapi audit BPK.

"Kekhawatiran dengan adanya audit BPK dan terjerat oleh kasus hukum, akan membuat para Kepala Desa tidak mengajukan Anggaran Desa karena takut akan menjadi tersangka korupsi karena kesalahan pembuatan laporan," katanya.

Direktur Eksekutif Pattiro ini menduga para Kades akan meminta pemerintah supaya audit BPK ditiadakan. Dia berharap pemerintah tak menganakemaskan para Kades dengan meniadakan audit BPK terhadap penggunaan anggara desa.

"Soalnya, dengan meniadakan audit BPK akan memperbesar peluang terjadinya korupsi," katanya.

Karena itu, ia meminta Kementerian Dalam Negeri melakukan pembinaan terhadap para Kades agar mengetahui hak dan kewajibannya. Sebab, apabila Kades tidak mengetahui hak dan kewajibannya, tanpa disadarinya akan mengantarkannya ke balik jeruji karena salah menggunakan anggaran desa yang bersumber dari APBN.

"Kapasitas dan kemampuan para Kepala Desa harus ditingkatkan agar mereka sadar hak kewajibannya, sehingga dapat memmpertanggungjawabkan penggunaan dananya. Ini tugas Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan pembinaan agar para desa tidak terjerat korupsi," katanya. 

Editor : Surya