Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Duh, Pengurus COREMAP Karas Batam Justru Menjadi Perintis Perusakan Alam
Oleh : Habibi
Rabu | 20-11-2013 | 14:07 WIB
pantai_karas.jpg Honda-Batam
Abrasi yang menggerogoti pantai Pulau Karas akibat penambangan pasir.

BATAMTODAY.COM, Batam - Oknum pengurus Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (Coral Reef Rehabilitation and Management Project/COREMAP) Kelurahan Karas, Kecamatan Galang, Kota Batam, ditengarai turut andil dalam perusakan lingkungan.

Petugas yang seharusnya melindungi habitat laut itu justru disinyalir menjadi "perintis" pengerukan pasir dan penjarahan karang di Pulau Karas tersebut, sehingga warga ikut-ikutan melakukan aktivitas yang sama.

"Dia pengawas COREMAP. Tapi saat dia jadi kepala tukang sebuah proyek dari pemerintah, malah dia yang menggunakan batu karang dan pasir pantai untuk membuat proyek itu. Melihat pengurus COREMAP saja seperti itu, warga yang lain apa lagi. Santai sajalah," tutur Dol, aparat RT di Kelurahan Karas kepada BATAMTODAY.COM, melalui telepon.

Lucunya, aktivitas oknum itu diiyakan pengurus COREMAP lainnya. Sopian, salah satu pengurus COREMAP Kelurahan Karas, mengakui adanya oknum COREMAP di situ yang melakukan aktivitas merusak lingkungan tersebut.

Sopian mengaku telah membicarakan hal tersebut bersama anggota COREMAP lainnya. Namun belum juga ada jalan keluarnya.

"Memang, di sini menggunakan asas kekeluargaan. Tapi hukum tetaplah hukum, itu kami sadari. Sedangkan lurah saja tidak bisa ambil tindakan, apalagi kami yang masih ada ikatan saudara ini," tutur Sopian yang dihubungi terpisah.

Dia tak menampik jika sosialisasi dan pengawasan dari pemerintah tidak pernah ada sehingga warga merasa aman untuk melakukan hal-hal yang berpotensi merusak lingkungan tersebut. Menurut Sopian, status COREMAP dan lurah tak berbeda dan tidak dapat memberikan pengarahan keras kepada masyarakat.

"Memang, hendaknya pemerintah dari Batam yang turun langsung dan memberikan sanksi atau peringatan. Karena kalau kami sama kami ini memang terikat dengan asas kekeluargaan itu tadi," aku Sopian.

Dia menuturkan, masyarakat awam di kawasan hinterland memang tidak pernah tahu tentang undang-undang, peraturan daerah, dan aturan hukum lainnya. Pandangan bahwa "semua milik Tuhan" pun digunakan demi memperoleh keuntungan.

"Hal tersebutlah yang membuat masyarakat santai saja menggunakan sumber daya alam walaupun mengancam kelestarian alam tanpa tahu sanksi yang akan dikenakan jika hal tersebut diproses," katanya. (*)

Editor: Dodo