Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sanksi untuk Oknum TNI, Momen Penting Penegakan UU Konservasi
Oleh : Redaksi
Sabtu | 26-10-2013 | 09:23 WIB
terdakwa_JR_(3).jpg Honda-Batam
Terdakwa JR bersama barang bukti harimau sumatera yang telah diawetkan saat sidang putusan di Pengadilan Militer, Kamis. (Kredit foto: FORA)

BATAMTODAY.COM, Banda Aceh - Aktivis menyambut positif upaya penegakan pelestarian lingkungan di Aceh. Pemusnahan dan pelepasan satwa liar sitaan di bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), dan sidang lanjutan keterlibatan dua oknum TNI terkait kepemilikan satwa liar di Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh, dinilai sebuah gebrakan besar dalam penegakan undang-undang konservasi di daerah itu

"Dua momen itu sangat penting bagi upaya penegakkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mengingat selama ini belum pernah ada momen serupa yang terjadi," kata Ratno Sugito, aktivis Forum Orangutan Aceh (FORA), melalui siaran persnya yang diterima BATAMTODAY.COM, hari ini.

Menurutnya, dua momen penting itu akan menjadi perintis bagi upaya penegakan UU dan perlindungan satwa liar di Aceh. "Semoga ke depan hal serupa dapat dilakukan oleh penegak hukum lain, khususnya BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Aceh," harapnya.

Dalam sidang putusan, Kamis kemarin, terdakwa JR dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena menyimpan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati, dengan barang bukti berupa satu ekor harimau sumatera yang telah diawetkan dan satu ekor beruang hitam yang telah diawetkan. Terdakwa divonis penjara selama dua bulan dan denda Rp5.000.000 subsider tiga bulan kurungan.

Sementara terdakwa R juga dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyimpan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Terdakwa JR divonis penjara selama tiga bulan dan denda Rp2.500.000 subsider tiga bulan kurungan, dengan barang bukti satu ekor harimau sumatera yang telah diawetkan dan satu ekor beruang hitam yang telah diawetkan.

"Walau sanksi yang dijatuhkan masih jauh dari harapan kita semua, tetapi setidaknya pihak pengadilan militer lebih serius daripada BKSDA Aceh. Selama ini belum ada satu kasus pun yang ditangani BKSDA yang disidangkan ke pengadilan negri di Aceh," tambah Ratno yang juga pemerhati satwa liar itu.

Dia menuturkan, kasus kepemilikan kayu gaharu dan beberapa ekor burung yang disita oleh
petugas pos BKSDA SIM masih dalam proses hukum. Ratno berharap kasus itu juga bisa segera dituntaskan. (*)

Editor: Dodo