Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Wujudkan Keadilan Ekonomi, Postur APBN Harus Diubah
Oleh : Surya
Selasa | 17-12-2013 | 21:28 WIB
Hajriyanto-Y-Thohari.jpg Honda-Batam
Hajriyanto Y Thohari.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y Thohari, menegaskan, selama postur APBN 2014 yang Rp 1.858 truiliun itu sebesar 60 persen hanya untuk anggaran gaji rutin PNS, TNI dan Polri, maka sulit bisa mewujudkan keadilan ekonomi dalam konteks pluralisme. 


Menurutnya, selama ini sebanyak 20 persen untuk pembangunan dan modal, dan 20 persennya untuk membayar utang, sehingga dari mana harus dianggarakan tanpa mengubah postur APBN tersebut.

"Kewenangan dan eksekutor APBN itu berada pada pemerintah dan bukannya DPR RI. Selama anggaran itu peruntukannya sama seperti selama ini, maka sulit bisa mewujudkan pemerataan pembangunan di daerah-daerah tertinggal, kecuali harus mengubah postur anggaran APBN itu sendiri. Karena itulah dibutuhkan pemimpin yang mampu dan berani mewujudkan keadilan itu," tandas Hajriyanto dalam dialog "Mencari Pemimpin Alternatif Yang Pluralis dan Antikorupsi" di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (17/12/2013).

Dia mengatakan, ruh pluralisme itu sesungguhnya berada pada APBN. Untuk itu dibutuhkan pemimpin, presiden, atau eksekutif yang berani mengubah postur APBN itu sesuai amanat UUD 1945 pasal 23 bahwa APBN itu ditetapkan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Jadi, kalau postur APBN sama seperti sekarang ini, ya sulit," tambah politisi Partai Golkar ini.

Dia memaparkan, dalam konteks yang luas Indonesia yang majemuk ini membutuhkan pemimpin yang berjiwa pluralis, memahami kemajemukan dengan baik atas Indonesia yang beragam. 

"Maka aneh, kalau pemimpin bangsa ini tak punya kesadaran tinggi terhadap pluarislme, dan itu bisa mengundang gerakan sparatisme, desintegrasi, dan mengancam NKRI," tambahnya.

Namun, tantangan yang terbesar bangsa ini adalah melawan korupsi. Menyadari dari APBN yang sangat besar tersebut banyak dikorupsi, akibatnya gagal mewujudkan keadilan ekonomi. 

"Apalagi pluarilsme bangsa ini bersifat komunal, berkelompok, dan tetap kokoh dengan jati dirinya, sehingga gagal mewujudkan keadilan, bisa mengancam kemajemukan itu sendiri," pungkasnya. (*)

Editor: Dodo