Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tidak Ada Kualitas dalam Pemilu 2014
Oleh : Redaksi/Opini
Sabtu | 02-11-2013 | 09:39 WIB

Oleh Alif Kamal

KATA KUALITAS IDENTIK
dengan kata bermutu. Sebuah padanan kata yang mengindikasikan sebuah proses yang memenuhi atau melebihi harapan. Sebuah proses dikatakan berkualitas ketika hasil proses dari syarat-syarat itu melebihi harapan atau dalam arti kata yang lain memuaskan. Kepuasan dari proses yang berkualitas ini mutlak bersifat umum, masing-masing bagian dalam proses ataupun hasilnya nanti tidak boleh saling meniadakan.

Pun dalam proses yang 6 bulan ke depan bangsa Indonesia hadapi, hajatan besar Pemilu Legislatif dan Presiden, tentunya membutuhkan proses yang harus berkualitas dimulai dari proses awal sampai akhir. Bagian per bagian dari proses pemilu ini harus saling mendukung, saling mengikat, dan tak ada proses yang saling meniadakan.

Ada beberapa poin yang menjadikan Pemilu 2014 bisa tidak berkualitas: pertama, soal DPT yang terus menjadi polemik setiap penyelenggaraan Pemilu. Hampir tak ada mekanisme yang pasti dan baku dari penyelenggara pemilu (KPU) dan penyelenggara negara (Pemerintah dan DPR) untuk menyelesaikan persoalan DPT. Terkhusus soal DPT ini, bukan hanya dalam perhelatan pemilu nasional saja menjadi persoalan, akan tetapi setiap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DPT ini juga menjadi salah satu masalah khusus.

Kedua, penyelenggara pemilu (KPU). Hampir dapat dipastikan, belajar dari Pemilu 2004 dan 2009 menghasilkan beberapa anggota komisioner yang bersangkutan dengan kasus hukum. Karena proses pemilihan anggota komisioner terutama untuk KPU Pusat lewat DPR maka intervensi partai politik terhadap anggota KPU tak terhindarkan. Belum lagi soal integritas dari anggota KPU daerah. Dari hasil sidang terhadap anggota KPU yang bermasalah per bulan September 2013, DKPP telah memecat 84 orang penyelenggara pemilu di daerah.

Ketiga, soal kerjasama KPU dengan Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg). Sejak KPU didesak untuk memutuskan hubungan kerjasama dengan sebuah lembaga asing (IFES, International Founding for Electoral Sistem) dalam soal SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik) oleh beberapa lembaga sosial masyarakat, sekarang ini KPU justru melakukan kerjasama dengan Lemsaneg. Banyak pihak yang mengkhawatirkan soal kerjasama ini dikarenakan Lemsaneg adalah lembaga negara yang tanggungjawabnya langsung kepada Presiden, dan seperti diketahui SBY sekarang ini adalah Ketua Umum dari Partai Demokrat, salah satu kontestan Pemilu 2014.

Dari sekian banyak persoalan dalam menghadapi pemilu nanti, hal menariknya adalah banyaknya calon anggota legislatif baik di daerah sampai di pusat yang berasal dari kalangan aktivis. Harapan perubahan bangsa lewat jalur parlemen tentunya menjadi salah satu tugas dari caleg-caleg aktivis ini. Pengalaman mereka terjun langsung melakukan advokasi dan pendampingan menjadi salah satu modal besar untuk memenangkan pertarungan dengan calon-calon "incumbent" yang rata-rata punya modal (uang dan popularitas) besar.

Catatan penting dari caleg-caleg aktivis ini adalah kalau menganggap perubahan bangsa kemudian hanya lewat parlemen maka pertarungan dan perjuangannya harus disiapkan tidak semata pada Pemilu 2014, akan tetapi pada pemilu-pemilu selanjutnya. Dalam artian, pemilu bukanlah menjadi tujuan akhir dari perjuangan mereka melainkan menjadi alat untuk terus memajukan program-program kerakyatan.

Penulis adalah Staf Deputi Politik Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik.