Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Meski Kerap Membuat Opini Menyesatkan Publik

LIPI Menilai Lembaga Survei Tak Perlu Diatur
Oleh : Surya
Selasa | 05-11-2013 | 09:50 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Maraknya lembaga survei baru yang merilis hasil survei terhadap parpol peserta Pemilu 2014 dan bursa kandidat capres yang terkadang membingungkan publik, dinilai pengamat politik LIPi Firman Noer tetap tidak bisa dijadikan dasar untuk mengatur atau memberikan akreditasi lembaga survei di Indonesia.


"Publik bebas menilai apakah hasil survei itu akuntabel atau tidak, bisa dipertanggungjawabkan atau tidak. Tetapi survei atau polling tetap karena untuk mencerdaskan sekaligus mendewasakan politik masyarakat," kata Firman dalam diskusi 'Etika Lembaga Survei' di Jakarta, Senin (4/11/2013).

Di dalam negara demokrasi seperi di Amerika Serikat (AS) , ungkapnya, lembaga survei di negara tersebut sudah mencapai ribuan, sementara di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari.

Bedanya lembaga survei di Indonesia kerap terjadi distorsi atau manipulasi untuk menyenangkan kelompok tertentu baik itu partai politik (parpol), penguasa, pengusaha atau perorangannya yang ingin popularitas. Sedangkan di AS survei digunakan untuk mencari kebenaran penyelesaian konflik pertentang antara kelompok konservatif dan sosialis.

Menurut Firman, jika demokrasinya sudah sehat maka publik akan menggunakan rasionalitas untuk menilai sebuah hasil survei, dan lembaga survei apakah profesional atau tidak.

"Biarkan saja lembaga survei berjalan secara alamiah dan terus kita didorong untuk menjadi lembaga yang profesional. Kalau sekarang ada lembaga survei menjadi konsultan partai tertentu, masyarakat sudah bisa menilai," kata peniliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini 

Sedangkan Wahidin Ismail, Wakil Ketua Kelompok DPD di MPE mengatakan, lembaga survei harus independen dan tidak partisan kelompok tertentu.

"Kita bersyukur, masyarakat tidak menerima secara mentah-mentah dari sebuah hasil survei. Mestinya lembaga survei itu independen, dan tetap berpijak pada nilai-nilai akademis dalam menjalankan surveinya. Bukan sesuai pesanan," kata Wahidin.

Karena itu, ia meminta KPU untuk mengatur keberadaan lembaga survei sehingga hasil surveinya dianggap tidak bermasalah.

"Motivasi, metodologi, pendanaan, latarbelakang survei itu perlu diatur dengan transparan. Sebagaimana quick count, juga diatur untuk memberikan data yang benar pada masyarakat," katanya. 

Politisi PKS Agus Purnomo sependapat agar lembaga survei diatur karena dianggap kerap memberikan opini yang menyesatkan dan digunakan untuk pengalihan isu yang tengah disorot publik.

"Survei yang dilakukan juga sering tidak melibatkan masyarakat di bawah, atau nasis partai atau capres itu sendiri, maka KPU harus mengatur agar lembaga survei itu menjaga netralitasnya," kata Agus Purnomo.

Editor : Surya