Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sekolah 'Dipecah', Administrasi SLB Negeri Tanjungpinang Malah Runyam
Oleh : Habib
Jum'at | 18-10-2013 | 20:44 WIB
DSC_7052.JPG Honda-Batam
SLB Negeri 2 Tanjungpinang di Senggarang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Sejak pelantikan Pelaksana Tugas Kepala SLB Negeri Tanjungpinang, belum lama ini, administrasi di sekolah yang dibangun sejak 1980-an itu malah runyam. Uniknya, sekolah yang semula satu kesatuan itu dipecah menjadi dua: SLB Negeri 1 dan SLB Negeri 2.


SLB Negeri 1 Tanjungpinang menempati gedung lama di Jalan Kijang Lama, sementara SLB Negeri 2 Tanjungpinang menempati bangunan baru di Jalan Senggarang. Pemecahan itu dilakukan sejak pelantikan dua orang Plt kepala sekolah yang menggantikan almarhum Marsin. Marsin, yang awalnya wakil kepala sekolah, dilantik untuk menggantikan Riasnelly, yang ditarik sebagai pengawas.

Namun, menjelang Lebaran Idul Fitri kemarin, Marsin meninggal dunia. Kekosongan ini menyebabkan Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang segera melantik kepala sekolah baru. 

Uniknya, kepala sekolah yang dilantik bukan hanya satu, melainkan dua orang, dengan alasan SLB Negeri Tanjungpinang sudah dipecah menjadi dua sekolah. Plt Kepala SLB Negeri 1 Tanjungpinang dijabat Kalisni, dan SLB Negeri 2 Tanjungpinang dipimpin Gunawan, guru yang bertugas di sekolah lama. Lucunya, SK pengangkatan sebagai Plt kepala sekolah itu ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang, bukan oleh Wali Kota Tanjungpinang.

Memang, rencana pemisahan SLB di Senggarang untuk menjadi sekolah sendiri sudah lama, dan baru terwujud tahun ini. Tapi, dari sinilah masalah muncul. Jabatan Plt kepala sekolah di SLB Negeri 2 Tanjungpinang tampaknya "tak berguna". Kepala sekolah di situ tak memiliki wewenang sama sekali.

Meskipun sudah dipecah menjadi dua, seluruh administrasi masih harus merujuk ke SLB Negeri 1 Tanjungpinang. Karena berdasarkan nomenklaturnya, sekolah itu masih satu kesatuan, dan kantor pusatnya di sekolah lama di Jalan Kijang Lama. Dulu, karena letaknya berjauhan, wakil kepala sekolah mendapat tugas untuk mengurusi SLB di Senggarang.

Kektidakpastian status jabatan kepala sekolah di SLB Negeri 2 Tanjungpinang, menimbulkan beragam "kekacauan". Dari mulai status guru, harga diri kepala sekolah, hingga terkatung-katungnya ijazah siswa yang lulus karena tak bisa ditandatangani.

Salah seorang guru SLB Negeri 2 Tanjungpinang, menuturkan, saat mengetahui sekolah akan dipecah dua, awalnya para guru merasa senang. Karena, untuk mengurus administrasi tak perlu bolak-balik dari Senggarang ke Kijang Lama. 

Namun, saat sejumlah guru akan mengurus kenaikan pangkat, ternyata tanda tangan kepala sekolah oleh pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang, dinyatakan tidak berlaku. Kepala sekolah di Senggarang tidak berwenang menandatangani surat-menyurat resmi. Urusan surat menyurat masih harus dilakukan kepala SLB Negeri 1 Tanjungpinang di Jalan Kijang Lama.

"Tentunya kami bingung, katanya sudah dipecah jadi dua, kenapa tanda tangan kepala sekolah tak diakui? Kalau memang tak diakui, kenapa harus ada pelantikan kepala sekolah? Jadi, untuk apa dilantik kalau keberadaannya dianggap tak ada?" ujar guru laki-laki itu, kepada BATAMTODAY.COM, belum lama ini.

Lucunya, ujar guru tersebut, ketika diminta untuk menandatangani berkas kenaikan pangkat guru, kepala sekolah di SLB Negeri 1 (sekolah lama) menolak dengan alasan SLB Negeri Tanjungpinang sudah dipecah menjadi dua.

"Jadi, siapa yang akan menandatangani berkas (kenaikan pangkat guru) ini?" tukasnya kecewa.

Kacaunya administrasi di SLB Negeri 2 di Senggarang juga ditunjukkan oleh kekecewaan sejumlah orang tua yang ingin mengambil ijazah kelulusan anaknya. Hingga tahun pelajaran baru sudah menginjak tiga bulan, ijazah siswa belum juga ditandatangani.

"Siapa yang mau tanda tangan? Kepala sekolah kami tak boleh tanda tangan. Kepala sekolah di Kijang Lama juga tak mau tanda tangan karena bukan wewenangnya. Dinas Pendidikan (dan Kebudayaan) juga mengatakan yang menandatangani ijazah adalah kepala sekolah. Kepala sekolah yang mana satu?" ujarnya sembari menggerutu.

Dia menuturkan, orang-orang tua siswa sampai bolak-balik menanyakan kapan ijazah anaknya bisa diambil. "Bagaimana mau diambil kalau belum ditandatangani? Yang kasihan itu anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikannya, seperti kuliah. Gara-gara tak dapat ijazah, mereka tak bisa kuliah," keluh guru yang sudah puluhan tahun mengabdi di SLBN Tanjungpinang itu.

Bahkan, katanya, akibat tak jelasnya status kepala sekolah, sikap guru-guru di SLBN 2 Tanjungpinang berubah. Motivasi dan edukasi sejumlah guru mulai melorot.

"Malah, kepala sekolahnya juga jarang masuk. Yaa, masuk pun percuma jika jabatannya tak dianggap. Siapapun pasti kecewa karena ini menyangkut harga diri," ujarnya.

Menyikapi kondisi yang terjadi di sekolah ini, Wali Kota Tanjungpinang, Lis Darmansyah, sempat mengelak jika SLB merupakan kewenangan provinsi. Namun, akhirnya dia mengatakan, secara operasional, SLB Negeri Tanjungpinang memand di bawah Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang.

"Kewenangan operasional di bawah Pemko, sedangkan kewenangan sarana dan prasarana berada di provinsi. UU-nya menyebut seperti itu," ujar Lis melalui pesan singkat. (*)

Editor: Dodo