Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jelang Pemilu 2014, Pemerintahan SBY-Boediono Makin Tak Efektif
Oleh : Surya
Selasa | 10-12-2013 | 06:10 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Jelang pelaksanaan Pemilu 2014, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Wapres Boediono makin tidak efektif, akibat ulah para pembantu dan orang dekatnya yang terus merongrong kekuasaannya.


Namun, karena sudah ada kesepakatan agar pemerintahan ini diselesaikan hingga 2014, maka mau tak mau kondisi seperti ini juga harus dipertahankan dan sulit untuk dijatuhkan.


"Sejak awal pemerintahan ini tidak efektif, mengapa tak efektif karena menghalalkan segara cara untuk memenangkan pemilu 2009 lalu. Sehingga pemerintahanya terbukti korup, banyak skandal korupsi yang terungkap seperti Bank Century, Hambalang, SKK Migas dll yang menyeret orang dekat SBY dan petinggi partai Demokrat," kata Anggota DPR Bambang Susatyo dalam diskusi empat pilar 'Efektifitas Pemerintahan Menjelang Pemilu' di Gedung MPR/DPR RI Jakarta, Senin (9/12/2013).

Dalam diskusi bersama Anggota DPR Nasir Djamil dan pengamat politik Gun Gun Heryanto, Bambang mengatakan, akibat pemerintahan tak efektif ini membuka partai pendukung pemerintahan SBY-Boediono untuk mencari jalan selamat sendiri agar bisa lolos pemilu 2014.

"Elit Demokrat juga mencari jalan selamat, karena boleh jadi setelah turunnya SBY 2014 nanti, makin banyak kader dan petinggi Demokrat bermasalah dengan hukum. Masalah politik dan hukum dalam pemerintahan ini tak akan selesai sampai akhir 2013," katanya.

Politisi Partai Golkar ini melihat SBY selaku Presiden dan Ketua Umum Partai Demokrat saat ini tengah gencar-gencarnya menempatkan orang-orangnya terutama dijajaran penegak hukum agar setelah tidak menjabat lagi pada 2014, kasus-kasus hukum yang melibatkannya tidak diusut. 

"Tetapi sejarah akan kembali terulang, di mana orang-orang dekat Cendana ketika itu, seperti Probosutedjo, Bob Hasan, Tommy Soeharto dan lainnya ternyata dimeja hijaukan. SBY juga akan seperti itu, " kata Anggota Komisi III DPR ini.

Sedangkan Anggota DPR Nasir Djamil menilai, pemerintahan SBY-Boediono tidak efektif karena ucapan SBY sendiri yang tidak konsisten dalam berbicara seperti para menterinya dilarang mementingkan partai dan diminta fokus pada tugasnya, namun SBY sendiri malah menjadi Ketua Umum Demokrat. "Maka tak heran kalau pemerintahan ini tertatih-tatih, apalagi presiden dan menterinya juga sibuk dengan Pemilu 2014," kata Nasir. 

Kondisi demikian, kata Nasir, tidak bisa dibiarkan dan harus dilakukan pembenahan sistem politik agar eksekutif, legislatif dan yudikatif tetap bisa bekerja setiap menghadapi pemilu. Solusinya adalah presiden, wapres, menteri, pimpinan DPR, dan pejabat lainnya dilarang menjadi calon legislatif atau calon presiden. Apabila tidak sanggup memenuhi ketentuan tersebut diminta mengundurkan diri agar tugasnya sebagai abdi negara tidak terganggu.

"Tetapi apakah MPR RI akan menindaklanjuti ini, mengubah sistem politik agar pemerintahan bisa berjalan efektif. Kita lihat perkembangan nanti," kata politisi PKS yang duduk di Komisi III DPR ini. 

Sementara itu pengamat politik   Gun Gun Heryanto mengatakan, ada lima masalah mendasar kenapa pemerintahan ini tidak berjalan efektif. Yaitu  sistem persandingan partai, personalitas, struktural, fatsun politik, dan pembentukan opini-pencitraan.

"Kita menganut sistem presidensial, tapi kepartaiannya multi partai ekstrim karena jumlah partai lebih dari lima parpol. Dengan begitu, maka siapapun yang menang dalam pemilu akan selalu terjadi pembagian kekuasaan atau power sharing. Maka siapapun presidennya akan terjebak pada lingkaran politik yang sama, maka harus ada penyederhanaan parpol," kata Gun Gun.

Menurutnya, kelima masalah mendasar ini menjadikan pemerintah selalu dalam pusaran pencitraan-pembentukan opini. Dan itu, kata Gun Gun, akan dikelola terus oleh lawan-lawan politiknya dalam kontestasi politik pemilu 2014.

"Untuk itu disarankan untuk melakukan penyederhanaan parpol, kecualinya sistem parlementer. Dan presiden harus ada keberanian dalam memberikan posisi tawar, bukan berstandar ganda seperti saat ini karena ditekan partai pendukungnya," kata pengamat politik dari Universitas Negeri Syarif Hidayatullah ini.

Editor: Surya