Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jelang Rapimnas Partai Golkar

Golkar Daerah Cemas Elektablitas ARB Masih Rendah
Oleh : Surya
Kamis | 21-11-2013 | 16:57 WIB
Zainal-Bintang.jpg Honda-Batam

Zainal Bintang

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Posisi Aburizal Bakrie (ARB) sebagai calon presiden tampaknya masih akan mendapat goncangan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Golkar, yang digelar pada 22-23 November di Jakarta. Sebab beberapa DPD I yang punya suara masih dihantui kecemasan mengingat elektabilitas (tingkat keterpilihan) ARB  yang tetap masih rendah.



"Saya baru saja turun ke Sulawesi, Maluku, dan Papua, para pengurus di daerah begitu cemas dengan elektabilitas ARB. Sampai sekarang, meski sudah diiklankan tiap hari, masih tetap di bawah 10 persen. Inilah yang membuat kecemasan pimpinan di daerah, dan sekarang membesar jadi kecemasan nasional," kata politisi Golkar Zainal Bintang, di DPR, Kamis (21/11/2013).

Menurut dia, para pengurus daerah itu, terutama yang dari pengurus DPD II (tingkat kabupaten dan kota), sudah banyak menyampaikan kegelisahannya soal elektabilitas ARB. Sayang mereka tidak punya suara dalam Rapimnas, sebab dalam AD/ART yang punya suara DPD I (provinsi). Namun, DPD II punya posisi penting, sebab mereka adalah ujung tombak dalam Pileg maupun Pilpres. "Kalau mereka tidak di-wongke, tidak dihargai, bisa membuat kinerja Golkar turun dan buntutnya membahayakan pencapresan ARB," katanya.

Dalam kondisi seperti ini, ujarnya, Rapimnas yang digelar kali ini, maka tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya evaluasi terhadap pencapresan ARB. "Memang belum ada DPD I yang bersuara secara resmi, tapi mereka secara individual sudah meneriakkan," kata Bintang.

Ditegaskannya, suara dari daerah menyatakan, kalau memang elektabilitas ARB tidak naik-naik, maka tim suksesnya perlu dievaluasi. Masih ada tokoh-tokoh bagus sepeti Priyo Budi Santoso, Jusuf Kalla, Ade Komarudin, dan lainnya.

 Bagi daerah, kecemasan ini ditafsirkan bahwa rendahnya elektabilitas ARB bisa-bisa juga menurunkan perolehan suara Golkar, sehingga nanti mungkin hanya akan meraih suara di urutan ketiga atau bahkan keempat. Ini akan sulit untuk mengusung capres sendiri.

 Memang kata evaluasi ditentang oleh mereka, tapi kepentingan parpol bukan semata hanya untuk mereka. "Evaluasi memang diasumsikan untuk mengganti pencapresan ARB. Tapi, dalam politik, perlu melihat realitas. Apalagi, realita capres non Jawa sulit untuk menang. perlu ada alternatif jadi RI2," ujarnya.

Ketua DPP Golkar Hajriyanto Y Thohari menyatakan tidak melihat adanya gerakan untuk mendongkel pencapresan ARB. Semua DPD I masih solid. "Kalau wacana, saya kira banyak, dan itu boleh-boleh saja. Tapi untuk menuju gerakan pendongkelan, tidak ada gejalanya. Mayoritas suara masih di Pak ARB," katanya.

 Karena itu lanjut Hajriyanto, tidak kuat  untuk mendorong evaluasi pencapresan ARB semata karena elektabilitasnya dalam survei tidak signifikan. "Survei penting, tapi apakah Golkar akan mengganti ARB sebagai capres atau sebagai Ketua Umum Golkar? Tentu saja tidak semudah mmebalik telapak tangan, dan apa memang ya harus demikian?"katanya mempertanyakan.

Sejauh itu menurut Hajriyanto, di internal Golkar soal pencapresan ARB itu sudah final, dan tidak ada masalah. "Kalau ada yang mengatakan ada pemaksaan pencapresan, justru saya melihat tak ada itu, karena diputus oleh Rapimnas. Untuk itu, tak ada juga yang namanya wacana kudeta. Kalau sekadar isu, wacana, dan sebagainya bisa saja. Tapi, tak ada gerakan ke arah itu,"jelas Hajriyanto.

Sedangkan Direktur Indo Barometer M. Qodari menegaskan dengan segala keterbatasan pengetahuannya terhadap Golkar, bahwa tidak mungkin pencapresan Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie (ARB) dibatalkan melalui Rapimnas V Golkar. Apalagi suara 33 DPD II Golkar itu masih solid. Namun, mengevaluasi itu ada landasan yuridis dan rasionalnya, karena pencapresan ARB diputuskan oleh Rapimnas.

"Jadi, Rapimnas bisa mengevaluasi termasuk hal-hal yang tidak terduga. Tapi, sulit untuk mengevaluasi pencapresan ARB, mungkin mempersiapkan kemenangan Golkar, memenetukan Cawapres dan hal-lhal lain yang strategis,"  tandas Qodari.

Khusus cawapres siapa yang tepat? Menurut Qodari, cawapres yang muncul seperti Moeldoko, Pramono Edie Wibowo, Mahfud MD, Soekarwo, dan Khofifah Indar Parawansa. Ini menunjukkan jika pasangan ARB sebagai cawapres, menunjukkan ada sipil dan militer, suku, dan aspek yang lain.

"Tapi, yang riil cawapres ARB dari partai tengah dan Islam, karena Golkar partai nasionalis," ujarnya.

Mengapa? Untuk capres kata Qodari, memang akan muncul dari partai besar, dan partai besar mungkin hanya Golkar, dan PDIP. Selebihnya sebagai partai tengah, karenanya cawapres ARB yang  paling tepat adalah dari partai tengah Islam. Parpol tengah tersebut antara lain Demokrat, PPP, PKS, PAN, PKB, Gerindra, dan Hanura.

"Maka, ARB bisa mengakomodir salah ketua umum partai tengah itu sebagai pasangannya," tambah Qodari.

Menurut Qodari, sebagai partai besar di mana Golkar dalam berbagai survei berada di urutan pertama, kedua, dan ketiga, maka Ketua Umumnya pasti harus targetkan menjadi Presiden RI.

"Syaratnya hanya suara Golkar harus besar nomor satu. Tapi, sepahit-pahitnya ARB, tetap menjadi kingmaker. Karena itu pencapresan akan lebih mantap kalau didukung oleh seluruh internal Golkar sendiri," pungkasnya.

Editor : Surya