Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hari AIDS Sedunia, Bukan Perayaan Tapi Peringatan
Oleh : Redaksi
Senin | 02-12-2013 | 10:08 WIB

Oleh : Lara Novianti*

TIDAK dapat dipungkiri lagi, bahwa pada masa ini hampir setiap individu sudah terjangkiti suatu penyakit yang tidak berbahaya namun meresahkan sebagian orang yang telah menyadari apa arti penyakit ini. Seiring berkembangnya sosial media saat ini, maka semakin gencar pulalah perayaan (update status) "ucapan selamat" di akun sosial media sekarang ini.  Bukan sosial media dan perayaan itu yang disalahkan, namun pemikiran orang yang melakukan hal itulah yang wajib dipertanyakan dan dikoreksi ulang.


Layaknya hari besar yang lain, ucapan "selamat" dalam menyambut suatu perayaan adalah hal yang sederhana dan biasa-biasa saja jika dilontarkan untuk mengisi peringatan atau perayaan seperti "Selamat Hari Ibu" ataupun "Selamat Hari Guru". Namun yang menjadi pertanyaan adalah, jika ada yang mengupdate status di sosial medianya yaitu "Selamat Hari Aids Sedunia".

Pertanyaan menariknya adalah pantaskah ucapan "Selamat" itu untuk mendeskrpsikan peringatan Hari AIDS Sedunia ini ??? "Selamat" untuk siapa ??? Dan apa yang terjadi sehingga diucapkan kata "Selamat"???

1 Desember, Bukan Perayaan Melainkan Peringatan
1 Desember bukanlah suatu perayaan melainkan suatu peringatan akan kewaspadaan serta meningkatkan kesadaran untuk pencegahan terhadap sindrom penurunan system kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV (Human Immune deficiency  Virus). 

Kekebalan tubuh bisa sangat menurun terjadi pada keadaan akibat transpalantasi organ atau supresi oleh karena obat-obatan steroid, dengan kata lain bukan dikarenakan HIV saja. Jadi, tentu selama ini sebagian masyarakat salah kaprah, mungkin dikarenakan asyik merayakan suatu perayaan di sosial medianya sampai-sampai mereka lupa bahwa "Hari Aids Sedunia" beda dengan hari perayaan  lainnya, serta bukan sebagai bentuk perayaan namun sebagai peringatan keras akan bahaya sindrom ini.

Ancaman Bahaya HIV/AIDS
Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwasanya virus HIV dan penyakitnya AIDS tidak hanya berhasil memberikan ancaman sebagai virus yang mematikan bagi yang terinfeksi, tetapi juga juga berhasil menyebabkan paranoid berat dalam masyarakat. Sebagai contoh, kalangan medis yang akan menangani masalah sindrom penurunan sistim kekebalan ini akan sangat berhati-hati  ketika berhadapan dengan kasus ini.


Betapa tidaknya, meskipun kalangan medis sudah dibekali dengan pengetahuan yang tinggi dibanding masyarakat awam serta bekerja sesuai dengan prosedur serta berbasis kompetensi  namun hal ini membutuhkan kewaspadaan yang ekstra bahkan dapat dipastikan terselip rasa takut apabila terjadi "kecelakaan atau sesuatu yang tidak diinginkan" ketika mengoperasikan alat-alat kedokteran saat bersentuhan dengan cairan tubuh penderita HIV/AIDS ini. 
   
Begitu pula paranoid (kewaspadaan) ini menjangkiti masyarakat awam secara umum. Kewaspadaanpun mutlak dan sepatutnya dirasakan oleh orang-orang yang dekat dengan kasus ini, seperti keluarga penderita, pengguna narkoba dan pekerja dunia kelam ( seks komersial) yang mendominasi beresiko tinggi terjangkit penyakit ini.

Namun demikian, masyarakat yang menurut lingkungan dan prilakunya bisa dikatakan minim berisiko, bisa jadi tertular penyakit ini. Sebagai contoh mirisnya kasus ini adalah bayi-bayi yang baru lahir yang tidak berdosa bisa jadi korban akibat tertular melalui transmisi perinatal, tertular ibu kandung yang terinfeksi virus HIV dalam tubuhnya cukup tinggi baik saat kehamilan, persalinan, maupun saat msa menyusui.
   
Begitu mirisnya paranoid pada kasus sindrom penurunan sistim kekebalan ini, baik di kalangan paramedis, masyarakat yang beresiko tinggi hingga masyarakat yang minim sekali resikonya untuk terjangkit virus ini.

Peringatan atau bahkan perayaan terhadap Hari Aids Sedunia semestinya dijadikan sebagai momentum untuk berintrospeksi diri, untuk saling mengingatkan tentang bahaya HIV/AIDS  dengan catatan: tidak hanya membuat baliho dengan slogan "Bahaya AIDS". Tetapi juga harus memberikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat secara umum, serta tidak hanya membuat kegiatan atau dalam skala kecil yaitu update status di akun sosial media yang bertema perayaan HIV/AIDS ini.

Yakinlah, seorang yang terjangkiti penyakit ini tidak akan merayakan keadaannya, tapi ia akan memilih lebih baik mengakhiri hidupnya daripada harus mengidap penyakit berbahaya ini.

*) Penulis adalah Humas KAMMI Tanjungpinang